Byungchan sebelumnya tidak bilang sama sekali kalau di kosannya sekarang ada Lee Jinhyuk. Wooseok kira anak itu hanya menyuruhnya datang karena benar-benar butuh bantuan untuk mengerjakan tugasnya. Namun, apa yang terjadi sekarang? Wooseok benar-benar tidak menyangka kalau ia akan bertemu dengan Jinhyuk di sini.

Setelah pertemuan tidak sengaja di tangga tadi, Byungchan yang lebih dulu berinisiatif menyairkan suasana. Dia langsung memperkenalkan mereka masing-masing walaupun faktanya mereka sudah saling mengenal di chat.

“Kak Wooseok, ini Bang Jinhyuk. Bang Jinhyuk, ini Kak Wooseok.”

Jinhyuk yang masih berdiri di tangga teratas perlahan menuruni anak tangga hingga akhirnya dia berdiri sejajar dengan Byungchan, netranya menatap Wooseok yang masih terdiam di belakang adik tingkatnya itu.

Deheman kecil terdengar dari bibir Jinhyuk sebelum dia mengulurkan tangannya kepada Wooseok. Wooseok menatap sebentar tangan yang terulur di hadapannya lalu ia menyambutnya masih sambil menunduk hingga akhirnya mereka menyebutkan nama masing-masing dengan lirih.

“Udah kenalannya? ayo Kak Wooseok ganti baju dulu yang paling penting. Nanti kalau sakit kan repot.”

Begitu kedua tangan di depannya terlepas, Byungchan kemudian menarik tangan Wooseok untuk menaiki tangga melewati Jinhyuk, mereka menuju kamarnya dan meninggalkan Jinhyuk yang masih belum beranjak.

Sebelum masuk ke dalam kamar, Wooseok bisa mendengar jelas Byungchan yang berpesan pada Jinhyuk agar jangan dulu pulang dan menyuruhnya menunggu di bawah.


Kali ini Wooseok sudah berganti pakaian menggunakan sweater milik Byungchan yang cukup kebesaran di tubuhnya. Ia juga dipinjami celana panjang yang lagi-lagi kebesaran untuknya. Byungchan memang bertubuh bongsor yang mana sangat bertolak belakang dengan tubuh mungilnya. Tapi tidak apa-apa, daripada ia sakit karena menggunakan baju basah, lebih baik seperti ini.

Tangannya menutup buku yang baru saja selesai ia keringkan menggunakan hairdryer milik si empunya kamar. Wooseok menyimpannya ke tempat semula di laci dan menaruh bukunya di atas meja belajar Byungchan, tas nya masih sedikit basah jadi biarkan saja di sana lebih dulu.

Sesaat, pandangan Wooseok mengedar memperhatikan kamar Byungchan yang bukan pertama kalinya tentu saja ia kunjungi.

Tadi, Jinhyuk keluar dari sini?

Wooseok tidak tahu kalau hubungan mereka sedekat itu. Padahal ia sudah cukup lama mengenal Byungchan yang notabennya pacar Seungwoo, temannya sejak di bangku SMA. Namun, ia sebelumnya tidak pernah sama sekali mendengar nama Jinhyuk.

Omong-omong soal Jinhyuk, apa dia benar-benar masih di sini dan belum pulang?

Tadi sesudah memilihkan baju yang akan dipinjam olehnya, Byungchan langsung turun ke bawah meninggalkannya sendirian di kamar, pasti mau menemui Jinhyuk.

Sebuah helaan napas panjang terdengar dari bibir mungil Wooseok ketika ia melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin lebar yang terpasang di sisi kamar Byungchan. Ia mendadak gusar.

He doesn't know how to face Jinhyuk.

Wooseok bisa melihat Subin yang masih berada di sofa depan televisi sedang duduk sendirian ketika ia menuruni tangga. Langkahnya semakin melambat saat akan mendekati anak itu karena ia tidak melihat Byungchan di sana.

“Kak Wooseok.”

