masganteng au

“Aku kekenyangan, tadi kakaknya nyuruh aku makan yang banyak, Massss...”

Jinhyuk mendengus kecil sambil melirik sekilas ke arah kursi belakang melalui kaca spion untuk menatap adiknya yang mengadu, kedua tangannya sibuk memutar kemudi sambil memasuki lahan parkir di sebuah kedai gelato yang tidak terlalu jauh dari Trampoline Park yang tadi mereka kunjungi.

“Makan banyak gimana? itu kan memang biasa juga segitu porsinya, dek.” sahut Jinhyuk saat mendengar ocehan adiknya.

Ada-ada saja.

Sedangkan Kim Wooseok yang duduk di samping Jinhyuk langsung meringis kecil. Merasa sadar kalau dialah si kakak yang dimaksud oleh anak tersebut.

Oke, ini semua bermula saat tadi mereka makan dulu sebelum ke sini.

“Iya, maaf ya Jinu. Kakak kan cuma ngasih tahu, kalau makan itu baiknya dihabiskan.”

Selama di jalan, Wooseok tahu Jinu beberapa kali mengusap-ngusap perutnya dan terus mencicit perutku jadi besar karena aku kenyang!

Kelakuannya itu berbanding terbalik dengan keponakannya yang anteng memegang sebuah mainan dari Happy Meal yang tadi dia dapat.

Sambil sedikit memiringkan duduknya agar bisa melihat wajah merenggut anak lima tahun itu, Wooseok mencoba menjelaskan maksudnya tadi.

“Kak Wooseok padahal tadi gak maksa, loh. Jinu di sekolah juga diajarkan, ya? kalau makan harus dihabiskan. Terus kamu juga belum makan, dek. Memang nggak lapar? Win aja tadi makannya habis. Iya kan, Win?”

Pandangan Wooseok beralih pada keponakannya untuk meminta pesertujuan atas ucapannya barusan, beruntung anak itu bisa diajak bekerja sama karena langsung mengangguk setuju, “Iya Jinu.. makanku habis.” katanya pelan seraya menatap Jinu yang ada di sampingnya.

Jinu tidak membantah, dia hanya bisa memajukan bibirnya tanda masih ingin protes pada yang lebih dewasa. Jangankan Wooseok, Ibu atau Ayah di rumah pun selalu bilang begitu padanya. Namun, kesalnya dia ditambah saat meminta bantuan untuk menghabiskan makanannya, Jinhyuk hanya mengangkat bahu sambil bilang,

“Habisin, kasian cacing kamu minta makan tuh habis diajak loncat-loncat.”

Padahal, mereka ini kan mau makan es krim, dia jadi kekenyangan sekarang gara-gara Kak Wooseok dan juga Mas Jinhyuk.

Maunya dia tidak usah makan dulu, langsung saja makan es krim! Gitu.

Mesin mobil dimatikan saat Jinhyuk sudah parkir tepat di ujung dekat benteng yang membatasi lahan parkir dengan sebuah bangunan di luar, terpaksa di ujung karena lahannya cukup penuh dengan sepeda motor.

Dia membuka sabuk pengamannya diikuti oleh Wooseok yang melakukan hal yang sama. Kepalanya menoleh cepat untuk menatap sang adik, “Kalau kenyang, kamu nggak usah ikut makan es krim deh. Cukup liatin Mas, Kak Wooseok sama Win makan aja.”

Wooseok menaikan satu alisnya tidak habis pikir sambil menatap Jinhyuk, kok malah dibilang gitu. Nanti makin ngambek bisa-bisa.

“Gak mau.. aku mau makan es krimmm...”

Kan.

Rengekan Jinu kemudian memenuhi pendengaran mereka berempat yang masih belum beranjak sama sekali dari dalam mobil.

“Yaudah, jangan ngambek sama Kak Wooseok. Kamu kan udah diajakin main. Harusnya bilang terimakasih, sama Win juga. Kalau tadi gak makan dulu, Mas juga gak akan ngasih kamu makan es krim. Kata Ibu gak boleh, mending kita pulang aja.”

