sekyung x yiheon — local au

Untuk Ananda,

Ada sebuah garis waktu lain yang tercipta bertentangan dengan yang seharusnya.

Maka, biarkanlah hidup dalam setiap ia yang mengharap takdir tidak selalu bekerja dengan kejam.

Adalah bahagia yang didamba dalam hela napas penuh sesak untuk diberinya setitik ruang bagi yang telah berdamai dengan duka.


“Papa...”

Ananda mengangkat wajahnya yang sedang menatap layar ponsel saat sebuah suara terdengar bersamaan dengan pintu kamar yang dibuka dari luar.

Netra coklat gelapnya bisa melihat sosok anak perempuan yang akan genap berusia lima tahun pada bulan depan itu dengan piyama gambar bebek berwarna kuning. Rambut panjangnya sedikit acak-acakan dan tangannya yang memeluk boneka kelinci sibuk mengucek mata.

Kaki kecilnya perlahan melangkah memasuki kamar lalu naik ke atas tempat tidur dan langsung memeluk Nanda yang membuka tangannya dengan lebar, “Kenapa sayang? kok Alin kebangun?” tanyanya penasaran, tangannya menyisir rambut sang anak yang kini sudah ndusel di pelukannya.

“Mau bobo sama papa..” cicitnya pelan membuat sebuah senyum kecil terlihat di wajah Nanda, sepertinya dia tahu apa yang terjadi hingga Alin sampai ke sini.

“Alin mimpi buruk ya? biasanya berani bobo sendiri.”

Putri kecil Ananda itu menganggukkan kepalanya saat mendengar pertanyaan sang papa. Tangan mungilnya meremas baju Ananda dan menjawab dengan suara lirih, bibirnya sedikit mencebik ke bawah.

“Alin takut.. ada monster, papa.”

Nanda membenarkan duduknya saat Alin yang berada di pangkuannya itu semakin mengerut, anaknya habis nonton apasih bisa-bisanya sampai mimpi monster segala.

“Nggak apa-apa nanti monsternya biar dilawan sama Ayah Ares ya.” dia menumpu dagunya di atas kepala Alin, menenangkan putrinya dengan sebuah pelukan penuh sayang, “Sekarang, Alin jangan takut karena sudah ada papa. Bobo lagi yuk.”

Suara pintu dari kamar mandi membuat Nanda menoleh dan pandangannya bersitatap dengan Ares yang memasang wajah bingung saat melihat putri mereka berada di pelukan papanya. Bukannya tadi sudah tidur di kamarnya ya? bahkan Ares sendiri yang sibuk membacakan buku untuknya hingga tidur.

Alin memang sudah sejak beberapa bulan ini dibiasakan untuk tidur sendiri, walaupun memang masih sering untuknya ingin tidur bersama mereka di sini. Putrinya itu sangat antusias saat dulu Ares mengecat kamar dengan warna pink dan mengisinya dengan berbagai mainan yang sudah dibelikan oleh Ananda.

“Mimpi buruk.” beritahu Nanda dengan pelan pada Ares yang mengangguk paham. Ia naik ke atas tempat tidur dan mengusap puncak kepala Alin yang wajahnya sudah sembunyi di ceruk leher Nanda sambil melingkarkan tangan di bahunya.

“Alin sayang, malam ini kita bobo bertiga ya, nak.”

Tahu ayahnya ada di sini juga, Alin langsung mengangkat wajah untuk menatap Ares, mata bulatnya yang jernih itu mirip sekali dengan Ananda yang selalu menatapnya penuh binar. Sorot mata paling hangat yang selalu menyapa Ares di setiap harinya sejak ia membuka mata.

“Mau dipeluk ayah.” rengeknya kemudian membuat Ares melepaskan tawa dengan suara dalam. Memang manjanya sama seperti Ananda dan Ares tidak bisa menampik hal tersebut.

“Sini, anak cantik mimpi apa sih sampai minta peluk begini, hmm?”