Panggilan Byungchan dari arah lain membuat Wooseok menolehkan kepalanya untuk mencari sumber suara dan ia bisa melihat jelas presensi Byungchan dan juga Jinhyuk yang sedang duduk di meja makan dan mereka menatap ke arahnya.

“Sini, minum teh anget.”

Byungchan menarik kursi di sampingnya saat Wooseok mendekat, dia sedikit meringis melihat baju kebesarannya yang berada di tubuh Wooseok.

Entah sengaja atau tidak, tapi saat ini kursi yang diduduki oleh Wooseok berada tepat di depan Jinhyuk yang dari tadi belum membuka suara.

Byungchan melirik keduanya kemudian dia hanya bisa mengangkat bahu saat merasakan suasana awkward diantara mereka. Kalau dipikir, ini adalah ide sok tahunya yang mempertemukan mereka dalam kesempatan ini.

Mau bagaimana lagi kayaknya Bang Jinhyuk lagi pusing gara-gara tugasnya itu.

“Mau pake gula? atau teh aja, kak?” dia bertanya sambil berdiri dari duduknya dan berjalan menuju dispenser, tangannya mengambil mug di dalam lemari dan juga teh celup di dalam kardus kecil berwarna biru.

“Pakai sedikit aja, maaf ngerepotin.” jawab Wooseok.

“Enggak repot, bikin teh doang juga.” balas Byungchan sambil melirik Wooseok, “Kakak juga ujan-ujanan kan gara-gara Chan gak bukain gerbang depan.” lanjutnya pelan.

Tangan Wooseok memegang mug berwarna putih yang disimpan oleh Byungchan di depannya ketika anak itu selesai membuatkan teh manis hangat untuknya, “Makasih.” ucap Wooseok yang diangguki oleh Byungchan.

Setelah duduk lagi di kursinya, Byungchan kali ini menatap Jinhyuk yang masih belum membuka suara sejak kedatangan Wooseok di meja makan, berbeda sekali dengan tadi saat hanya ada dirinya Jinhyuk sibuk bertanya ini itu kenapa bisa tiba-tiba ada Wooseok di sini.

Apasih geli banget, masa seorang Bang Jinhyuk kicep berhadapan dengan Wooseok? terlalu terpesona atau gimana deh?

Byungchan tidak tahu kalau sejujurnya, Lee Jinhyuk sama kagetnya dengan Wooseok yang tidak menyangka kalau mereka akan bertemu seperti ini. Siapa sangka saat tiba-tiba lagi pusing lalu ketiduran di kosan temannya, bangun-bangun dia langsung melihat sosok Wooseok di depannya alhasil otaknya sedikit melambat sekarang.

Kening Byungchan tidak bisa ditahan untuk tidak mengerut saat beberapa menit kemudian meja makan itu tetap sepi tanpa sepatah kata pun. Mereka bertiga hanya bisa mendengar suara hujan yang masih saja mengguyur Kota Bandung lengkap dengan suara guntur yang samar-samar saling bersautan.

Kaki Byungchan yang berada di bawah meja dengan kurang ajar menendang kaki Jinhyuk, dia yang sedang sibuk bermain ponsel itu langsung mendelik tajam, “Apasih lo?” tanyanya dengan suara mendesis kepada Byungchan.

Wooseok yang daritadi hanya memainkan jarinya di atas mug akhirnya mengangkat kepala saat mendengar suara Jinhyuk.

“Bang Jinhyuk mendadak sariawan kayaknya?” sindiran Byungchan membuat Wooseok ikut menatap Jinhyuk yang masih meringis kecil sambil memegang tulang keringnya.

“Ngaco.”

“Oh, lagian daritadi diem-diem bae.”

Jinhyuk melirik Wooseok sekilas yang masih menatapnya, dia menghela napas pendek lalu menyimpan ponselnya di saku jaket, tangannya beralih mengangkat mug dan menyesap teh manisnya, “Orang kaliannya juga diem aja. Masa gue ngomong sendiri.” ujarnya sambil meletakan kembali mug tersebut di atas meja.