“Aku mau es krimmmm. Mas Jinhyuk pelit!!”

Wooseok tidak bisa menahan gelengan kepalanya saat melihat perdebatan kakak adik yang terpaut lebih dari sepuluh tahun itu, “Jinhyuk..” gumamnya yang dibalas lirikan oleh Jinhyuk seakan berkata, udah lo tenang aja urusan gua nih.

“Makanya jangan ngambek, nanti ditinggal di mobil.” senjata andalannya keluar.

Kemudian, Wooseok mengerjap bingung saat Jinu buru-buru mengulurkan jari kelingking tepat ke arahnya setelah mendengar ancaman Jinhyuk.

Tanda baikan.

“Maafin Jinu kak..” ucapnya cepat, “Kak Wooseok sama Win makasih udah ngajak main...”

Segampang itu?

Problem solved dengan Wooseok yang mengaitkan jarinya dengan kelingking Jinu, “Okay.. maaf ya kalau perut kamu jadi besar gara-gara Kakak.” balasnya sambil menahan tawa. Lucu banget sih tingkahnya.

“Nah gitu. Yaudah, ayo turun keburu malam.”

Ajakan Jinhyuk langsung disetujui yang lain. Bahkan, Win yang sejak tadi menjadi penonton drama teman barunya itu sampai bersorak hore.

Diam-diam, Jinhyuk tersenyum puas melihat adiknya yang langsung menurut. Jinu itu senang sekali merengek, heran. Apa karena perbedaan usia mereka yang sangat jauh? Tapi, walaupun begitu, Jinhyuk masih bersyukur dia masih mau mendengarkan ucapan kakaknya.

Mereka berjalan dari parkiran menuju pintu utama. Tempatnya tentu cukup ramai, wajar saja ini weekend, banyak orang menghabiskan waktu di luar, sebagaimana yang sedang mereka lakukan.

“Udah sering ke sini?”

Jinhyuk bertanya sambil melirik Wooseok yang berjalan di samping kanannya. Di tengah-tengah mereka ada Win yang sedang digandeng oleh Wooseok. Belum sempat pertanyaannya dijawab, dia menarik lengan Wooseok agar mendekat padanya saat ada sepeda motor yang akan keluar, “Awas.” ujarnya yang membuat Wooseok langsung bergeser lalu menatapnya sambil meringis, “Gak keliatan. Eh, tadi tanya apa, Jinhyuk?”

“Sering ke sini?”

“Oh, lumayan.. biasanya ke kedai yang tadi aku tunjukin loh. Tapi, penuh banget kayaknya. Makanya aku pilih ke gelato aja yang agak mendingan. Kasian anak-anak kalau rame banget malah gak nyaman apalagi harus antri buat duduk.”

Jinhyuk hanya mengangguk paham, memang tadi Wooseok sempat menujukan satu tempat yang dilewati mereka.

“Win, mau rasa apa?”

Wooseok bertanya sambil menggoyangkan tangannya yang menggenggam lengan sang keponakan, “Mau oreo sama dragon fruit, gak mau di cone, kak. Nanti tumpah lagi.”

Mendengar permintaan keponakannya, Wooseok jadi mengigat kejadian minggu lalu saat Win menumpahkan es krim yang bahkan belum dimakan, kemudian ngambek sendiri padahal dia yang tidak hati-hati, “Okay, nanti pakai cup aja ya.”

Wooseok kemudian menatap Jinu yang berjalan dua langkah di depan mereka dengan semangat. Anak itu benar-benar punya banyak energi berlebih, batin Wooseok.

“Semangat banget adik kamu mau makan es krim.”

“Biarin aja semaunya dia, Seok. Batrenya baru diisi kan tadi.”

Mendengar candaan Jinhyuk tentang adiknya sendiri membuat Wooseok terkekeh sambil menatapnya, “Memang adik kamu robot diisi batre.”

