A G O R A [V]

“SON OF APHRODITE!”

Wooseok tersentak kaget ketika ada yang menepuk kedua pundaknya dari belakang sehingga tangan yang menopang dagunya tergelincir, ia langsung berdecak sebal sambil mengumpat dengan bibir mungilnya. Mata bulat dibalik kacamatanya menyipit tajam menatap sosok yang baru saja duduk di sampingnya dan tersenyum tanpa merasa bersalah.

“APA?” sentaknya galak, “Kau mengagetkanku, Yuvin!”

Yuvin meringis sambil mengggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, “Aku memanggilmu dari tadi, kau tahu? tapi kau hanya terdiam tanpa berbalik. Kau melamun?”

“Tidak.” sanggahan Wooseok yang kelewat cepat hanya membuat kecurigaan seorang Yuvin semakin menjadi, dia menaikan satu alisnya sambil menatap lekat si putra Aphrodite tanpa takut, “Melamun apa siang-siang begini, huh?

“Aku bilang tidak ya tidak. Mana Sejin dan Byungchan?”

“Masih di ruangan Master Choi, entahlah sepertinya mereka tahun depan akan pindah kelas. Kenapa lama sekali konsultasinya.”

Terdengar helaan napas pendek dari Yuvin, tangannya mengambil asal buku tebal milik Wooseok yang ada di atas meja, lalu dijadikan bantal untuk kepalanya. “Aku ngantuk, sebelum kelas dimulai aku akan tidur. Tolong bangunkan nanti ya, cantik.”

Wooseok mencibir pelan mendengarnya, dia menatap jam dinding yang terpasang di atas papan tulis. Masih lima belas menit menuju kelas berikutnya, kelas Master Han.

Jari telunjuk lentik milik Wooseok terlihat mengetuk-ngetuk meja, netranya menatap ragu pada Yuvin yang sudah memejamkan mata dengan merebahkan kepala di atas buku miliknya.

“Bilang saja, Wooseok. Jangan menatapku seperti itu, kalau aku orang lain pasti mereka sudah mimisan ditatap oleh putra Aphrodite.”

Kedua kelopak mata putra Hermes itu perlahan terbuka, menatap Wooseok yang terlihat salah tingkah sambil menggigit bibirnya, Yuvin hanya terkekeh kecil.

“Sebenarnya, ada yang mau aku tanyakan padamu. Malam itu, siapa yang kau maksud teman?” Yuvin mengangkat badannya untuk untuk kembali duduk tegak, matanya menatap lurus pada Wooseok. Dia bertanya serius karena setahunya, Wooseok tidak banyak mempunyai teman, teman dekatnya hanya Byungchan dan Sejin, mungkin termasuk juga dirinya.

Just in case kamu lupa, aku tahu hampir semua anak disini... jadi, apa dia half blood? atau werewolf? karena tidak mungkin half olympian, malam itu jelas-jelas kau berjalan menjauhi dorm kita.”

”...aku tidak tahu.”

“Maksudmu?”

Wooseok menggelengkan kepalanya pelan, membenarkan kacamatanya sebentar sebelum kembali menatap Yuvin yang mengerutkan keningnya bingung. Katanya teman, kok tidak tahu?

“Aku serius, aku tidak tahu pasti. Tapi dia bukan half blood, dia tidak pucat... mungkin werewolf.”

“Malam itu? kau bertemu dengannya, kan?”

Yuvin bisa melihat Wooseok yang mengangguk kecil, “Aku hanya menyapanya, lalu aku langsung pulang ke asrama.”

“Dengan napas terengah? kata Byungchan kau seperti lari dikejar setan.”

Sungguh, Yuvin sejak tadi sudah dibuat penasaran dengan cerita Byungchan yang langsung mengoceh ketika bertemu dengannya saat dia baru selesai kelas.

“Wooseok pulang sekitar hampir setengah jam kemudian. Dia langsung menutup pintu terlihat kehabisan napas. Seperti habis berlari. Aku tanya kenapa, dia cuma bilang tidak apa-apa. Aneh, kan? Kira-kira dia kenapa ya, Vin?”

Memutar bola matanya, Wooseok sedikit merutuki si putra Artemis yang suka mengoceh itu, kenapa sih harus segala diceritakan pada orang lain, untungnya ini Yuvin.