Ares melebarkan senyum saat Alin kini sudah pindah ke dalam dekapannya, nemplok lagi. Alin memang suka sekali dipeluk, anaknya clingy dan lagi-lagi hal tersebut sama seperti Ananda, Ares sudah kenyang saat Samudra selalu menyebut kalau ia hanya kebagian hikmahnya saja sebagai ayahnya Alin.

“Ada monster katanya, yah. Nanti tolong di usir ya, suruh jangan gangguin Alin tidur lagi.”

“Oke, nanti Ayah marahin monsternya.”

Tubuh Ares bersandar pada kepala ranjang dan mengusap-ngusap punggung Alin yang terlihat nyaman memeluknya sambil memegang boneka, sesekali Ares akan menepuk-nepuknya sambil bergumam penuh hal menenangkan.

Tidak ada yang bersuara selain Ares yang mengisi hening di sebuah kamar bernuansa putih tersebut. Nanda juga sudah beringsut untuk mendekat, ikut-ikutan menyandarkan kepalanya kepada lengan Ares yang merespon dengan tarikan di kedua sudut bibirnya dan kecupan ringan di pelipisnya.

Dengan Ares, mereka berdua akan selalu diberi tenang juga aman.

“Alin mau minum susu nggak?” Ares bertanya sambil menciumi puncak kepala Alin, rambutnya wangi strawberry karena tadi sore baru saja keramas.

Entah bagaimana Ananda mengurusnya tapi rambut panjang Alin selalu terawat dengan bagus, terlebih Alin sendiri yang selalu tidak mau kalau ditanya apakah ingin dipotong atau tidak. Ananda juga menikmatinya saat hampir setiap hari dia harus mengepang rambut panjang Alin dan memasang berbagai jepitan rambut lucu warna-warni yang menggemaskan.

“Alin mau susu coklat!” jawabnya tiba-tiba bersemangat, padahal tadi pas masuk kamar terlihat mengantuk sekali karena terbangun di jam sepuluh malam saat jam delapan tadi ia sudah tidur.

Kenapa sekarang batrainya malah seperti terisi penuh setelah mendapatkan pelukan.

Nanda menggeleng pelan melihat tingkah sang anak, tangannya dengan cepat mampir di puncak kepala Alin, “Mau ayah yang bikin atau sama papa?” tanyanya.

“Ayah.”

Alin menatap kedua iris hitam ayahnya lalu berkedip lucu, bulu matanya yang panjang terlihat cantik seperti boneka membuat Ares menahan gemas berkali-kali, “Tapi Alin ikut.” lanjut Alin sedikit mejaruk.

Oh Tuhan, Ananda versi mini ini memang suka sekali menempel dengan ayahnya yang terkadang sibuk pulang malam, hari ini memang Ares telat pulang dan tadi ia sudah dispam oleh suara Alin yang memenuhi chat dari ponsel Ananda.

Sekarang Ares mempunyai dua orang yang selalu menunggunya, alasan untuk ia selalu memilih rumah lebih dari apa pun.

Rumah yang begitu hangat, rumah yang penuh kasih sayang, rumah yang memberinya bahagia setiap waktu.

Rumah tempatnya untuk pulang.

Diciuminya dengan gemas pipi gembul Alin hingga dia tertawa dan merengek, apalagi saat Ananda melakukan hal yang sama.

Gemar sekali rupanya mengerjai anak mereka sendiri hingga kemudian berbagi gelak tawa yang menghantarkan hangat untuk melingkupi apa yang disebut keluarga.

Sebuah keluarga kecil Ares yang paling berarti di dunia.

“Besok Ayah libur, waktunya kita family time. Alin mau nya pergi ke zoo atau ke sea world? terus nanti kalau kemalaman pulangnya kita nginap di rumah oma saja ya.”

Ditatapnya sang anak yang duduk di atas pangkuannya, mereka memang punya waktu khusus untuk menghabiskan weekend bersama.

Hal yang tidak pernah berubah sejak dulu saat masih berpacaran hingga sekarang.

Quality time untuk mengganti hari-hari sibuk di setiap minggunya. Terlebih Ares yang terkadang pulang telat dan hanya bisa menghabiskan waktunya sebentar sebelum Alin tidur.

