Desember, 2012

“Wooseok... kangen...”

Wooseok mengulas senyum lebar sambil menyambut pelukan Sejin begitu pintu terbuka, kemudian si tuan rumah itu bergelayut manja memegang lengan Wooseok dan membawanya masuk ke dalam, tepatnya ke ruang keluarga dimana ada Seungyoun yang sedang tiduran di atas sofa.

“Gabut bener lo gogoleran begini.” ujar Wooseok dengan nada meledek sambil mendudukkan dirinya di sofa yang berbeda.

Seungyoun yang sedang menonton tv hanya mendengus kecil sambil melihat Sejin yang sudah gelendotan sama Wooseok.

“Sejin ngidam aneh banget, masa minta ketemu buat gelendotan sama lo bukannya sama gue. Sumpah.. gak paham gue sama bawaan orok, bukan sama bapaknya malah sama orang lain.”

Wooseok tidak bisa menahan tawanya mendengar gerutuan Seungyoun yang terdengar sangat iri dengan dirinya. Sedangkan Sejin hanya mengangkat bahu sambil memeluk lengan Wooseok dan menyandarkan kepalanya pada bahu yang berstatus sahabat suaminya dari orok itu.

Iya seorang Cho Seungyoun nikah muda! Gila, Wooseok sampai mau pingsan pas dengar pertama kali.

Tiba-tiba setelah wisuda bulan Juli kemarin Seungyoun langsung melamar Sejin, pacarnya sejak semester tiga, kemudian selang dua bulan mereka menikah dan sekarang Sejin sedang hamil tiga minggu.

Wooseok mengenal baik Sejin sejak dikenalkan pas mereka masih awal-awal berpacaran, tapi memang akhirnya jarang bertemu soalnya Sejin beda kampus.

Menurut cerita heboh Seungyoun, dia bertemu Sejin di kafe pas Seungyoun lagi ikut-ikutan manggung sama teman-temannya. Jadi ya begitu saja kenalan terus pacaran awet sampai dua tahun lebih. Seungyoun memang kalau pacaran suka awet, tapi Wooseok cukup kaget juga pas tahu mereka memutuskan buat menikah di usia baru dua puluh dua. Kalau masalah kerjaan sih tidak usah pusing, Seungyoun anak sultan tinggal kerja di salah satu usaha Papinya juga bisa, rumah-mewah-saja sudah dikasih sebagai hadiah pernikahan mereka.

“Wooseok nginep aja, ya?”

Seungyoun semakin memajukkan bibirnya mendengar permintaan Sejin yang semakin aneh kepada Wooseok, “Gaboleh.. nanti kamu malah tidur sama Wooseok.” ujarnya keberatan.

Wooseok juga menggelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk tangan Sejin yang memeluk lengannya, “Gak bisa kalau sekarang. Nanti deh kapan-kapan lagi ya, Sej. Semoga dedeknya ngerti.” dia berkata cukup geli diakhir kalimatnya, membayangkan Seungyoun menjadi seorang bapak benar-benar bakal aneh menurutnya.

Helaan napas pendek terdengar jelas oleh Wooseok keluar dari bibir Sejin, namun dia mengangguk kecil, “Pulang malam aja, ya? aku mau makan sama kamu dulu.” untuk kali ini Wooseok mengangguk setuju sambil mengulas senyum, “Oke, aku makan malam disini. Udah lama gak main juga, kalian sibuk liburan terus.”

“Honeymoon gue mah tiap hari, seok. Diem di rumah juga berasa honeymoon, iya gak beb?” Seungyoun berkata sambil mengerling pada Sejin dengan senyum yang membuat Wooseok bergidik, sangat mengerti apa yang dimaksud sahabatnya itu.

“Tolong dong hargain gue sebagai kaum jomblo disini.”

Sejin tertawa kecil yang terdengar begitu halus di kuping Wooseok. Anak itu memang lemah lembut, Wooseok menyukai pribadi Sejin yang begitu ramah sejak mereka bertemu. Pokoknya bisaan banget Seungyoun dapetin yang modelan kayak Sejin begini.

Tanpa ragu Seungyoun langsung mencibir mendengar perkataan Wooseok yang membawa-bawa status percintaannya.

“Lagian elo, orang tuh pas lulus lanjut ke tahap lebih serius bukan malah putus, aneh banget.”

“Lo kan tahu, gue gak bisa LDR. Mantan gue anak rantau, habis lulus dia balik. Masa gue ditinggal gitu aja disini, ogah lah. Mendingan gue nyari yang lain.”

