A G O R A

[IV]

Wooseok berjalan bersisian dengan Yohan ketika keluar dari dinning hall sekedar untuk mengobrol setelah pertemuan tidak sengaja mereka tiga hari lalu.

Sedangkan ketiga temannya sudah berjalan terlebih dahulu. Bahkan bisa dilihat punggung kokoh Yuvin yang berdiri ditengah-tengah Sejin dan Byungchan sambil sibuk bercanda.

Mereka baru saja selesai makan malam, bisa dibayangkan ramainya seperti apa disekitar mereka saat ini. Half olympian, half blood, dan werewolf keluar dari dinning hall dengan senyum lega karena perut mereka sudah terisi dengan daging sapi potongan besar.

Menu dinner saat malam minggu memang selalu yang terbaik!

“Kau langsung ke asrama?” Yohan bertanya sambil sedikit membungkukkan badannya agar suaranya terdengar oleh Wooseok. Serius, disini benar-benar ramai.

“Kenapa memangnya?”

Yohan tersenyum lebar hingga menampilkan gigi kelincinya saat menerima pertanyaan balik dari Wooseok.

“Ayolah, Wooseok. It's saturday night! jangan hanya berdiam diri di kamar. Bersenang-senanglah sebentar. Kami para half blood selalu mempunyai banyak cara dalam menghabiskan malam minggu, begitupun werewolf, tapi kenapa para half olympian selalu bersikap kaku.” katanya diakhiri dengan nada mendesah heran, tidak habis pikir. Apa salahnya bersenang-senang? toh tidak menyalahi aturan sekolah.

Wooseok tersenyum tipis, ia tahu apa yang dimaksud Yohan, para half blood biasanya akan berkumpul di atap asrama mereka. Mengobrol hingga pagi atau saling memamerkan kekuatan. Sedangkan para werewolf biasanya ramai-ramai melakukan shifting lalu pergi ke dalam hutan, entah itu untuk berburu atau sekedar bermain-main di air terjun yang berada di dekat sungai Alios.

Malam minggu memang identik dengan mencari kesenangan, melepas penat setelah seminggu yang padat diisi dengan kegiatan sekolah dan belajar. Para siswa yang jenuh karena tidak bisa bebas keluar lingkungan sekolah dan hanya bisa melihat hutan sejauh mata memandang sekreatif mungkin mencari cara dalam menyenangkan diri untuk membebaskan pikiran. Pihak sekolah seakan paham tentang hal tersebut. Tidak pernah ada jam malam yang diberlakukan dan syaratnya hanya satu, jangan pernah membuat masalah. Apabila sudah terdengar oleh Master maka siap-siap kau akan mendapatkan hukuman hingga berhari-hari.

Wooseok tidak tahu awalnya bagaimana, namun sejak satu tahun lalu ia mulai bersekolah disini, para half olympian memang terkesan lebih “diam” daripada yang lainnya. Paling mereka hanya berjalan-jalan di sekitar sekolah tanpa bergerumul terlalu ramai. Selain itu half olympian memang cenderung lebih individualis dibandingkan yang lain. Wooseok sendiri lebih sering menghabiskan malam minggu dengan Byungchan, terkadang mengobrol hingga larut di kamar Sejin.

Wooseok mengulas senyum simpul, lalu melirik ketiga temannya yang sudah cukup jauh, “Aku akan pulang.” tangannya menepuk pelan lengan atas Yohan.

“Have fun!”

Yohan mengangguk, dia mengedikkan kepalanya, “Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Kalau butuh teman untuk berjalan-jalan malam hari pastikan beritahu aku. Kau tahu, banyak half blood yang tertarik padamu.” katanya serius.

“Terimakasih untuk tawarannya.”

Yohon tersenyum lalu berbalik kemudian berjalan menuju ke arah barat, berbaur dengan kulit pucat lainnya.

Wooseok menghembusakan napas panjang setelah Yohan pergi. Ia bisa melihat Byungchan yang melambaikan tangannya. Ketiganya terlihat berhenti terlebih dahulu untuk menunggunya.

Namun, sudut mata Wooseok justru tidak sengaja melihat sosok yang tidak asing. Jinhyuk. Walaupun sudah malam, Wooseok cukup yakin pemuda jangkung yang berjalan ke arah barat itu adalah Jinhyuk.

Jinhyuk bukan half blood, kulitnya tidak pucat dan tubuhnya tidak sedingin es. Berbekal rasa penasaran, Wooseok menggigit bibirnya sesaat sebelum melangkahkan kakinya. Namun, baru saja beberapa langkah lengannya sudah ditahan dari arah belakang.