“Jinu, mau rasa apa? nanti biar Kakak yang pesenin.” tanyanya yang langsung mendapatkan gelengan tanda penolakan dari bocah lima tahun itu, “Gak mau! Aku mau pilih sendiri rasanya.”

Oke, terserah.

Begitu sampai di depan pintu kaca depan yang ditutup, Jinhyuk langsung mendorongnya agar terbuka lebar dan menahannya hingga mereka semua bisa masuk lebih dulu.

Perlakuannya itu berhasil mendapatkan ucapan terimakasih dari Wooseok, bonus dengan senyum lembut yang membuat Jinhyuk mematung sesaat sambil mencengkram pegangan pintu.

Cakep banget, Kim Wooseok. Demi Tuhan!

Suasana di dalam memang sudah cukup ramai begitu Wooseok mengedarkan pandangannya, “Di lantai dua, aja. Gapapa kan, Jinhyuk? Biasanya lebih sepi.” tanpa banyak bicara Jinhyuk langsung menyetujuinya, gimana Wooseok saja, dia ngikut.

Jinhyuk secara alami menggandeng tangan Jinu untuk menuntunnya berjalan memasuki dalam kedai dan menaiki tangga menuju lantai dua saat dilihatnya beberapa orang sibuk berlalu lalang mengambil pesanan, “Hilang nanti kamu.” katanya yang bisa di dengar oleh Wooseok yang berjalan tepat di belakang mereka.

Walaupun terlihat lebih sering menjahili adiknya seperti tadi. Tapi, Wooseok tahu kalau Jinhyuk tidak pernah melepaskan pandangannya pada Jinu saat bermain. Dia selalu menjaganya, dengan pandangan seorang kakak yang memastikan adiknya aman, simpul Wooseok tentang Jinhyuk hari ini.

Benar kata Wooseok, suasana di lantai atas tidak terlalu ramai. Mereka memilih meja yang berada di depan tembok dengan berbagai bingkai foto yang tersusun rapi, lengkap dengan pilih-pilihan kursi oleh anak-anak, aku mau di sini, aku mau di sana kata mereka yang membuat Jinhyuk membatin, tinggal duduk ribet amat, dasar bocah.

“Milih rasanya di bawah tadi, rame kan keliatan? Jinu mau tetap milih sendiri?”

Wooseok bertanya pasti pada Jinu yang sudah duduk di kursi samping Jinhyuk yang tepat di depannya, anak itu berhadapan dengan Win. Namun, walaupun sudah melihat keramaian tadi, Jinu tetap kekeh dengan pendiriannya, mau milih sendiri, gak mau tau.

“Ya sudah, kita pilih berdua ya...” Wooseok menggantung ucapnya sambil melirik keponakannya yang sudah duduk manis, mengulas senyum lembut sebelum ia berbicara, “Win, Kakak gak akan lama, tunggu sama Kak Jinhyuk dulu gapapa ya, sayang?”

“Iya Kakak. Aku nunggu sama Mas nya Jinu.”

Jinhyuk menggelengkan kepalanya disertai tawa kecil saat lagi-lagi mendengar keponakan Wooseok yang memanggilnya ikutan-ikutan sang adik dari tadi, sejak mereka main di Trampoline Park.

Mas nya Jinu. Lucu juga.

“Udah, pesen aja sama Jinu. Biar Win di sini sama gua. Aman.”

Wooseok menyempatkan mengusap puncak kepala Win saat anak itu mengiyakan ucapan Jinhyuk, memang nurut banget keponakan kesayangannya ini. Ia yang kali ini sudah berdiri kembali beralih menatap Jinhyuk, “Kamu mau yang apa?”

“Apa aja bebas.”

”..Oh-okay..”

Wooseok menjeda terlihat menimbang sambil membenarkan kacamatanya sebelum dia kembali bertanya dengan ragu.

