A G O R A
[V]
Seharusnya ia tidak melakukan ini setelah kejadian tadi malam. Namun, Wooseok tidak bisa menahan rasa penasarannya yang tidak kunjung hilang tentang Jinhyuk sejak tadi ia membuka mata. Maka setelah sarapan, Wooseok bergegas ke area kandang kuda dengan berbagai alasan yang ia berikan pada Byungchan. Untungnya putra Artemis itu juga akan berlatih panahan di hari Minggu ini, sehingga tidak bertanya lebih lanjut.
Wooseok merapatkan jaket berwarna mustard kebesaran yang dikenakannya, ia juga memasang kupluk yang menutupi sebagian kepalanya. Tidak banyak kegiatan yang dilakukan oleh para siswa di hari Minggu seperti ini. Kebanyakan hanya malas-malasan di kamar masing-masing, apalagi sekarang waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi, tadi saja saat Wooseok dan Byungchan sarapan suasana tidak begitu ramai.
Sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket, Wooseok terus berjalan melintasi lapangan yang tampak sepi, hanya terlihat beberapa orang yang sedang berolahraga. Langkahnya terus berjalan melewati taman utama sekolah, Wooseok sedikit mendesah ragu ketika berbelok ke arah barat, ke samping pavilion hingga akhirnya ia bisa melihat sebuah gerbang tinggi yang terbuka lebar.
Kandang kuda.
Wooseok bisa melihat beberapa pekerja yang sedang memberi makan kuda, ada juga yang memandikannya. Mereka tampak sibuk masing-masing.
Beberapa orang tersenyum sambil menyapanya, terlalu heran mendapati putra sang dewi berkujung di pagi hari seperti ini. Sebuah kejadian langka. Wooseok hanya membalas dengan senyum tipis dan mulai membawa langkahnya semakin dalam memasuki kandang kuda.
Wooseok juga berpapasan dengan beberapa orang yang menuntun kuda, baik werewolf maupun half olympian yang akan menunggang. Sekedar untuk berjalan-jalan di hari Minggu pagi atau berolahraga sungguh-sungguh di arena pacuan yang berada tepat di samping kadang kuda. Memang tidak ada batasan dalam menggunakan kuda-kuda disini, semua siswa bebas meminjamnya.
Kepala Wooseok menoleh ketika melewati kandang yang dulu begitu familiar untuknya, tempat kudanya berlatih ketika kelas menunggang. Tanpa sadar ia mendesah kecewa karena sekarang kandang kuda itu tampak kosong, mungkin kuda berwarna putih itu sedang digunakan oleh orang lain.
Semakin dalam Wooseok berjalan hingga akhirnya sampai di depan kandang paling ujung, tampak Emrys yang sedang makan, namun tidak ada sosok Jinhyuk disana.
“Emrys..” bisiknya sambil mengusap surai hitam kuda jantan itu. “Kau apa kabar?”
Tawa kecil keluar dari bibir Wooseok, ia menggelengkan kepalanya saat sadar pertanyaan bodoh yang baru saja ia tanyakan. Tentu saja jawabannya hanya suara ringkikkan nyaring.
“Wooseok?”
“Seungwoo..” gumam Wooseok begitu mendengar namanya diserukan dengan ragu. Di depannya tampak gagah putra Zeus yang menuntun seekor kuda jantan setinggi hampir 1.7 meter berwarna coklat tua dengan surai panjang yang menjuntai di atas kepalanya.
“Sedang apa disini? akan menunggang?”
Seungwoo bertanya sambil mengerutkan alisnya, menatap Wooseok sekilas sebelum sibuk membuka kandang kuda yang hanya terhalang satu ruang dengan kandang milik Emrys. Dia memasukkan kuda yang tadi dituntunnya, mengunci pintunya kembali dan kemudian berjalan mendekati Wooseok.
“Thoroughbred jantan, pilihan yang bagus.” tambahnya saat sudah berdiri tepat di samping Wooseok dan ikut memandang Emrys.
“Tidak. Aku hanya melihat-lihat saja. Habis menunggang?”