“Iya nih Kak Wooseok juga, kenapa diem aja sih.”

Byungchan menyahut seenaknya membuat Wooseok menatap dirinya tidak terima saat ia ikut disalahkan, “Kok jadi aku?” gerutunya.

“Percuma banget jadinya. Masa udah ketemu malah diem-diem gini.”

Si tuan rumah itu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan tingkah kedua kakak tingkatnya ini, pantas saja waktu itu tidak jadi bertemu, kalau bertemu pun Byungchan yakin tidak akan beda jauh seperti sekarang.

Suara dering dari ponsel Byungchan berhasil membuat kedua lesung pipi yang tampak dalam itu terlihat jelas, dia merasa bersyukur seperti diselamatkan saat melihat nama Seungwoo-lengkap dengan emot love-di layar ponselnya.

“Maaf nih, mas pacar telpon.”

Byungchan berkata sambil memamerkan layar ponsel miliknya kepada Jinhyuk dan Wooseok, dia menatap keduanya tanpa rasa bersalah sambil berdiri, “Mau ke kamar dulu. Kalian berdua aja ya.” lanjutnya sambil meninggalkan ruang makan.

Meninggalkan dua orang yang sama-sama mendengus jengkel dalam hatinya, pacaran terus!

Sepeninggal Byungchan, meja makan itu justru terasa semakin sepi. Baik Jinhyuk maupun Wooseok hanya memainkan mug mereka masing-masing dengan sesekali meminumnya karena tidak tahu harus berbuat apa.

Kalau saja tidak ada kejadian beberapa hari lalu, pasti kecanggungan ini bisa dihindari. Wooseok menggigit bibirnya tanpa sadar, lagi-lagi ia merasa bersalah walaupun sudah meminta maaf kepada Jinhyuk.

Sudut matanya melirik drawing tube milik Jinhyuk yang diletakan di atas meja, ia mengambil napas panjang sebelum akhirnya membuka suara diantara mereka.

”...tugas kamu gimana?”

Jinhyuk yang sedang memainkan jarinya di pinggiran mug langsung mengangkat kepala saat mendengar suara pelan Wooseok yang bertanya padanya.

Untuk pertama kalinya, mereka menahan pandangan cukup lama.

Wooseok bisa melihat jelas wajah Jinhyuk karena saat ini dia tidak menggunakan topi seperti tadi, topi hitamnya diletakan begitu saja di samping drawing tube di atas meja. Dan Lee Jinhyuk lagi-lagi harus berdeham saat merasakan tenggorokannya mendadak kering ketika Wooseok menatapnya.

“Belum.” jawabnya singkat.

“Oh..”

Wooseok mengangguk kecil sambil merutuk dalam hatinya, kenapa justru semakin canggung setelah ia membuka suara!

Suara guntur yang menggelegar membuat Jinhyuk menoleh untuk menatap ke arah jendela, hujannya masih saja belum berhenti justru semakin deras dan udara di sekitar mereka semakin dingin. Dia juga melihat Subin yang mematikan televisi dan beranjak ke kamarnya.

Sekarang hanya ada mereka berdua, lengkap sudah kecanggungan ini.

“Maaf...”

Pandangan Jinhyuk kembali pada sosok di depannya, dia menaikan kedua alisnya dan menatap bingung pada Wooseok yang menatapnya tidak enak.

“Buat?”

“Yang waktu itu, sekali lagi maaf.”

Jinhyuk menghela napas lalu menyandarkan punggungnya pada kursi dan jemarinya mengetuk-ngetuk di atas meja makan, “Kan udah minta maaf.” ujarnya pelan, dia mempertahankan tatapannya, “Udah dimaafin juga.”

“Waktu itu aku pulang karena ada perlu... aku gak bermaksud sama sekali buat kamu nunggu selama itu.” tanpa diminta, Wooseok menjelaskan alasannya dengan suara pelan.