“Mau kemana, Wooseok?”

Suara Byungchan langsung masuk ke pendengarannya, Wooseok berbalik dan ternyata sudah ada Yuvin juga di depannya.

Wooseok belum menjawab, ia kembali melirik punggung Jinhyuk yang dibalut dengan jaket berwarna hijau army.

“Aku ada perlu sebentar...kalian duluan saja.”

“Kemana?”

Wooseok menatap Yuvin dan Byungchan dengan ragu, ia belum pernah menceritakan apapun tentang Jinhyuk kepada mereka. Ini merupakan pertama kalinya Wooseok melihat sosok Jinhyuk lagi setelah tiga hari lalu bertemu tidak sengaja di kandang kuda dan Wooseok tidak tahu kapan ia bisa bertemu Jinhyuk lagi.

”...hanya disekitar sini. Aku janji akan pulang secepatnya. Kau di kamar Yuvin saja dulu.”

“Biar aku temani.” Byungchan berkata cepat.

Wooseok menggelengkan kepalanya pelan, “Tidak usah, Chan.” dengan perlahan ia melepaskan tangan Byungchan yang masih memegangnya, lalu memberi kode lewat tatapan matanya pada Yuvin untuk meminta tolong. Byungchan itu sedikit posesif, namun Wooseok tahu dia hanya menujukkan rasa khawatirnya.

Seakan paham, Yuvin langsung merangkul bahu Byungchan dan mencoba mengajaknya untuk pergi, walaupun dia langsung mendapatkan sikutan di perutnya sebagai penolakan.

“Kau tidak boleh sendirian, Wooseok. Ini sudah malam. Banyak half blood berkeliaran, bukannya kau tidak nyaman dengan mereka!”

Wooseok mengusap lengan atas Byungchan sambil tersenyum menenangkan, “Hanya sebentar, aku akan bertemu... teman. Aku akan baik-baik saja, Byungchan. Janji.”

“Hati-hati, Wooseok. Nanti owl-ku dilepas kalau kau masih belum kembali ke asrama. Dia akan menemukanmu.”

Yuvin berkata sambil memasang wajah serius, walaupun dia tidak tahu apa yang akan dilakukan putra Aphrodite itu atau siapa yang dia maksud teman. Tapi, satu yang bisa Yuvin tangkap, Wooseok sedang buru-buru.

“Thank you, Yuvin.”

Wooseok berjalan meninggalkan Yuvin dan Byungchan sambil mempercepat langkahnya, ia cukup tertinggal jejak Jinhyuk. Beruntung pemuda itu memiliki postur tinggi tidak kalah dengan para half blood sehingga masih bisa ditangkap oleh penglihatannya.

Byungchan langsung berdecak sebal, jari telunjuknya terulur di depan wajah Yuvin ketika punggung kecil Wooseok sudah mulai menjauh, “Kau! son of Hermes!!!!” katanya dengan mata yang menyipit tajam.

“Tanggung jawab kalau temanku kenapa-napa malam ini!” nadanya ditekan penuh peringatan. Dia kemudian berjalan meninggalkan Yuvin yang hanya bisa mendengus kecil.

Memang Byungchan itu siapa sih, Ibunya Wooseok? dasar posesif.


Entah sudah berapa kali Wooseok mengucap kata maaf setiap ia tidak sengaja mendorong tubuh orang-orang dengan badan kecilnya. Pandangannya terlalu fokus mengikuti kemana langkah Jinhyuk di depannya karena takut kehilangan jejak, hingga ia akhirnya sadar ini sudah melewati asrama half blood.

Bukannya ini tidak sopan? Wooseok bertingkah seperti layaknya stalker saat ini. Mungkin saja Jinhyuk akan bersenang-senang seperti siswa yang lainnya? menghabiskan waktu malam minggunya bukan?

Kaki Wooseok berhenti sejenak, dilema. Ia tanpa sadar menggigit kuku tangannya. Haruskah tetap diteruskan? Kalaupun nanti mereka bertemu, ia akan bilang apa? menyapanya sambil meminta maaf sudah membuntuti? atau mengatakan selama tiga hari ini ia terus memikirkannya? Wooseok mendecih samar dengan pikirannya sendiri, yang benar saja! Kau memikirkan pemuda yang bahkan kau tidak kenal, kau hanya tahu sebatas namanya saja dan hanya pernah bertemu dua kali secara tidak sengaja.