Sambil mengulas senyum tipis, Wooseok bertanya basa-basi dan dia mendapati Seungwoo yang mengangguk kecil. Terlihat sedikit peluh yang membasahi dahi hingga rambutnya tampak sedikit basah, namun tidak mengurangi sedikitpun ketampanan putra sang dewa nomor satu itu.
“Begitulah. Aku kira tadi bukan dirimu, dari samping tampak familiar tapi karena kepalamu tertutup aku sempat ragu.” jelas Seungwoo. Pandangannya kemudian berpindah dari Emrys ke arah Wooseok yang langsung menurunkan kupluk jaket dari kepalanya sambil meringis.
“Apa nilaimu saat dulu kelas menunggang? A?”
“B+”
Dan Seungwoo tertawa pelan dengan suara berat hingga matanya tampak menyipit. Sambil tangannya mengelus pelan kepala Emrys dia berkata. “Tidak buruk. Tapi, jangan dia kalau begitu, pilih kuda yang lain saja. Sepertinya kau tidak akan bisa mengimbanginya. Nanti yang ada kau dibawa kabur oleh kuda ini.”
Si putra Aphrodite hanya mencebikkan bibirnya mendengar petuah dari Seungwoo. “Lagipula aku tidak berniat menungganginya. Kan aku tadi bilang, aku.. hanya melihat-lihat saja. Hanya.. ya.. sudah lama aku tidak melihat kuda disini.”
“Disana. Aku rasa itu akan cocok untukmu. Itu kuda Tennessee yang selalu Sejeong gunakan untuk berlatih. Pakai saja.”
Wooseok mengikuti arah yang ditunjuk oleh Seungwoo dan ia mengangguk sambil mengucap terimakasih. Jenis kuda yang sama dengan kuda untuk berlatihnya dulu, pilihan Seungwoo tidak salah memang.
“Masih lama?”
“Apanya?”
“Kau, disini.”
“Oh..” Wooseok tampak melihat sekelilingnya sebentar, netranya tentu saja mencari sosok Jinhyuk, namun pemuda jangkung itu tidak terlihat sedikitpun tanda-tandanya. “Masih.” putusnya, Wooseok akan menunggu sebentar lagi.
“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.” satu tepukan kecil di pundak Wooseok menjadi gestur pamit dari Seungwoo. Putra Zeus itu menampilkan senyum menawannya sebelum benar-benar berjalan meninggalkan Wooseok sendirian. “Sampai nanti.”
“Sampai nanti.” balas Wooseok.
Begitu punggung Seungwoo semakin menjauh, Wooseok menghela napas panjang. Dirinya kembali menatap Emrys yang masih sibuk makan, bahkan kuda pun perlu sarapan, batinnya berbicara.
“Apa tidak ada yang menunggangimu hari Minggu ini, Emrys?” tanyanya sambil melipat tangan di depan dada. “Kemana tuanmu itu!” lanjutnya dengan nada sedikit kesal.
Wooseok seakan lupa dengan ucapan yang tadi malam dia dengar, tentang Jinhyuk. Tentang dirinya yang harus berhati-hati. Namun, tidak bisa dibohongi jauh di dalam hatinya ia masih menyimpan curiga tentang pertemuan Jinhyuk dan Master Lee tadi malam.
Lantas, untuk apa sekarang ia repot-repot pagi hari begini sudah berada di kandang kuda alih-alih kembali menikmati waktu libur di kamarnya? atau ikut berlatih panahan dengan putra Artemis misalnya? Wooseok tidak tahu. Entah hanya karena rasa penasarannya tentang sosok Jinhyuk atau memang ada hal lain yang mendorongnya untuk datang kesini.
Wooseok sibuk dengan pikirannya yang mempertanyakan alasannya sendiri, sehingga dirinya tidak menyadari kehadiran seseorang yang berjalan di belakangnya.
“Wooseok son of Aphrodite.”
Sebuah suara khas yang berat dan dalam terdengar begitu dekat di sampingnya. Kepalanya menoleh cepat dan netranya langsung bisa menangkap sosok jangkung Jinhyuk yang memakai hoodie, berwarna hitam.
Sebuah senyum tipis tanpa sadar tergambar di paras Wooseok. Akhirnya, yang ia tunggu daritadi.
