[epilog 7]

Wooseok harus belajar dari pengalamannya yang lalu, ia harus bisa menahan ego dan emosinya, ia akan mendengarkan apapun penjelasan yang akan Jinhyuk katakan, begitu harusnya..

supaya masa lalu tidak terulang lagi.

Jinhyuk memegang kedua tangan Wooseok, mengelusnya pelan menggunakan ibu jarinya. Mencoba menenangkan. Pandangannya bersitatap dengan Wooseok yang masih memasang wajah kesal serta bibirnya mencebik ke bawah.

Masih tidak habis pikir dengan Jinhyuk.

“Berapa tahun kamu pacaran sama dia?” tanyanya kelewat ketus tidak bisa menyembunyikan perasaannya.

Jinhyuk mengangkat dua jarinya, membuat hati Wooseok mencelos lagi, Ya Tuhan. Serius gak sih! Yang begini katanya Jinhyuk masih menyayanginya? Bullshit.

“Minggu.” lanjut Jinhyuk saat melihat Wooseok akan melepaskan genggamannya.

“Baru dua minggu, Shin. Sumpah. Dari dua minggu itu baru ketemu dua kali. Tadi yang kedua dan yang terakhir.”

Wooseok menghela napas, merasa lega saat pikirannya salah menduga, dia menatap Jinhyuk dengan penuh tuntutan,

“Ceritain semuanya sekarang! Aku udah gak pusing lagi.” titahnya membuat Jinhyuk mengangguk patuh.

Maka, mengalirlah dari kedua bilah bibir Jinhyuk, tentang Sujeong yang merupakan temannya semasa kuliah. Sifatnya yang baik dan memang mudah bergaul membuat Jinhyuk betah berteman dengannya hingga mereka sudah lulus pun pertemannya tidak putus begitu saja, sesekali mereka akan bertemu kalau ada waktu luang disela-sela pekerjaan ditambah Seungyoun yang juga memang bekerja di satu kota dengan Jinhyuk.

Bahkan hingga saat ia beberapa bulan lalu disuruh kembali kesini ini oleh Ibunya, Sujeong juga yang baik menawarkan pekerjaan dari perusahan tempat Papi nya bekerja.

Karena Sujeong bekerja dan masih tinggal di luar kota, bukan disini. Makanya mereka baru bertemu dua kali selama pacaran, pertama saat Jinhyuk mengajaknya berpacaran, kedua saat tadi makan siang.

Sujeong bahkan tertawa saat Jinhyuk mengajaknya berpacaran, saat itu mereka sedang di mobil Jinhyuk dalam perjalanan ke bandara ketika dia akan pulang setelah berkujung ke rumah orangtuanya. “Kok jadi aku sih?” tanyanya heran. Tiba-tiba banget, padahal mereka baru bertemu lagi setelah Jinhyuk pindah.

Jinhyuk mengedikkan bahunya, sambil berucap “Aku tahu kamu orang baik. Kita nyambung juga, siapa tahu kan beneran bisa. Aku capek ditanyain Ibu gara-gara lima tahun gini-gini aja..”

”...papi kamu juga getol banget ngomongin kamu kalau sama aku. Kode gak tuh?”

Memang dasarnya Sujeong sama-sama sedang sendiri, dia yang kebetulan baru putus akhirnya mengiyakan. “Yakin kamu niat move on, hyuk? Tapi aku masih nata hati juga sih. Jadi, jangan ngarep banyak ya. Yaudah cobain dulu.”

Jinhyuk setuju, begitu saja ceritanya.

Judulnya memang berpacaran, tapi toh dua minggu itu mereka masih seperti layaknya teman. Sujeong juga tahu cerita Jinhyuk dengan Wooseok karena memang pernah diceritakan oleh Seungyoun tentu saja. Makanya dia agak tidak yakin dengan ajakan Jinhyuk, kata Seungyoun sih kagak mungkin si Jinhyuk bisa move on dari drama permantanannya.

Berteman dan menjalin hubungan adalah dua hal yang Jinhyuk rasakan dan rasanya sangat berbeda. Dia memang nyaman berteman dengan Sujeong karena sifat baiknya, tapi saat menjalin hubungan, hatinya tidak bisa berbohong, benar sekuat apapun tekadnya untuk berpaling, disana selalu ada nama Wooseok yang tidak bisa digantikan.

Lima tahun, selama itu dia tidak pernah membuka hatinya untuk yang lain, bagi laki-laki seperti Jinhyuk yang dijuluki fakboi oleh Wooseok karena mempunyai mantan-cukup-banyak dan pergaulan yang luas, itu merupakan sebuah pencapaian, sebuah kesungguhan yang tidak main-main.