Namun, rasa penasarannya kembali timbul saat melihat Jinhyuk berbelok setelah melewati taman. Tunggu, dia memasuki kastil sekolah? malam-malam begini?

Kalah, Wooseok kalah dengan rasa ingin tahunya yang begitu tinggi tentang sosok bernama Jinhyuk. Langkah kecilnya akhirnya kembali mengayun, ia mengabaikan tatapan penasaran dari orang-orang yang dilewatinya dan sialnya kebanyakan adalah half blood sebagian lagi para werewolf karena ini sudah cukup jauh dari lingkungan asramanya.

Jinhyuk berjalan cukup jauh di depan, dan Wooseok secara pasti mengikuti. Tidak terlalu dekat jarak diantara mereka karena ia takut tertangkap basah, bahkan sesekali ia akan bersembuyi di balik pilar, persis layaknya stalker handal.

Tidak banyak lampu yang dipasang di lorong kastil sekolahnya sehingga membuat suasana sedikit menakutkan. Wooseok mengusap singkat tengkuknya saat berjalan perlahan. Kepalanya menoleh kesekitar, cukup sepi. Hanya beberapa orang yang terlihat berkeliaran, si kulit pucat. Hatinya kembali bertanya-tanya apa sebenarnya yang dilakukan oleh Jinhyuk malam-malam begini di sekolah? bersenang-senang? tapi dia terlihat sendirian tidak dengan teman-temannya.

Kepala Wooseok mengintip dibalik tembok saat melihat Jinhyuk mulai menaiki tangga menuju lantai dua. Mereka sudah masuk semakin dalam ke kastil sekolah. Wooseok berani bertaruh, tengkuknya beberapa kali merinding saat melewati pintu-pintu kelas yang tertutup rapat.

Di lantai dua cukup banyak ruangan selayaknya lantai satu, banyak kelas yang sehari-harinya digunakan, ada ruangan perpustakaan, beberapa laboratorium, juga disana terdapat ruang kerja khusus para Master.

Wooseok kembali ragu saat akan menaiki tangga. Ia sudah sejauh ini, haruskan menyerah? haruskan kembali ke asrama dan membiarkan rasa penasarannya menghantui semalaman. Konsekunsinya mungkin ia tidak akan bisa tidur hingga besok pagi.

Sekali lagi Wooseok mengedarkan pandangannya, sialan! netranya malah tidak sengaja bertemu pandang dengan salah satu half blood yang bersandar pada pilar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Terlihat disana ada sekitar tiga half blood yang sedang mengobrol. Wooseok bisa melihat seringainya, tersenyum sangat mengerikan.

Tanpa pikir panjang, Wooseok mempercepat langkahnya untuk menaiki tangga, otaknya seakan menyimpulkan setidaknya saat bersama Jinhyuk nanti lebih aman daripada berkeliaran sendiri dibawah tatapan para manusia pucat itu.

Begitu ujung sepatu Wooseok menginjak lantai marmer di lantai dua. Wooseok kembali terdiam. Bodoh, tentu saja Jinhyuk sudah tidak terlihat kemana perginya.

Wooseok kehilangan jejak.

Di depannya ada lorong panjang yang bagian kanannya langsung menghadap ke hutan, hanya tembok setinggi pinggang yang menjadi pembatas. Sedangkan di bagian kiri terdapat ruangan kelas yang berjejer. Ruangan perpustakaan berada di paling ujung dan ruangan para Master berada di lorong lain tepat sebelah kanan perpustakaan dan lorong sebelah kiri adalah tempat beberapa ruang laboratorium.

Wooseok mencengkram ujung sweater ungunya sambil berjalan dengan pelan, sebisa mungkin sepatunya dibuat tidak mengeluarkan suara sedikit pun, karena ia yakin suaranya pasti akan menggema memenuhi lorong.

Suara longlongan serigala yang terdengar menjadi tanda bahwa sepertinya para werewolf sedang bersenang-senang di luar sana. Wooseok menoleh cepat saat seekor burung gagak tiba-tiba terbang di atas kepalanya. Ia hampir saja menjerit kaget mengeluarkan suara, jantungnya berdegup cepat. Wooseok kemudian menutup mulutnya menggunakan tangan untuk berjaga-jaga bila hal tersebut terjadi lagi.