“Emrys.. kau sarapan ditemani putra sang dewi.” ujar Jinhyuk sambil mengelus kepala Emrys dan kemudian seperti biasa, kuda jantan itu seperti merespon ucapan Jinhyuk dengan mengeluarkan suara ringkikkan cukup nyaring.
“Sedang apa disini?” suara berat Jinhyuk kembali terdengar, dia menatap Wooseok dengan pandangan dalamnya, seperti waktu itu.
Wooseok menelan ludahnya sebelum menjawab. “Hanya jalan-jalan.. kau tahu ini hari Minggu. Aku.. hanya bosan di asrama.” katanya sambil membalas tatapan Jinhyuk dan Jinhyuk langsung menarik sedikit satu sudut bibirnya. “Alasan yang masuk akal.” responnya.
“Terserah.” balas Wooseok sambil kembali memasang kupluknya dan tangannya juga kembali bersembuyi di balik saku jaket. Gerak geriknya tidak luput dari pandangan Jinhyuk yang masih menatapnya, berdiri di hadapannya dengan jarak kurang dari satu meter.
“Tadi malam..” suara Jinhyuk tampak menggantung, netranya masih mengunci tatapan Wooseok. Kedua tangan Wooseok yang berada di dalam saku jaket mendadak berkeringat dan jantungnya berdetak cepat.
“Aku pergi dulu.” cicitnya lalu memundurkan langkah dan berbalik untuk pergi. Ia tidak tahu harus menjawab apa bila Jinhyuk bertanya alasannya berada di sekolah tadi malam bersama para half blood itu. Wooseok tidak mungkin mengatakan pada Jinhyuk kalau ia membuntutinya dan ia juga sudah diperingatkan terhadap Jinhyuk. Wooseok sendiri masih belum tahu alasan dari perkataan half blood tadi malam.
Wooseok masih belum mengerti maksudnya.
“Tunggu.”
Wooseok berbalik saat sebuah tangan mencekal lengan atasnya. Ia tidak berani mendongak untuk menatap langsung wajah Jinhyuk yang berada sangat dekat dengannya. Napas hangat Jinhyuk kembali menerpa puncak kepalanya. Wooseok menahan napas dan memejamkan matanya dengan rapat saat tangan Jinhyuk membuka kupluk yang menutupi sebagian wajahnya.
Berbagai pikiran negatif berkeliaran di kepalanya, bagaimana kalau Jinhyuk ternyata benar-benar berbahaya, bagaimana kalau ucapan half blood tadi malam benar, bagaimana kalau-
“Mau berjalan-jalan bersamaku?”
Wooseok perlahan membuka mata dan menghembuskan napas lega ketika tidak terjadi apa-apa padanya. Setidaknya kali ini, ia selamat.
Kepalanya mendongak secara perlahan dan mata kelam itu kembali menyambutnya. Iris mata segelap malam di Agora. Namun, iris mata dengan tatapan tajam itu sedikit melembut kali ini.
“Kau, takut padaku?” bisiknya.
Wooseok membenarkan kacamatanya, terdiam sesaat lalu menggeleng pelan. Tangan Jinhyuk masih memegang lengan atasnya dan jarak mereka tidak dikurangi sedikit pun. “Pembohong yang buruk.” gumam Jinhyuk dengan suara serak.
Tangannya melepaskan lengan Wooseok begitu saja, serta memberi jarak kembali diantara mereka. Dia langsung berbalik dan melangkah. Memunggungi begitu saja sosok Wooseok yang masih terpaku.
“Pulanglah.”
Jinhyuk mengusap kepala Emrys sebelum membuka kunci kandangnya, menuntun kuda jantan itu keluar dari kandang. Memasangkan pelana lalu berjalan melewati Wooseok yang masih terdiam di tempatnya.
“Jinhyuk.”
Untuk pertama kalinya Jinhyuk mendengar suara merdu Wooseok yang merafalkan namanya. Dia tahu Wooseok sudah mendengar langsung siapa namanya saat temannya memanggil kala itu. Jinhyuk baru tahu, namanya terdengar begitu indah.. bila putra sang dewi yang merafalkannya.