Wooseok jadi terbayang kembali kejadian malam itu, begitu ia berbalik dan melihat sosok Jinhyuk, ia hanya sempat menyapanya dan kemudian bejalan secepat mungkin keluar dari gedung sekolah hingga ke asrama. Wooseok tidak tahu apa yang kemudian dibicarakan oleh Jinhyuk dan juga Eunwoo setelahnya. Dia pulang dengan pikiran yang sibuk beputar antara rasa penasarannya pada Jinhyuk dan Master Lee juga ucapan Eunwoo yang terus terngiang.

“Yuvin, kau tahu.. half blood yang terlihat berkuasa? maksudku dari klan tertingi mungkin? disini?”

Yuvin mengangguk pasti, tentu saja itu hal mudah yang diketahuin olehnya. Pandangannya sedikit menerawang untuk mengingat beberapa nama, “Di tingkat tiga ada Taehyung dan Taeyong, di tingkat dua cukup banyak, namun yang paling tinggi setahuku Eunwoo, sedangkan yang satu tingkat den-”

“Eunwoo, aku bertemu dengannya malam itu.” potong Wooseok setelah mendapatkan nama yang dimaksud, ternyata dugaannya benar, Eunwoo dari salah satu klan tertingi, pantas saja terlihat begitu percaya diri.

“Apa?” Yuvin cukup melebarkan matanya mendengar ucapan Wooseok. Wooseok dan Eunwoo? Yuvin cukup tahu sepak terjang seorang Eunwoo menurut rumor, dia seperti ketua geng yang senang bersenang-senang sambil memanfaatkan status orangtuanya. Juga dia cukup tahu kalau Wooseok tidak terlalu nyaman dengan para kulit pucat itu, jadi bagaimana bisa?

“Buat apa? Kau berteman dengannya? Aku kira itu bukan ide yang baik kau berteman dengan Eunwoo, masih banyak half blood yang lain, Seok.”

Wooseok langsung menepuk lengan Yuvin cukup keras begitu Yuvin selesai bicara, “Siapa yang mau berteman dengannya, yang benar saja! teman half bloodku cuma Yohan.” katanya jengkel.

“Hng.. kalau kau jadi aku, apa kau akan percaya pada setiap omongannya? Kau tahu, aku tidak begitu kenal para half blood jadi ya... aku tidak tahu bagaimana mereka sebenarnya.” tambahnya, tersirat nada keraguan dan kebingungan yang bisa Yuvin tangkap dari suara Wooseok.

Sambil mengusap-ngusap lengannya yang menjadi korban kekerasan Wooseok, Yuvin kembali mengerutkan keningnya, dia mendesah frustasi, “Bisa tidak kau tidak memutar-mutar kalau bicara? ceritakan semuanya dari awal, baru aku bisa berkomentar, Wooseok.”

“Tidak bisa. Aku sendiri belum yakin, Yuvin! Nanti, nanti aku pasti akan bercerita padamu, untuk sekarang cukup jawab dulu. Kau akan percaya atau tidak dengan ucapan Eunwoo?”

“Aish.. kau ini benar-benar dingin, setara dengan si kulit pucat, tahu?” Yuvin mendesis menatap Wooseok, “Entahlah, aku tidak akan percaya sepenuhnya, tapi aku juga tidak bisa mengabaikan ucapnya begitu saja, mungkin seperti itu.”

Wooseok menghela napas panjang sambil menelungkupkan kepalanya diatas lengan, “Kau malah membuatku semakin bingung, Yuvin!” gerutunya sambil menghentakan kaki di bawah meja membuat Yuvin menggelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan tingkah Wooseok saat ini.

”...lantas apa kau tahu yang namanya Jinhyuk?” gumam Wooseok samar masih sambil menelungkupkan wajahnya.

“Siapa?”

“Jinhyuk.” ulang Wooseok cukup jelas, kepalanya diangkat dan berganti menjadi terkulai malas di atas meja, mata bulatnya menatap penasaran pada Yuvin yang hanya terdiam.

“Kau tahu dia, Vin?” tanyanya sambil mengerutkan kening. Yuvin mengerjap sebentar sebelum tersenyum tipis dan menggelengkan kepala sambil membalas tatapan kebingungan di paras Wooseok.