“Coklat? it's okay? atau mau yang aneh, kemangi misalnya?”

“Yakali, Seok. Jangan aneh-aneh. Nggak mau gua. Coklat aja udah paling bener. Sama apa aja bebas asal yang wajar.”

Wooseok terkekeh kecil sambil mengangguk, “Kali aja kamu mau gitu.”

“Aku juga coklat sama kayak Mas!”

Jinu buru-buru turun dari kursi dan menyambut tangan Wooseok yang terulur padanya.

“Ayo, kak. Mas aku mau banyak boleh?”

“Gak habis awas aja nanti. Katanya kenyang, kamu gimana sih, dek?”

“Mas Jinhyuk pelit!!!!”

Ya Tuhan.

Jinhyuk lagi-lagi mendengus saat mendengar gerutuan adiknya itu, tapi ia menatap punggung Jinu dan Wooseok yang perlahan menjauh lalu hilang saat mereka menuruni tangga dengan perasaan senang.

Tidak pernah terpikirkan sedikit pun kalau mereka bisa jalan bersama, dengan Jinu yang terlihat antusias menarik tangan Wooseok agar cepat-cepat.

Pandangannya lalu beralih pada anak seusia sang adik yang duduk di depannya saat ini, kedua tangannya sibuk memainkan mainan yang daritadi dibawanya. Sudut bibir Jinhyuk ditarik sedikit sebelum membuka suara, “Win.. senang main sama Jinu?” tanyanya yang jelas-jelas dijawab dengan anggukan semangat olehnya, “Huum!”

“Nanti kalau Jinu ngajak Win main lagi, mau nggak?”

“Mau! nanti aku mau main sama Jinu lagi. Boleh ya Mas nya Jinu?”

Jinhyuk akhirnya tergelak, semakin sering dia mendengar panggilan itu, anak di depannya ini terlihat semakin lucu. Dan kalau diperhatikan, dia jelas-jelas mirip banget dengan Wooseok. Plek banget, kayak Wooseok versi bocah.

“Boleh dong. Win, kamu inget gak kita pernah ketemu? Di rumah waktu itu? yang aku kasih kamu lolipop.”

“Tau, yang sama Koko Uyon. Itu Mas nya Jinu. Teman Kakak banyak yang ke rumah.”

Jinhyuk tampak mengulas senyum lebih lebar, lalu memajukan duduknya agar bisa mengusak gemas puncak kepala Win.

“Temenan sama Jinu ya sampai besar.”


“Kan, Mas bilang juga apa pasti gak habis.”

Jinhyuk berujar saat Jinu memberikan es krim miliknya yang masih banyak, satu cone gelato dengan warna warni serta rasa campur aduk green tea, oreo juga mix berry sudah berpindah tangan padanya, si anak hanya mengangkat bahunya tanpa merasa bersalah,

“Kan aku kenyangggg habis makan chicken tadi. Buat Mas aja, aku baik.”

Apa-apaan. Untung saja miliknya yang tadi dipesankan oleh Wooseok sudah habis. Dia melirik Wooseok yang menatapnya kemudian juga menunjuk ke depannya sendiri dimana ada cup milik Win yang juga masih banyak.

“Ini punya Win juga gak habis, dikasih ke aku.” katanya ikut merasakan nasib Jinhyuk.

Jinhyuk menggelengkan kepala benar-benar heran, “Dasar bocah-bocah ini.” katanya.

Meja mereka terbilang cukup ramai dengan celotehan kedua anak lima tahun itu. Terutama Jinu yang saat ini sedang melakukan video call dengan Ibunya dan memperkenalkan Win yang sekarang sudah duduk di sampingnya dengan menarik kursinya sendiri. Anak itu juga mengadu banyak hal tentang Jinhyuk selama mereka pergi.

Mas Jinhyuk ini.. Mas Jinhyuk itu.. Mas Jinhyuk pelit..

Semuanya dia beberkan pada sang Ibu yang membuat Jinhyuk memutar bola matanya tak mau ambil pusing, biarkan saja.