Langkah kaki Jinhyuk yang menuntun Emrys berhenti, “..aku ikut.” suara Wooseok terdengar pelan dan penuh keraguan. Sebelum berbalik dan menatap wajah cantik Wooseok, Jinhyuk mengulas senyum yang teramat samar di paras tampannya.
“Pilih kudamu.”
Wooseok mengangguk cepat lalu langkah kecilnya berjalan ke arah kandang kuda yang tadi ditunjuk oleh Seungwoo. Dibantu salah seorang penjaga disana, ia mengeluarkan kuda dan memasangkan pelana.
Cukup lama terakhir kali Wooseok menunggang, ia sempat dilanda ragu saat menuntun kuda berwarna coklat setinggi 1.5 meter itu ke arah Jinhyuk.
“Ayo.”
Mereka berjalan pelan bersisian sambil menuntun kuda masing-masing untuk keluar gerbang. Wooseok bisa merasakan presensinya yang membuat beberapa pasang mata menatapnya penasaran. Dia melirik Jinhyuk yang berjalan dengan tenang di sampingnya, tidak tampak terganggu dengan orang-orang yang belalu lalang memperhatikan mereka.
“Kau terlalu cantik.” Wooseok mengerjapkan mata bulatnya dibalik kacamata ketika mendengar ucapan Jinhyuk yang tiba-tiba.
“Terlalu menarik perhatian.”
Tangan kirinya langsung memasang kembali kupluk yang tadi sempat dibuka oleh Jinhyuk. Sedangkan, tangan kanannya semakin erat memegang tali yang yang menuntun kuda.
Perkataan Jinhyuk, membuat jantungnya berdebar dan ia bisa merasakan panas di kedua pipinya.
“Kita.. tidak ke arena pacuan?”
Jinhyuk menggelengkan kepala ketika Wooseok bertanya dengan alis yang menyatu, bingung. “Ikuti saja aku.” jawabnya. Dan Wooseok hanya mengangguk, langkah kakinya mengikuti Jinhyuk yang berjalan tenang menuntun kuda ke arah belakang sekolah.
“Perlu bantuan?”
Wooseok mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya, ia kesulitan saat akan manaiki kuda. Jinhyuk yang sudah duduk di atas kuda miliknya langsung turun kembali, langkah panjangnya berjalan ke arah Wooseok.
Dengan bantuan Jinhyuk yang membantu mengangkatnya dengan memegang pinggangnya, Wooseok berhasil duduk di atas pelana. Dia menghela napas gugup sambil mengusap-ngusap leher kuda coklat tersebut.
“Hati-hati, pelan-pelan saja.” ujar Jinhyuk yang masih berdiri di sampingnya. Tangan kokohnya mengusap kepala kuda itu dan matanya menatap Wooseok. Wooseok mengangguk kecil sambil tersenyum tipis.
Setelah memastikan Wooseok aman, Jinhyuk kembali ke kudanya dan dia dengan mudah kembali duduk di atasnya.
Awalnya kuda mereka berjalan pelan, menyusuri jalan di belakang sekolah hingga perlahan Jinhyuk yang lebih dulu memacu membuat Emrys berlali kecil dan mengeluarkan suara ringkikkan nyaring. Wooseok yang mulai terbiasa hanya mengikuti dan berhasil menyusul Jinhyuk hingga mereka kembali menjadi bersisian.
Wooseok tapsir kali ini mungkin sudah pukul 8 pagi, namun kabut tipis tampak masih terlihat di hutan belakang sekolah ini. Suara kaki kuda, suara burung serta suara berbagai hewan di dalam hutan menemani perjalanan mereka.
“Kau pernah ke sungai Alios?” Jinhyuk bertanya dengan suara cukup keras.
“Pernah.”
Jinhyuk mengangguk lalu mengedikkan kepalanya ke arah depan, “Ikuti aku.” setelah berkata demikian, Jinhyuk menambah kecepatannya dalam memacu. Membuat Emrys kembali bersuara nyaring dan berlari dengan keempat kaki kokohnya.
Wooseok tersenyum lebar dan mulai mengikuti Jinhyuk. Kemampuan menunggangnya tidak memalukan juga ternyata. Walaupun jelas dia sadar berada jauh dibawah Jinhyuk. Wooseok tahu Jinhyuk beberapa kali memperlambat kecepatannya agar Wooseok tidak tertinggal cukup jauh di belakangnya.