“Sea wold!” lagi-lagi suara Alin terdengar bersemangat, ia menjawab tanpa pikir panjang dengan senyum yang sangat cerah memperlihatkan lesung pipi kecil di kedua sudut bibirnya, sudah jelas kan didapat dari siapa.

Memang betul sepertinya kata Samudra, Ares hanya kebagian hikmahnya saja di sini.

“Alin mau lihat mermaid.”

Kali ini tangan Ananda yang menangkup kedua pipi gembulnya sebelum menguskkan ujung hidungnya pada pipi sang anak. Gemas.

“Mermaid terus, kalau ke zoo nanti ada gajah loh.”

“Alin maunya ke sea world, papa.”

Ares memperhatikan dalam diam bagaimana Ananda tertawa melihat jawaban anaknya yang kekeh saat dia masih berusahan mencoba untuk menggoyahkan keinginannya itu.

Lucu bila diingat, dulu Ares juga tidak akan menyangka kalau Ananda akan begitu senang saat mereka pergi kesana untuk pertama kalinya dan Alin malah ikut-ikutan menyukai tempat tersebut.

Lagi-lagi Rajendra Ares itu menarik kedua sudut bibirnya seakan tanpa lelah. Melihat Ananda yang tertawa bahagia adalah hal paling disukainya. Juga dengan tawa menggemaskan dari Alin membuat hati Ares selalu menghangat.

Ares tidak akan ragu untuk menukar apa pun asal ada Ananda juga Alin dalam hidupnya.

“Siap, princess. Besok kita ke sea wold sekalian ayah sama papa pacaran.”

Perkataan Ares itu membuat Nanda menoleh dengan cepat lalu menepuk pahanya, ada senyum malu-malu yang coba ditahannya susah payah saat Ares bicara ceplas ceplos di depan anak mereka, “Kak Ares inget umur, sudah punya anak tuh.” katanya yang dibalas tawa kecil.

Ananda dari dulu masih saja mudah tersipu, kayak baru pacaran.

“Ananda sayang, justru karena sekarang kita sudah punya Alin. Harus makin sering pacarannya karena ada yang ngikutin terus, ada yang merhatiin kita. Jadi Alin tahu gimana ayahnya memperlakukan papanya.”

“Gimana emang?”

Ares mendekat, mengecup kening Ananda cukup lama lalu beralih ke pipi kanannya sambil berbisik pelan.

“I love you, Ananda.”

“I love you, papa.” nah kan, ini adalah suara Alin yang ikut-ikutan hingga Ananda tidak bisa manahan kekehannya, benar-benar ditiru apa pun yang dilakukan oleh ayahnya.

Sikap manis Ares yang tidak pernah berubah dari dulu memang menurun pada Alin yang selalu membuatnya tersentuh dengan segala tingkahnya.

Kak Ares yang begitu perhatian, Kak Ares yang pengertian, Kak Ares yang selalu menomor satukan Ananda membuat dia jatuh cinta setiap harinya meskipun hubungan mereka sudah berjalan hampir delapan tahun.

Ananda bahkan masih ingat jelas saat Ares berkata serius akan melamarnya dan membuatnya memasang wajah tidak percaya.

Saat itu dia yang baru saja santai setelah sibuk seharian di hari pernikahan Alvin tiba-tiba digandeng oleh Ares ke halaman belakang villa tempat dilakukannya resepsi.

Dinginnya udara Lembang serta pemandangan hijau hutan pinus yang menyejukkan mata karena kakaknya memilih konsep outdoor menjadi suasanya yang masih diingat jelas oleh Nanda.

Sialnya di saat seperti itu udara Lembang seperti tidak ada artinya karena wajah Nanda justru terasa panas mendengar setiap kalimat yang terucap dari bibir Ares.

Pemuda dua puluh tujuh tahun itu dengan masih mengenakan kemeja batik hitamnya menggenggam tangan Nanda sambil berkata serius.