“Halah, tapi sampai sekarang masih gak dapet-dapet. Kasian. Beb, temen kampus kamu kasih ke Wooseok coba satu, biar dia gak jomblo lagi.”

Wooseok mendengus sambil melemparkan bantal sofa yang ada di sampingnya ke arah Seungyoun, sayang lemparannya langsung ditangkis sambil dia menjulurkan lidah untuk meledek. Ngeselin.

Melihatnya, Sejin hanya bisa menggelengkan kepala, sudah tidak aneh dengan tingkah kedua sahabat ini, “Mau aku kenalin tapi Wooseok nya enggak mau, ada teman aku anaknya baik padahal, ngemong banget.”

“Tuh kan, lo nya aja yang menolak datangnya jodoh, seok.”

“Gue gak nolak, Cho Seungyoun. Memang lagi gak ada waktu ketemunya. Gue sibuk.” sanggah Wooseok cepat sambil menyandarkan tubuhnya dan membuat Sejin kembali menyamankan posisinya yang sedang bersandar di pundak Wooseok.

“Nanti kalau udah enggak sibuk kasih tahu aku. Nanti aku atur biar kalian ketemu. Mau ya, Wooseok?”

Sejin menoleh ke arah Wooseok dengan senyum yang begitu hangat dan mata penuh harap. Tidak tega menolak, akhirnya Wooseok mengangguk kecil dan tersenyum tipis, “Tapi dia gak bakal ngajak nikah muda kan, Sej? Sumpah, aku gak siap kalau kayak kalian begini.” ucapnya sambil bergidik, “Berumah tangga terus nanti ngurus anak, duh enggak dulu deh. Gak kebayang.” lanjutnya.

Sejin kembali meloloskan tawa kecil melihat tingkah Wooseok yang berlebihan, “Bisa diatur, seok.” katanya.

“Enak tahu seok, nikah muda kayak gue sama Sejin, ada yang nemenin tiap hari.” sambar Seungyoun sambil berdiri dari sofa dan menghampiri Sejin yang sedang menyandar padanya, dia duduk di bantalan sofa dan tangannya mampir di atas kepala Sejin untuk mengelusnya penuh kasih sayang yang dibalas senyum hangat oleh Sejin.

Memang ini hawa pengantin baru terasa sekali penuh hal-hal manis yang berterbaran. Apalagi saat ini Seungyoun yang selalu siap siaga dengan segala permintaan aneh-aneh Sejin.

Dia kemudian melirik Wooseok, “By the way, lo agak rapi, ya? mau main ke sini doang tumben amat.” tanyanya sambil menelisik penampilan Wooseok yang tidak seperti biasanya hanya memakai kaos dan jeans atau sweater kegedean.

Kali ini Wooseok memang terlihat sedikit rapi dengan atasan kemeja berwarna baby blue yang dimasukan ke dalam celana berwarna khaki.

“Oh, nanti malem ada acara.. makanya gue gak bisa nginep, tapi kalau makan doang sih bisa disini. Asal gak lewat jam tujuh, ya?”

Sejin mengangguk setuju, lagipula sekarang masih pukul empat sore. Masih banyak waktu, tentu saja tinggal pesan makanan dari luar. Sejin tidak bisa masak, apalagi Seungyoun, bisa hancur dapur rumah mereka. Memang ada pelayan, tapi tidak datang setiap hari dan tidak menginap, itu adalah permintaan Seungyoun.

“Acara apaan malam minggu? wah jangan-jangan lo diem-diem udah punya pacar? temen kerja lo?” tebak Seungyoun sambil menyipitkan matanya menatap penuh curiga.

“Bukan, ada lah gue diajakin temen. Ulang tahun sepupunya.” jelas Wooseok tidak bisa menahan dengusan di awal kalimatnya.

Seungyoun dan Sejin hanya membulatkan mulutnya, namun si pemuda Cho itu kembali menatap curiga, “Di mana? jangan bilang bar?”

Tidak mau berbohong, Wooseok hanya mengangguk kecil dan kemudian mengangkat tangan untuk menghentikan Seungyoun yang akan membuka mulut, “Gue tahu. Gue bawa mobil dan gue gak akan minum! Stop, jangan ngoceh. Gue cuma nemenin dia doang, youn.”

Seakan mengerti, Sejin langsung memegang lengan Seungyoun dan mengelusnya. Sejin tidak pernah cemburu dengan kedekatan Seungyoun dan Wooseok karena mereka jauh sudah saling mengenal sejak kecil. Dan Sejin juga mengetahui kalau Seungyoun mencintainya.

