[epilog 3]
Sesaat, Jinhyuk bisa merasakan bahwa waktu seperti berhenti berputar saat netranya bersitatap dengan mata sendu yang sedang menatapnya dibalik kaca mata bulat, teramat sangat familiar. Mata indah yang dulu sangat disukainya.
Jinhyuk tidak mungkin lupa.
Perasaannya tidak bisa berbohong, jantungnya menggila saat otaknya berhasil memproses apa yang sedang dilihatnya, nyata. Itu Kim Wooseok, mantan terindahnya.
“Jinhyuk? Kamu kenapa?”
Sebuah suara dan lambaian tangan di depan wajahnya membuat Jinhyuk mengerjap, kemudian ia mengalihkan tatapannya pada sosok di depannya yang sedang memasang raut wajah bingung.
“Gapapa, udah beres makannya? Mau langsung pulang?”
Yang ditanya mengangguk kecil, dia mencuri pandang dengan menengok ke belakang punggungnya, penasaran apa yang membuat Jinhyuk tertegun.
“Siapa? temen kamu?” tanyanya saat melihat seorang pemuda perawakan mungil yang sedang berbicara dengan pemilik cafe yang tadi dikenalkan oleh Jinhyuk.
Jinhyuk menghela napas pelan mendengar pertanyaannya, “Ya.” bisiknya.
“Kenapa gak disamperin? Temen kuliah dulu? Tuh udah mau pergi.”
Jinhyuk mengusap pahanya dengan kedua tangan, kakinya tidak bisa diam terus dimainkan, hati kecilnya berucap memohon saat Wooseok berdiri, jangan pergi, Shin.
Dia melihat sepupunya yang mengedikkan kepala, memberikan kode untuk menyusul Wooseok yang sudah berjalan pergi.
Dilema, haruskah ia menyusul Wooseok? atau tetap disini.
“Susul aja. Aku gapapa, Jinhyuk. Itu tadi... yang namanya Wooshin ya? mantan kamu?”
“Tapi Suj-”
“Mata kamu gak bisa bohong, Jinhyuk. Aku nanti tinggal bilang sama Papi, bawahanya gak cuma kamu yang ganteng. Tinggal minta dicariin pacar lagi.” ucapnya enteng.
Jinhyuk mendengus mendengarnya, tapi dia tersenyum kecil setelahnya, merasa bersalah pada anak kesayangan editor senior di tempatnya bekerja sekarang sekaligus temannya saat menempuh jenjang S2.
“Maaf ya, Sujeong.”
Sujeong mengangguk, “Buruan! Keburu pergi orangnya.” dia kemudian memekik kesal saat ujung kepalanya diusak oleh tangan lebar Jinhyuk sebelum benar-benar pergi meninggalkannya.
“Lee Jinhyuk bego. Sosoan mau nyoba pacaran, hatinya aja masih buat mantan! Untung gue pernah liat fotonya itu orang, jadi tau.”
Jinhyuk bisa melihat punggung Wooseok yang berjalan menuju parkiran, langkahnya masih sama seperti dulu, terlalu mudah disusul oleh Jinhyuk yang mempunyai kaki panjang.
Lima tahun berlalu, Jinhyuk tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya saat kembali melihat Wooseok. Dia tertawa pelan, masih tetap kiciw ternyata.
Tapi, sedang apa Wooseok disini? apa dia tahu bahwa Jinhyuk sedang berkujung ke cafe? apa sepupunya ada dibalik ini semua? yang paling membuatnya penasaran, sejak kapan Wooseok kembali ke kota ini?
“Wooshin..”
Suaranya pelan dan dalam, percayalah itu adalah suara yang mampu membuat Wooseok yang sedang kalut dengan perasaannya langsung membeku.
Suara Jinhyuk, ada Jinhyuk dibelakangnya.
Wooseok semakin erat mencengkram ujung bajunya, ia tidak siap bertemu Jinhyuk saat ini. Hatinya sedang berantakan. Dia mati-matian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Dia tidak akan berbalik, dia takut tidak akan bisa kembali. Dia takut akan selalu melihat ke arah Jinhyuk, sedangkan Jinhyuk melihat ke arah orang lain.
Wooseok tidak akan sanggup.
Saat sebuah tangan menahan lengannya yang akan mengeluarkan kunci mobil di saku, Wooseok langsung tahu.
Tangan Jinhyuk masih sehangat dulu.
“Jangan pergi lagi, Shin.”