Langkahnya semakin pelan saat sudah dekat lorong yang terdapat ruangan para Master. Wooseok bisa melihat satu ruangan yang lampunya menyala disana. Ia harus memfokuskan matanya untuk melihat dengan jelas tulisan yang digantung di atas pintu. Wooseok yakin, Jinhyuk pasti ada di sana. Mata Wooseok sedikit membulat saat berhasil membacanya, keningnya mengerut dalam kembali bertanya-tanya. Sedang apa Jinhyuk di sana?

Master Lee, Ruangan Kepala Sekolah.

Wooseok terdiam cukup lama sambil menatap ke arah pintu ruangan Master Lee yang tertutup, ia masih berdiri di lorong, sendirian dan bersembunyi. Hingga akhirnya setelah sekitar hampir sepuluh menit kemudian, Wooseok rasa ini memang tidak benar.

Wooseok telah melanggar privasi Jinhyuk.

Mungkin dia memang sedang ada urusan dengan kepala sekolah? walaupun hal ini tetap terasa ganjil menurutnya, harus bertemu malam-malam begini diluar jam sekolah?

Setelah menghela napas pendek, Wooseok memundurkan langkahnya dengan perlahan lalu berbalik. Ia akan pulang. Lagipula takut Byungchan khawatir menunggunya di asrama. Bertemu Jinhyuk, mungkin bisa diketidak sengajaan lainnya.

Anytime and anywhere.

Wooseok menolehkan wajahnya saat merasa sedang diperhatikan, ia bisa melihat seekor burung hantu yang bertengger di batang pohon. Tanpa sadar Wooseok menarik satu sudut bibirnya, ia yakin itu burung hantu milik Yuvin yang sedang mencarinya. Memang pintar.

“Wooseok son of Aphrodite.”

Wooseok langsung mengangkat kepalanya yang tertunduk saat mendengar namanya dirafalkan dengan suara yang teramat dalam dan serak. Langkahnya yang baru saja hendak menuruni tangga ia urungkan. Kakinya perlahan mundur saat matanya menangkap sosok lima orang half blood yang berdiam di atas tangga seakan menunggunya turun.

“A-pa?” suara Wooseok tercekat diujung tenggorokannya membuat kelima manusia pucat itu terkekeh geli seperti menikmati ketakutan Wooseok.

Satu orang dengan perlahan menaiki tangga untuk mendekat, seperti pemimpinnya. Wooseok tidak tahu banyak tentang siapa-siapa saja half blood yang mempunyai kekuasaan disini, mungkin dari klan terkuat, anggota keluarga kerajaan di tempat asalnya.

Dingin. Wooseok bisa merasakan hawa yang berbeda saat dia berjalan semakin dekat.

“Jangan takut son of Aphrodite. Aku tidak mungkin menyakiti putra sang dewi.” katanya pelan, “Tidak baik berkeliaran sendirian seperti ini.”

Wooseok menelan ludahnya susah payah. Ia tahu para half blood hanya senang bermain-main. Tidak mungkin mereka menyakiti secara fisik. Apalagi Wooseok tahu ia tidak mempunyai masalah apa-apa dengannya.

“Ayo, aku akan mengantarmu pulang hingga ke asramamu.”

“Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri.”

Terdengar decakan samar yang membuat Wooseok meringis dalam hati. Sialan, apa ia sudah membuat half blood di depannya ini marah karena sudah ditolak kelewat cepat, “Maaf.” tambahnya pelan mencari aman.

Si half blood melirik sekilas pada teman-temannya lalu kembali menatap Wooseok yang tertunduk, “Tidak apa karena kau adalah Wooseok.” gumamnya membuat Wooseok langsung mengangkat kepala untuk menatap wajah si half blood. Setelah diperhatikan, wajahnya terlihat familiar, tapi Wooseok tidak tahu dia siapa. Mereka juga sepertinya tidak pernah menghadiri kelas yang sama.

Dia menundukkan sedikit wajahnya agar sejajar dengan telinga Wooseok, “Kau harus berhati-hati dengannya.” dia berbisik dengan suara berat.

Sumpah demi apapun detik itu Wooseok langsung merinding mendengarnya. Ia bisa merasakan hembusan napasnya yang sedingin es menerpa langsung tengkuknya. Namun, kening Wooseok berkerut dalam saat si half blood kembali menarik wajahnya untuk menjauh.

“Dengan siapa?” tanyanya penasaran. Siapa yang dimaksud half blood di depannya ini.

Si half blood belum menjawab, dia hanya menarik satu sudut bibirnya untuk menampilkan senyum miring,

“Behind you.”

Wooseok langsung berbalik dan ia melihat jelas sosok Jinhyuk yang sedang berjalan ke arah mereka.