Ia hanya berharap kalau Jinhyuk tidak salah paham mengenai tingkahnya tempo hari.

“Syukurlah.”

Saat mendengar penjelasan Wooseok, jujur saja hal itu membuat Jinhyuk bisa bernapas dengan lega. Kali ini dia menegakkan duduknya dan menatap Wooseok serius.

“Dengan kamu bilang begitu setidaknya saya jadi gak berpikir kalau kamu memang sengaja buat ngerjain saya.” ujarnya dengan diakhiri sebuah senyum kecil di sudut bibirnya.

Sengaja? ngerjain?

Wooseok menggelengkan kepalanya, “Enggak, aku gak ada niat buat kayak gitu sama sekali ke kamu. Aku beneran langsung pulang bahkan gak sempat bilang sama yang lain.” jelasnya dengan cepat, “...urusan keluarga.”

Kim Wooseok benar-benar tidak suka kalau orang lain salah paham terhadap dirinya. Dan entah mengapa, ia lebih tidak suka kalau Jinhyuk menyangkanya seperti itu.

Setelah hari sejak hari ganti pertemuan mereka tidak bisa karena terhalang jadwal kuliah, keduanya memang tidak pernah saling berhubungan lagi. Wooseok kira, Jinhyuk sudah menyelesaikan tugasnya, namun saat tadi pemuda jangkung itu menjawab belum, Wooseok tanpa berpikir panjang sudah memutuskan.

“Aku masih mau bantuin kamu kalau dibolehin.”

Sebaris kalimat yang masuk ke pandengaran Jinhyuk barusan terdengar lebih indah dari apapun. Dia menatap Wooseok yang mengangguk sungguh-sungguh, “Aku serius, Jinhyuk.” katanya.

Katakanlah Jinhyuk sekarang bagai orang bodoh yang mati-matian bersikap cool di depan Wooseok. Dia harus menjaga harga dirinya. Lagi, lagi dan lagi dia berdehem untuk sekuat tenaga menahan senyum lebarnya, yang bisa dilakukannya hanya diam-diam berseru kencang dalam hatinya.

Tidak ada yang tahu, rasa senangnya itu karena memikirkan tugasnya yang akan semakin mudah bila ada Wooseok atau mungkin karena alasan lain.

Dia merogoh dompetnya di dalam saku celana karena ada hal yang paling penting. Tangannya mengeluarkan sebuah tiket dan menaruhnya di atas meja, “Hari Sabtu, jam 10 pagi.” lalu dia mendorong tiket tersebut ke depan Wooseok, “Mau kan temani saya?”

Yang bisa dilakukan Lee Jinhyuk sekarang hanya menatap harap-harap cemas saat Wooseok mengambil tiket tersebut dan membacanya.

Bandung Art Month 2020

Itu adalah tiket yang sudah dibelinya sejak berhari-hari lalu. Sebagai anak seni, mana mungkin dia melewatkan pameran yang dihelat setahun sekali tersebut.

Entah takdir sebercanda itu atau bagaimana. Tapi baru saja dia berniat menawarkan satu tiket miliknya kepada salah satu temannya termasuk Sakura dan Sejeong kalau-kalau mereka tidak ada acara minggu ini.

Namun, sekarang dia justru mendapati Kim Wooseok yang mengangguk kecil sambil tersenyum tipis padanya.

“Boleh. Aku tahu tempatnya kok.”

Jinhyuk tidak pernah salah kalau dulu dia sempat mengatakan Wooseok cakep banget walaupun dilihat dari foto, kayak Bidadara celetuknya waktu itu. Karena faktanya sekarang saat dia melihat langsung, saat Wooseok berada tepat di depannya dan tersenyum, Jinhyuk berani bertaruh Kim Wooseok berkali-kali lebih indah.

Sumber inspirasinya telah datang.

“Biar saya aja yang jemput kamu nanti. Rumah kamu di mana?”