“Aku baru tahu kamu punya adik baru-baru ini loh..”

Wooseok membuka pembicaraan diantara mereka, membiarkan kedua anak-anak itu sibuk dengan dunianya. Ia menatap Jinhyuk yang juga kali ini memfokuskan diri pada percakapan mereka.

“Iya ngapain, gua juga gak pernah bilang-bilang kan?”

Tidak merasa tersinggung sedikit pun, Jinhyuk justru tertawa kecil sambil mengangkat bahunya, membuat Wooseok mengangguk singkat.

“Tapi lucu sih.. bedanya jauh banget kamu sama Jinu.” katanya sambil mengambil tisu dan mengusap tangannya yang terkena sedikit es krim dari sendok milik Win.

“Aneh ya?”

“Nggak, kan aku bilang lucu bukan aneh. Gimana sih, Jinhyuk..”

“Oh, kirain.” sahut Jinhyuk saat melihat wajah Wooseok yang siap protes karena maksudnya bukan seperti itu.

Setelah beberapa saat mereka terdiam kembali dan sibuk dengan es krim masing-masing, Jinhyuk kembali berbicara,

“Seok, makasih ya udah ngajakin gua sama Jinu pergi.”

Jinhyuk tidak pernah pergi berdua dengan Wooseok, sama sekali. Karena memang mereka tidak pernah punya kepentingan yang mengharuskan keduanya jalan barsama.

Hanya dia dan Wooseok maksudnya.

Kalaupun iya, mereka biasa ramai-ramai di tempat makan, itu pun Seungyoun yang mengajak.

Karena kalau boleh jujur, Jinhyuk bisa berteman dengan Wooseok adalah jasa dari Cho Seungyoun. Dia berteman dengan Seungyoun dan Seungyoun sudah mengenal Wooseok sejak mereka sama-sama mahasiswa baru.

Baru semester ini Jinhyuk satu kelas dengan mereka. Sebelumnya, dia dan Wooseok hanya teman satu angkatan yang jarang sekali berbicara. Mungkin bisa dihitung jari.

Wooseok sekedar tahu Jinhyuk yang aktif di banyak kepanitiaan.

Dan Jinhyuk tahu Wooseok.. yang sudah menarik perhatiannya sejak mereka sama-sama bertemu di aula saat menghadiri kelas bersama, kala itu.

Bagaimana sosok Wooseok yang duduk di baris ke dua dan terlihat fokus menyimak materi di depan justru membuat Jinhyuk terfokus padanya.

Mengabaikan hal lain, materi kelas hari itu jelas sia-sia bagi Jinhyuk karena hanya penuh dengan Wooseok yang menarik perhatiannya selama empat puluh lima menit mereka di sana.

“Jinhyuk...”

“Hmm?”

Jinhyuk menaikan satu alisnya sambil memindahkan es krim dari cone milik Jinu ke dalam cup miliknya yang sudah kosong, karena ini benar-benar merepotkan apalagi sudah meleleh sana sini dan tisu yang ada di meja mereka tinggal sedikit.

“Kenapa, Seok?” ulangnya saat dilihat Wooseok hanya memangku dagu dengan tangannya tanpa melanjutkan ucapannya lagi, hanya menatapnya ragu-ragu.

Sesungguhnya, ditatap seperti itu membuat Jinhyuk mati-matian memasang poker face, kalau saja ini sedang dalam dunia chatting, dipastikan dia sudah memakai caps lock tanpa bisa dikontrol.

Wooseok terlihat menggigit bibirnya sebelum berbicara, ia meringis dan menggumam cukup pelan, “Aku juga baru tau kalau kamu dipanggil Mas..” bukan hanya oleh adiknya, tapi oleh Ibunya juga yang bisa Wooseok dengar dari video call yang sedang dilakukan oleh Jinu.

“Hah? kenapa?”

“Eh.. enggak... lupain aja.”