“Ananda, nanti setelah semuanya selesai dan keluarga kamu sudah tidak sibuk lagi, izinin Kak Ares buat menemui mereka secara pribadi ya? kakak mau serius juga sama kamu tentang hubungan kita kedepannya.”

Dua tahun hubungan mereka sudah jauh dari kata cukup bagi Ares untuk memantapkan niatnya sejak lama, karena kalau harus dengan selain Ananda, ia tidak akan bisa.

Ananda adalah belahan jiwanya.

Ananda adalah cintanya yang begitu besar.

Ares mengulas senyum lembut saat melihat raut kaget di wajah Nanda, tiba-tiba sekali di siang bolong seperti ini dia akan dilamar oleh Ares?

Ananda bahkan sempat berpikir kalau dia sedang mimpi, tetapi ibu jari Ares yang mengusap punggung tangannya yang sedikit dingin bertolak belakang dengan semburat merah yang terlihat samar di pipinya, membuat dia manarik kembali kesadarannya.

Ini nyata.

“Kak Ares mau minta izin sama Ibu dan Ayah kamu untuk melamar anak bungsunya, untuk melamar kamu, Ananda.”

Kesibukan keluarga Nanda menjelang pernikahan Alvin membuatnya menahan niat untuk menyampaikan hal ini pada Nanda itu sendiri, ia sadar waktunya mungkin belum tepat.

Tetapi, sekarang rasanya Ares sudah tidak bisa menahannya lagi. Tidak apa, setidaknya Nanda sudah tahu lebih dulu tentang niat baiknya walaupun ia belum bisa bicara langsung dengan kedua orang tuanya.

“Kak Ares serius?” akhirnya suara Nanda yang sedikit terbata masuk ke pendengaran Ares setelah sejak tadi dia hanya diam sibuk mencerna apa yang terjadi.

“Tentu saja. Serius lebih dari apa pun, sayang.”

Ananda merasakan dadanya seperti melepaskan beban yang menghimpit setelah mendengar jawaban Ares, walaupun ia tahu Ares tidak mungkin sembarangan untuk bermain-main dengan ucapannya itu.

Tetapi, tetap saja.

Ini adalah sebuah keputusan besar yang harus dipikirkan matang-matang, melamarnya berarti Ares kelak akan menikahinya.

Dan pernikahan adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan secara asal. Hal paling sakral yang akan mengikat mereka berdua seumur hidup.

Bersama Kak Ares seumur hidupnya?

Ananda tentu tidak akan pernah menolak.

Dan jawaban itulah yang membawa dia bisa sejauh ini melangkah bersama Ares, pemuda yang selalu memberikannya kasih sayang bertubi-tubi tanpa akan merasa kurang.

Kini kedua iris coklat gelap Ananda itu menatap dua pasang mata yang tertuju padanya dengan senyum yang kembali melebar. Menatapnya dengan rasa hangat yang paling nyaman.

Dunia Ananda yang sudah lengkap bersama Ares terasa lebih lengkap lagi dengan kehadiran seorang putri kecil yang mereka beri nama Aylin Baskara.

Ananda dibuat jatuh cinta, begitu pun dengan Ares.

Ketika suara tangis bayi yang nyaring untuk pertama kalinya terdengar memenuhi pendengaran mereka, saat cahaya matahari hangat di luar sana berpamitan untuk kembali ke peraduannya meninggalkan jejak semburat berwarna jingga yang menghiasi langit biru yang perlahan menggelap.

Ketika tubuh kecilnya yang masih berwarna merah berada di pelukan Ananda untuk pertama kalinya dan tangan mungil itu menggengam ujung jemarinya dengan erat sambil menangis.

Ah, tidak.

Jauh sebelum Alin bahkan terlahir ke dunia ini mereka sudah dibuat jatuh cinta saat Ananda mengetahui ada satu nyawa yang sangat berarti hidup di dalam perutnya.

Bagaimana Ares memeluknya dengan erat dan tangis haru saat ia tahu kalau mereka akan menjadi orang tua, adalah salah satu moment paling membahagiakan bagi Ananda.