Semakin jauh ke dalam hutan, Jinhyuk semakin memperlambat kecepatannya dan memberikan tanda agar Wooseok berada di sampingnya. “Sebentar lagi.” katanya.
Wooseok mengangguk, ia sudah bisa mendengar suara arus air yang berasal dari air terjun di hulu sungai. Air terjun tempat para werewolf bermain. Mungkin Jinhyuk sengaja mengajaknya kesini.
“Sebentar, biar aku bantu.”
Jinhyuk turun dari kudanya terlebih dulu, dia lalu mengikat tali pada pohon yang cukup kokoh. Tungkainya lalu melangkah mendekati kuda Wooseok. Menuntun kuda tersebut ke arah pohon yang sama dan mengikat talinya juga. Wooseok hanya memperhatikan dalam diam segala tingkah Jinhyuk dengan dirinya yang masih berada di atas kuda.
“Hati-hati.”
Tangan Jinhyuk kembali memegang pinggang kecil Wooseok yang mencoba untuk turun. Tangan Wooseok sendiri sudah bertumpu pada kedua pundak lebar milik Jinhyuk.
Ketika Wooseok turun, ia bisa merasakan tangan Jinhyuk yang menahannya, memegang pinggangnya dengan sedikit mencengkram hingga kakinya bisa berpijak sempurna di atas tanah.
“Terima..” ucapan Wooseok tertahan di tenggorokan ketika ia mendongak dan menyadari jarak mereka yang sangat dekat. Tangannya masih bertumpu di atas pundak Jinhyuk dan tangan Jinhyuk belum terlepas dari kedua sisi pinggangnya.
Jantungnya berdegup kencang saat iris gelap itu kembali menerobos masuk semakin dalam melalui tatapannya. Kali ini Wooseok bisa menatap jelas setiap inchi dari paras Jinhyuk.
Dahinya terlihat jelas karena rambutnya tersingkap saat tadi menunggang, alis tebal dan tegasnya. Garis mata hingga bulu mata panjangnya. Tulang hidung yang tinggi. Garis rahangnya yang terlihat sempurna serta keseluruhan garis tegas di wajahnya. Dilihat dari jarak sedekat ini, Wooseok mengakui... Jinhyuk begitu tampan.
Seakan telah puas menatap keseluruhan wajah Jinhyuk, iris coklat Wooseok kembali bersitatap dengan iris hitam milik Jinhyuk yang tidak lepas sedikitpun memandangnya sejak tadi.
Napas keduanya terasa memburu menerpa wajah masing-masing.
Iris mata Jinhyuk bergulir sedikit menatap rona kemerahan yang terlihat jelas di kedua pipi Wooseok. Perlahan tangannya terangkat untuk merapikan rambut Wooseok yang sedikit berantakan akibat kupluknya yang terlepas sejak tadi. Wooseok hanya bisa menahan napas dibuatnya, kedua tangannya yang berada di atas pundak Jinhyuk mengepal gugup.
Tanpa bicara apapun hanya dengan sedikit perlakuannya, Jinhyuk bisa membuat putra Aphrodite yang dipuja banyak orang terbungkam.
“Wooseok son of Aphrodite.”
Wooseok seakan kembali dari pikirannya ketika suara berat Jinhyuk berbisik dengan tenang. Tangannya yang berada di atas pundak Jinhyuk langsung dilepaskan dan Wooseok mengambil langkah untuk sedikit menjauh membuat tangan Jinhyuk yang berada di pinggangnya terlepas begitu saja. “Maaf.”
Jinhyuk menarik sedikit sudut bibirnya melihat reaksi Wooseok. “Kau cantik, saat tersipu.” katanya dan Wooseok hanya bisa merutuki tingkah bodohnya barusan.
“Nevermind.” bisiknya sambil berjalan meninggalkan Jinhyuk.
Lagi-lagi Jinhyuk menampilkan senyum samar melihat tingkah putra Aphrodite itu.
Langkah kecil Wooseok dengan mudah disusul oleh Jinhyuk. Keduanya kembali berjalan bersisian, “Itu air terjunnya!” ujar Wooseok sambil menunjuk antusias dengan tangannya. Kepalanya menoleh cepat ke arah Jinhyuk, “Apa tidak terlalu jauh kita meninggalkan kuda di sana?”