Lee Jinhyuk benar-benar hanya mencintainya.

Sama halnya dengan Jinhyuk, Wooseok pun begitu, lima tahun ini hanya memikirkan Jinhyuk, Jinhyuk dan Jinhyuk, tidak ada yang lain. Jinhyuk orang yang bisa membuat ia berani membuka hati untuk pertama kali, Jinhyuk orang yang tidak gentar mengekorinya mencoba meluluhkan hatinya hingga berbulan-bulan walaupun selalu diabaikan. Jinhyuk yang paling sabar, Jinhyuk yang paling mengerti dirinya. Jinhyuk patah hati pertama sekaligus cintanya.

Lima tahun lalu adalah sebuah kesalahan yang memang sangat menyakitakan bagi keduanya, saat keadaan mengharuskan untuk berpisah walaupun hati mereka masih saling mencintai.

Tapi, itu yang justru menyadarkan keduanya tentang fakta bahwa mereka tidak bisa saling melepaskan, berapa lama pun saling pergi, seberapa jauh pun terpisah jarak, takdir tetap membawa mereka kembali bertemu karena ada benang merah yang masih terhubung, masih kuat mengikat.

Jinhyuk selesai menceritakan semuanya, bahkan ia juga menyinggung kabar teman-temanya sekarang yang tidak lagi pernah merecoki Wooseok karena permintaannya. Jinhyuk takut Wooseok merasa tidak nyaman karenanya.

Wooseok belum memberikan respon apapun. Jauh di dalam hatinya berkali-kali mengucap syukur saat mendengar cerita Jinhyuk. Ia percaya pada Jinhyuk. Ia percaya pada hatinya kali ini. Ia tidak akan mengulang kecerobohannya bertahun-tahun lalu, tidak lagi mau kehilangan sosok Jinhyuk dari hidupnya.

“Shin..”

Panggilan dari Jinhyuk membuat Wooseok kembali dari pikirannya, dia menatap Jinhyuk yang memasang raut cemas, ketakutan jelas terlihat.

Jinhyuk takut Wooseok tidak menerima penjelasannya, seperti dulu.

“Tolong kali ini percaya sama aku, Shin..” Jinhyuk berbisik, tanganya menggenggam semakin erat, “Aku bener-bener serius, cuma kamu dari dulu. Gak ada yang lain.” tatapannya penuh harap pada Wooseok.

Wooseok menggigit bibirnya, lalu mengangguk pelan dengan yakin, “Aku percaya, Jinhyuk.. aku percaya sama kamu.” katanya lirih.

Dia memajukan duduknya untuk memeluk erat bahu Jinhyuk, menyembunyikan wajahnya disana, di ceruk leher Jinhyuk.

Jinhyuk memejamkan matanya, cupu banget. Malah dia yang sekarang nangis. Berkali-kali dia bilang makasih sama Wooseok. Berkali-kali pula dia memeluk Wooseok semakin erat.

“Aku kangen banget sama Jinhyuk..”

Jinhyuk mengiyakan, ia tahu.

“Jangan pergi jauh lagi... jangan pernah lepasin aku lagi... jangan ya, Jinhyuk.”

Jinhyuk mengiyakannya lagi, tidak akan Wooseok, tidak akan pernah.

Jinhyuk melonggarkan pelukannya, ia mau melihat wajah Wooseok sepuasnya. Mengganti lima tahun paling menyiksa yang pernah ia alami. Ditatapnya dalam-dalam semua sisi wajah Wooseok, diperhatikan setiap detailnya, kangen banget dia. Dahinya, matanya, alisnya, hidungnya, pipinya yang sering merona, bibir mungilnya yang berwarna pink pucat, dagunya, rahangnya dan semuanya dari diri Wooseok, Jinhyuk teramat sangat merindukannya.

“Kok kamu nangis?” Wooseok mengusap ujung mata Jinhyuk dengan lembut, keinginannya daritadi untuk memegang wajah Jinhyuk akhirnya kejadian, beneran ini bukan mimpi. Jinhyuk di depannya, tepat.

“Jangan nangis, Jinhyuk.”

Wooseok berucap lirih, dengan tangan yang masih mengusap rahang Jinhyuk. Matanya kembali berkaca-kaca tapi binar bahagianya tidak bisa disembunyikan, tidak sendu seperti tadi.

“Aku nangis gara-gara kelewat seneng, Shin. Gara-gara kamu.”

Jinhyuk mendongak untuk menghalau air matanya, lalu terkekeh kecil, “Maaf ya, aku beneran seneng banget. Gak ngerti lagi. Jadinya gini.”