Alin yang kehadirannya membawa cerita baru bagi Ananda juga Ares itu telah membuat keluarga kecil mereka penuh dengan tawa bahagia dan rasa syukur yang selalu Ananda bisikan di dalam hatinya.

“I love you too, Ayah Ares dan Aylin sayang.”

Satu tangan Ares terulur ke balik punggung Ananda, membawanya ke dalam pelukan hangat yang selalu ia berikan tanpa segan. Mendekap kedua orang yang paling berarti dalam hidupnya saat ini.

“Ananda, sayang. Terimakasih.”

“Untuk apa?”

“Semuanya.”

“Alin? ayah terimakasih juga?” suara Alin mengintrupsi kedua orang tuanya membuat mereka terkekeh saling pandang sebelum menatap putri kecil cantik itu dengan penuh sayang.

Ares mengecup lagi puncak kepalanya yang kemudian diikuti oleh Nanda.

“Alin sayang, makasih ya sudah jadi putri paling cantik buat Ayah Ares sama Papa Nanda. Makasih karena kamu sudah tumbuh jadi anak yang sehat, yang memberikan banyak sekali bahagia untuk kita.”

Ares mungkin tahu, putrinya belum terlalu mengerti sedalam apa arti ucapannya itu, tetapi ia bersungguh-sungguh.

Alin adalah anugerah baginya juga Ananda yang sangat berarti. Kelak, dia akan tahu sebesar apa Ares dan Ananda begitu mencintainya.

“Anak cantikku sayang...” bisik Ananda sambil mengelus rambut panjangnya yang begitu lembut, “Terimakasih sudah lahir dan menjadi putri kita.”

Netra Ares bisa menangkap mata indah Ananda yang selalu berbinar itu sedikit berkaca-kaca, Ananda yang berhati lembut dan gampang tersentuh lagi-lagi membuat Ares harus mengusap bahunya.

“Sudah, sekarang kita ke dapur. Ayah bikinin Alin susu dulu, katanya mau ikut, kan?”

Alin mengangguk cepat langsung melingkarkan tangannya di bahu Ares yang akan beranjak, seperti biasa mau digendong sama ayah.

“Kak Ares, ikut...” Nanda menatap Ares yang sudah berdiri dengan Alin yang asik nemplok pada ayahnya. Mulai.

Kalau begini rasanya Ares seperti mengurus dua anak.

Tanganya yang tidak menahan tubuh Alin terulur pada Ananda yang masih duduk di atas kasur, dia menyambutnya dengan senyum senang hingga lesung pipinya terlihat jelas, Ananda nya yang cantik.

Nanda memeluk lengan Ares yang menggandengnya berjalan ke luar kamar, tangannya digenggam dengan erat dan juga hangat.

Selalu seperti itu dari dulu, genggaman tangan Ares selalu menuntunnya kemana pun langkah mereka berjalan.

Suara Alin yang terdengar sibuk mengoceh antusias tentang family time mereka besok ke sea world menjadi suara paling menyenangkan di rumah itu, mengisi sunyi di malam yang cukup dingin saat langit gelap kembali tertutup awan mendung menyembunyikan cahaya bulan yang hanya terlihat samar.

“Habis bikinin Alin susu, nanti Kak Ares masakin makanan buat kamu.”

Ananda tersenyum semakin lebar mendengarnya, teringat dulu saat sering main ke apartment Ares dan menghabiskan waktu berdua di hampir setiap weekend setelah sibuk bekerja.

“Terimakasih, suami aku yang paling baik.”

Waktu ternyata berlalu sudah cukup jauh sejak pertemuan pertama mereka bertahun-tahun lalu.

Ares, Ananda, serta si kecil Alin adalah garis takdir yang digambar begitu sempurna oleh semesta yang ingin memberikan dunia paling indah bagi mereka.

Menghadirkan sebuah keluarga kecil yang menjadi tempat untuk mengerti arti mencintai dengan tulus.

Ananda, yang tersayang.

Raut bahagia di wajahnya jangan sampai menghilang karena Ares akan memberi segalanya agar senyum Ananda yang cantik selalu terlihat.