“Tidak. Sudah biasa, disana lebih banyak banyak rumput untuk mereka.” balas Jinhyuk. Wooseok hanya membulatkan mulutnya tanpa banyak protes, lagipula Jinhyuk yang lebih tahu.
Wooseok membuka sepatunya dengan cepat, menggulung celana hingga sebatas lutut. Rupanya terlihat beberapa orang yang juga sedang bermain disana, entahlah Wooseok tidak mengenalnya.
Lagipula ia tidak perduli.
Begitu selesai, Wooseok langsung duduk di atas batu besar dengan kakinya yang masuk ke dalam air. Ia sempat berjingkat saat merasakan dinginnya air sungai Alios. Alios merupakan salah satu sumber air utama bagi tanah Agora. Kepalanya menengadah menatap tinggi air terjun di depannya, mungkin sekitar 35 meter dengan aliran air yang cukup deras. Sengaja ia duduk cukup jauh agar menghindari cipratannya.
Wooseok lupa kapan pastinya terakhir kali ia kesini, waktu itu kalau tidak salah bersama Byungchan ketika menemaninya berburu, mungkin beberapa bulan lalu.
Karena terlalu antusias, Wooseok sampai melupakan sosok Jinhyuk. Ia berbalik dan memperhatikan Jinhyuk yang duduk diatas batang pohon tumbang di tepi sungai tidak jauh darinya, dia baru saja akan membuka sepatunya.
Wooseok baru melihat Jinhyuk sekitar dua minggu lalu dari satu tahun lamanya ia bersekolah di Agora. Kemana saja ia selama ini?
Wooseok dikenal sangat membatasi dalam berteman, namun dengan Jinhyuk rasanya berbeda. Wooseok begitu mudah percaya, buktinya hari ini. Dengan mudah ia mengikutinya, mengiyakan ajakannya, pergi berdua dengannya.
Jinhyuk, bisik Wooseok dalam hatinya tanpa sadar.
Jinhyuk mengangkat wajah saat selesai melepas sepatunya, pandangannya justru bertemu dengan iris coklat dibalik kacamata bulat milik putra Aphrodite yang masih menatapnya, diantara mereka hanya terdengar suara gemuruh dari arus air terjun.
Tanpa ada yang berniat mengalihkan tatapan lebih dulu, keduanya hanya saling menatap dalam diam. Seakan melanjutkan yang belum selesai, mereka kembali menyelami tatapan masing-masing walaupun dengan jarak yang tidak sedekat tadi.
Dan untuk pertama kalinya Wooseok melihat sebuah senyum hangat di wajah tegas Jinhyuk. Tanpa ragu, seakan ada yang menggelitik perutnya, Wooseok ikut menarik kedua sudut bibirnya, membalas senyum Jinhyuk.
Wajahnya terasa memanas saat Jinhyuk berdiri dari duduknya dan berjalan pelan menghampirinya.
“Kenapa?” tanya Jinhyuk langsung ketika sudah duduk di atas batu tepat di samping kirinya. Dia juga menggulung celana panjangnya. Wooseok menggelengkan kapalanya dan sibuk menunduk untuk menatap kaki telanjangnya yang berada di dalam air, kakinya dimainkan sehingga menimbulkan riak kecil hingga kaki Jinhyuk turut bergabung dengannya. “Tidak apa-apa.” jawabnya lirih.
Jinhyuk menghela napas pendek, menatap paras Wooseok dari samping. “Sudah aku bilang tadi...” dia menjeda ucapannya membuat wajah Wooseok kembali terangkat dan mata bulat dibalik kacamata itu menatap penasaran pada Jinhyuk yang sekarang justru mengalihkan tatapan ke depan, menatap jauh ke atas dengan senyum tipis di bibirnya.
“Kau cantik saat tersipu, Wooseok.”
di pertemuan pertama, ia mengabaikannya,
di pertemuan kedua, ia mengetahui namanya,
di pertemuan ketiga, ia dibuat penasaran,
dan di pertemuan ke empat, ia dibuat bergedup.