“Tidak. Aku tidak tahu.. siapa itu? bagaimana kau kenal dia, Wooseok?”

Wooseok memilih memejamkan matanya alih-alih langsung menjawab pertanyaan Yuvin, dia lagi-lagi menghela napas panjang.

“Aku tidak tahu.. aku hanya tidak sengaja mengenalnya.”

Wooseok tidak tahu, kalau telapak tangan Yuvin yang berada di bawah meja tiba-tiba berkeringat dingin ketika mendengar ucapannya.

Jinhyuk? kenapa Jinhyuk mendekati Wooseok? apa teman yang dimaksud Wooseok adalah Jinhyuk? apa aku harus bertanya pada Seungwoo? batinnya penuh tanda tanya.


“Yohan!”

Wooseok berlari kecil melintasi arena panahan, suaranya cukup mencuri beberapa pasang mata yang berada disana untuk menatap paras cantiknya. Mengabaikan mereka yang kebanyakan kaum werewolf, Wooseok tersenyum lebar saat akhirnya sampai di tepi tribun yang diduduki oleh Yohan yang baru selesai berlatih.

“Tidak salah? putra Aphrodite menghampiriku?” candaan Yohan membuat Wooseok menepuk pundaknya tanpa sungkan. “Kau berlebihan.”

“Ada apa, Wooseok?” Yohan bertanya sambil sibuk membereskan alat-alat panah yang tadi dia gunakan, dimasukan ke dalam tas panjang berwarna hitam dengan logo sekolah mereka tercetak jelas di atasnya.

“Kau sudah selesai latihan? apa masih sibuk?”

“Tidak, habis ini aku hanya akan menonton disini. Aku juga akan bertemu teman.”

“Half blood?”

Yohan menggelengkan kepalanya, lalu dagunya menunjuk seseorang yang berjalan ke arah mereka, hingga Wooseok ikut mengikuti arah pandangannya.

“Kau berteman dengan werewolf, Yohan?” bisik Wooseok penasaran saat sosok teman yang dimaksud Yohan semakin mendekat. Wooseok tahu karena beberapa kali pernah satu kelas dengannya.

Sebuah tawa langsung terdengar dari bibir Yohan, dia menggukkan kepalanya, “Tentu saja. Tidak salah berteman dengan siapa pun, Wooseok. Kita di sini memang untuk bersekolah, tapi kita juga harus bersosialisasi kan? Kita tinggal di Agora yang hanya diisi oleh tiga jenis kaum. Kalau tidak punya teman, hidupmu akan susah.”

“Kecuali dirimu mungkin, entahlah aku tidak tahu kalau untuk para half olympian tingkat atas sepertimu. Mungkin akan dilindungi sang dewa, iya?” tambahnya sambil tersenyum.

Wooseok hanya mengangkat bahunya, dia tidak tahu. Kepalanya sedikit mendongak untuk menatap sosok “teman” Yohan yang sudah berdiri di depan mereka.

“Wow, aku kira hanya rumor kalau kau berteman dengan putra Aphrodite, Yohan!” sapanya pertama kali sambil duduk di samping Yohan dan meninju pelan lengan atasnya, dia juga tersenyum tipis pada Wooseok yang menatapnya.

“Begitulah.. kelasmu baru selesai?”

“Daritadi, aku hanya perlu mampir ke suatu tempat dulu. Maaf lama.”

Yohan mengibaskan tangannya, “Santai saja, aku juga baru selesai latihan.”

“Kau mau pergi?” Wooseok menepuk pundak Yohan agar menatapnya, ia merasa diabaikan saat Yohan terus berbicara dengan temannya itu.

“Tidak, kau sebenarnya ada apa? aku masih heran alasanmu mencariku.” balas Yohan yang membuat Wooseok terdiam, ia mendadak ragu dengan tujuannya. Tangannya menarik lengan Yohan yang terasa dingin di kulitnya, Yohan hanya menurut untuk berdiri. Kepala Wooseok menoleh pada teman Yohan itu, “Pinjam Yohan sebentar.” katanya pelan, kemudian langsung menarik Yohan menjauh.

“Sebentar, Gyul.” ujar Yohan, dan temannya itu hanya mengacungkan jempolnya.