Wooseok buru-buru menunduk, menghindari tatapan Jinhyuk dengan memfokuskan dirinya mengaduk cup es krim milik Win.

“Mas ganteng?” tanya Jinhyuk tiba-tiba, “Lo ngira gua si mas genteng itu?”

Tangan Wooseok yang akan menyuap berhenti di udara, ia menatap Jinhyuk sambil menelan ludahnya sendiri, kenapa tenggorokannya mendadak terasa kering.

“Enggak gitu...” bisiknya, “Sorry, kalau kamu gak nyaman. Lupain aja.”

Wooseok melanjutkan suapannya lagi, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, mulutnya merasakan rasa dragon fruit yang terasa segar. Ia tersenyum tipis, “Aku juga nunggu dia nya kok. Mau denger langsung aja nanti.”

“Sepenasaran itu, ya?”

“Iya.”

Pandangan Jinhyuk yang tiba-tiba begitu lurus menatap kedua manik matanya membuat Wooseok sedikit gugup. Ia membenarkan kacamatanya yang sama sekali tidak melorot sedikit pun, “Jinhyuk.. ngapain sih..” ujarnya yang langsung membuat Jinhyuk tersadar, dia berdehem sebentar lalu memalingkan pandangannya pada anak-anak yang kali ini sudah sibuk main games di ponselnya.

“Gapapa.” ucap Jinhyuk pelan, “Habis ini langsung gua anterin pulang.”

Kerutan di kening Wooseok cukup dalam saat melihat Jinhyuk yang tampak sedikit gelisah namun berusaha ditutupi. Kenapa?

Dengan jelas, pesan Sejin kembali teringat lagi, tapi kamu curiga, kan?

Boleh kan Wooseok menjawab iya, sekarang.

Masih menatap Jinhyuk, pikiran Wooseok mencoba menebak lagi, ia masih tidak mengerti, benarkah dia di balik akun mas ganteng itu? Haruskah seperti itu? seorang Lee Jinhyuk? Buat apa?

Wooseok memang tidak terlalu dekat dengan Jinhyuk, secara personal. Mereka hanya teman satu kelas dan sedikit lebih dari yang lain mungkin karena dia selalu bersama Seungyoun yang bisa dibilang sahabatnya selain Sejin.

Hubungan mereka hanya sebatas itu, dan mau dipikir bagaimana pun Wooseok tidak pernah mendapati Jinhyuk yang berlaku berlebihan padanya atau pun seperti Hangyul yang kemarin terang-terangan mengajaknya keluar.

Bukan iseng, kata si mas ganteng.

Wooseok menggigit bibirnya, terpikirkan hal yang membuatnya langsung mengetuk kepalanya sendiri. Masa sih?

“Jinhyuk..” panggilnya, ia memajukan duduknya dan menatap Jinhyuk yang langsung memberikan perhatian padanya lagi.

“Ya?”

“Menurut kamu, si mas ganteng itu kenapa kayak gitu?”

Wooseok kembali mengulum senyum tipis saat melihat Jinhyuk yang menaikan alisnya sambil menyuap es krim, “Kayak gitu gimana?”

“Ya gitu... bikin akun terus aneh suka posting-posting fotoku. Aku bingung sebenernya nganggap dia iseng tapi dia nya kekeh pernah bilang kalau enggak iseng. Berlebihan banget kalau mau jahilin aku.”

Seluruh raut yang tergambar di wajah Jinhyuk coba dipetakan olehnya, sejujurnya ia tidak pernah berharap apa-apa tentang siapa di balik akun tersebut, murni hanya sebuah rasa penasaran. Entah itu Jinhyuk atau siapa pun teman sekelasnya, Wooseok hanya ingin tahu.

“Kepedean nggak sih, tiba-tiba aku kepikiran kalau ngira dia kayak gitu beneran suka sama aku?”

Batuk.

Lee Jinhyuk tersedak es krim yang ada di mulutnya detik itu juga.