Seungyoun hanya menghawatirkan Wooseok sewajarnya seorang teman.

Wooseok langsung menoleh pada Sejin sambil tersenyum dan berbisik keras sengaja agar Seungyoun mendengar, “Sejin kok kamu mau nikah sama Seungyoun sih? Pasti posesif ya?”

“Iya, dia emang posesif banget, Wooseok.”

“Ck, udalah gue mau ke kamar aja. Ngomongin orang kok depan wajahnya sih. Suami sama temen sama aja.” gerutuan Seungyoun yang berjalan meninggalkan mereka membuat Wooseok dan Sejin tertawa kecil, dasar baperan.

“Hati-hati lo ya, seok. Awas kalau gue denger yang aneh-aneh.”


Wooseok saat ini sudah berdiri di depan mobilnya di parkiran, dia sedang menunggu temannya yang belum datang juga setelah kedatangannya hampir sepuluh menit lalu.

Mereka memang tadi memutuskan untuk janjian di sini saja. Sebelumnya Wooseok bersikeras untuk membawa mobil sendiri karena memang dia akan berangkat dari rumah Seungyoun, padahal sudah ditawari untuk dijemput, tapi Wooseok merasa tidak enak karena rumah Seungyoun cukup jauh dari sini.

“Apa gue masuk sendiri aja?” gumam Wooseok tidak yakin kepada dirinya sendiri. Masalahnya dia tidak tahu yang berulang tahun itu yang mana orangnya, kan dia cuma diajak. Wooseok tidak mau seperti anak hilang nanti pas sudah di dalam.

Lima menit kemudian dia melihat sebuah mobil yang diparkir tepat di samping mobilnya. Wooseok yang sedang menyilangkan tangan di depan dada dan bersandar di kap mobil mendesah kecewa saat yang keluar dari pintu kemudi bukanlah temannya, melainkan seorang pemuda dengan kaos putih polos yang dilapisi jaket jeans berwana hitam.

Hanya sepersekian detik saja pandangan mereka sempat bertemu saat si orang itu turun dan menutup pintu mobilnya, Wooseok bisa melihat alis tegasnya yang terangkat sambil menatapnya sekilas sebelum berlalu melewatinya begitu saja.

Sorry.. lo baru pertama kali ke sini?”

Wooseok yang sedang kembali menunduk untuk memainkan sepatu sambil menunggu temannya itu menoleh ke belakang saat ada suara yang menggema, dia langsung mengangkat kepalanya.

Oh orang tadi? dia mengajaknya bicara? batin Wooseok tidak yakin saat itu.

Walaupun bingung, Wooseok mengangguk pelan dan dia bisa melihat senyum samar di ujung bibirnya.

“Jangan sendirian di basement, kalau mau nunggu orang di dalam mobil aja atau masuk sekalian, nunggunya di dalam.”

Orang itu memberitahunya sambil membenarkan rambutnya sendiri-bahkan cenderung seperti diacak-acak-sehingga beberapa helai anak rambut jatuh berantakan di atas dahinya. Dia kemudian memasukan kedua tangan di saku jaket saat melihat wajah bingung Wooseok, “Takut aja ada yang aneh-aneh, soalnya lo sendirian gitu.” lanjutnya menjelaskan.

Kepala Wooseok mengedar cepat pendengar penjelasan orang itu, memang benar basement ini sepi sekali, dia kembali menatap orang di depannya, “..oh.. oke, makasih.” balas Wooseok pelan.

Orang itu mengangguk singkat dan kembali mengulas senyum samar, “Sama-sama.. gue duluan.” pamitnya sebelum melangkah pergi.

“Lagian anak kecil kok nyasar ke sini.”

Wooseok melotot, dia masih bisa mendengar ucapan orang tadi yang bergumam sambil berlalu mengatainya.

“Gue bukan anak kecil!”

Dikatain seperti itu Wooseok membalas dengan nada tidak terima, yang benar saja, dia itu sudah 22 tahun-baru dua bulan lalu sih-, sudah lulus kuliah juga dan yang paling penting sudah bekerja-walaupun masih anak magang-masa dikatain anak kecil yang nyasar.

Namun, orang itu tampaknya tidak mendengar protesannya. Wooseok hanya menatap punggung lebar yang perlahan meninggalkan basement tersebut dengan tatapan kesal.

Walaupun begitu, toh Wooseok kemudian menuruti ucapan masuk akalnya untuk masuk kembali ke dalam mobil dan kemudian dia sibuk menelpon temannya berkali-kali sambil menggerutu.