“Ada apa?” tanya Yohan serius ketika mereka sudah menjauh, berdiri berhadapan di tribun paling atas karena disini cukup sepi, beberapa orang menonton di barisan bawah.

Wooseok menggigit bibirnya, mendongak menatap Yohan yang masih menungu, “Kau bisa membantuku?” bisiknya.

“Membantu apa? aku pasti membantu kalau bisa.”

“Aku ingin bertemu Eunwoo.”

“Apa?” Yohan berbicara cukup keras hingga Wooseok harus menutup mulut si half blood itu dengan telapak tangan mungilnya. “Diam!” bisiknya penuh penekanan.

“Buat apa? kenapa harus Eunwoo?” semburnya ketika tangan mungil itu berhasil dia singkirkan dari mulutnya.

“Aku harus bicara dengannya dan aku minta kau menemaniku bertemu dengannya. Kau tahu, aku tidak berani kalau harus sendirian.”

Yohan mengusak belakang rambutnya sesaat mendengar permintaan putra sang dewi, dia tidak mengenal sosok Eunwoo dari klan tertingi di tingkat dua, coba kalau Wooseok minta bertemu dengan Jaehyun atau siapapun siswa tingkat satu, Yohan akan dengan mudah mengizinkannya.

“Sekalian saja kau minta dipertemukan dengan Taehyung!” katanya sambil berdecak.

“Kau tidak mengenalnya?”

“Tentu saja tidak, Wooseok. Aku hanya tahu dan sering berpapasan dengan dia dan atenk-anteknya. Aku malas berurusan dengannya, aku ingin masa sekolahku tenang dan damai tanpa diwarnai masalah.”

Wooseok mencebikkan bibirnya, harapannya hanya Yohan yang bisa membantu, Wooseok cukup waras untuk tidak berselonong ke kawasan para half blood dan menemuin Eunwoo seorang diri. Walaupun dia yakin, Eunwoo tidak akan macam-macam, namun nyalinya cukup ciut bila harus berduaan dengan si kulit pucat itu.

“Benar kau tidak bisa membantu?” Wooseok mengerjapkan mata bulatnya, sedikit berharap kembali semoga manusia dingin ini luluh oleh tatapan memelasnya, namun harapannya langsung patah saat gelengan tegas Yohan hadirkan. “Maaf.” balasnya parau.

“Oh.. okay, tidak apa-apa. Tapi, tolong beri tahu aku. Dimana kira-kira kalau aku ingin bertemu dengannya.” Wooseok berbicara dengan ragu, ia akan mencoba sendiri, “Selain lingkungan kelas para half blood, aku tidak ingin menarik perhatian yang lain.” tambahnya.

“Kau gila.”

“Aku serius! Aku akan menemuinya, sendiri!”

Yohan menghembuskan napas berat, dia baru tahu kalau putra Aphrodite ini bisa begitu keras kepala. “Tunggu dua hari lagi. Besok dan lusa aku sibuk.” katanya.

“Bagaimana? maksudmu?”

“Aku akan menemanimu.”

Wooseok memekik keras dan tersenyum lebar mendengarnya, tangannya langsung memegang lengan Yohan dan berterimakasih tanpa henti.

“Apa aku boleh tahu, kau ada urusan apa dengan seorang Eunwoo?” Yohan bertanya dengan kedua tangannya yang mengutip di atas kepala, menekan kata urusan.

“Nanti saja, kau bisa mendengarnya secara langsung. Ayo kembali ke bawah, temannu sudah menunggu. Aku juga akan menonton latihan panahan sebentar sebelum pulang ke asrama, pasti Byungchan akan mengoceh kalau aku belum pulang.”

Yohan hanya menghela napas menatap tangannya yang dituntun oleh Wooseok, “Kenapa tidak minta tolong pada Byungchan?”

“Aku rasa, lebih aman denganmu. Kau kan sesama half blood, kalau ada apa-apa kau bisa melawannya, kan?”

“Yang benar saja! Aku akan kalah kalau berurusan dengan dia.”

Wooseok mengangkat bahunya, “Tapi, aku yakin Eunwoo tidak akan macam-macam.”

“Padamu, belum tentu kepadaku, Wooseok.”