Wooseok mengangguk sangat mengerti karena dia pun merasakannya, Wooseok kembali memeluk Jinhyuk, menepuk-nepuk punggungnya mencoba menenangkan, tingkahnya membuat Jinhyuk mengulas senyum simpul.

“Itu si bruni masih ada?”

Jinhyuk melirik kadal biru yang disimpan diatas meja belajar, barang yang pernah jadi drama diantara teman-temannya dulu. Masih merasa lucu kalau ingat kebadutan Yohan yang bertingkah sok ide.

Wooseok meringis mendengarnya, tangannya sekarang semakin erat memeluk leher Jinhyuk. Kepalanya juga sudah bersandar nyaman di pundak lelaki itu, “Selalu aku bawa kemana-mana.. biar inget kamu terus.” cicitnya mencoba jujur.

Wooseok langsung merasakan tangan Jinhyuk yang juga memeluk pinggangnya semakin erat, serta kepalanya yang semakin dalam dikubur diceruk lehernya, hingga Wooseok bisa merasakan hembusan napas Jinhyuk yang terasa hangat disana. Jinhyuk juga memberi kecupan-kecupan ringan di bahunya.

“Aku juga kadang peluk si bruni kalau lagi kangen banget sama kamu, hyuk.” tambahnya.

Jinhyuk tertawa kecil, semakin tidak menyangka mendengar hal seperti itu dari seorang Kim Wooseok,

“Sekarang kamu bisa meluk langsung, Ushin.”

Wooseok tidak menjawab, tapi kepalanya mengangguk setuju. Masih banyak waktu, masih banyak kesempatan Wooseok akan memeluk Jinhyuk sepuasnya, karena selama apapun itu Jinhyuk tidak akan protes.

Untuk sekarang ia memilih melepaskan pelukannya sebentar, ada yang harus dilakukannya terlebih dulu. Netranya menatap langsung ke dalam mata Jinhyuk, menampilkan senyum paling manis hingga membuat Jinhyuk pusing.

Gila, ini sih keinginannya daritadi, melihat senyum Wooseok yang paling dia rindukan.

“Kamu kok bisa ada di cafe?” Jinhyuk akhirnya menanyakan hal paling membuat dia penasaran. Jemarinya merapikan rambut Wooseok yang sedikit berantakan, “Gimana ceritanya?”

“Dikasih tau bang Junhoo kamu ada di sana, tiga hari lalu aku ke cafe dan ya begitulah...” Wooseok lalu memasang raut serius hingga memudarkan senyum manisnya, “Jinhyuk... sebelumnya aku mau minta maaf dulu.”

“Buat apa, hmm?”

Wooseok sedikit menunduk, menatap tanganya yang sekarang bertumpu di dada Jinhyuk, ia menghela napas, “...buat yang dulu.” ujarnya sambil jemarinya mengusap pelan disana, pada jejak air matanya tadi yang masih membekas di kemeja Jinhyuk.

Langsung mengerti, Jinhyuk seakan tahu kemana arah pembicaran ini. Dia mengangkat dagu Wooseok agar kembali menatapnya, mata itu yang baru saja berbinar kembali sendu dengan penuh rasa bersalah.

“Shin, dengerin aku ya. Yang lalu udah gak usah diingat lagi. Bukannya kamu sudah berdamai dengan masa lalu, makanya kamu bisa melangkah sejauh ini?”

Wooseok memejamkan matanya sebentar lalu kembali menatap kedua bola mata Jinhyuk yang masih mencoba meyakinkan, seakan semuanya tidak apa-apa.

“Justru karena aku udah berdamai sama masa lalu, hyuk... aku ngerasa jadi orang paling egois, aku... ngerasa jadi paling bodoh, aku... semuanya yang terjadi pada kita.. itu gara-gara aku. Aku bersal-”

Jinhyuk mengentuh bilah bibir Wooseok dengan ibu jarinya, menghentikan segala ucapan yang akan semakin banyak diucapkannya dan Jinhyuk tahu pasti isinya hanya akan menyalahkan dirinya sendiri.

Jinhyuk tidak pernah menyalahkan Wooseok, dulu memang keadaan yang memaksa mereka untuk berpisah, untuk saling melepaskan. Mungkin memang harusnya begitu, mungkin mereka memang harus melalui fase yang menyesakkan itu agar hari ini tiba.

“Aku gak mau kamu ngomong gitu lagi.”

Wooseok mengangguk pelan sambil menggigit bibir bawahnya, kenapa sih Jinhyuk baik banget. Walaupun tatapannya lembut tapi ucapannya sangat mendominasi, Wooseok tahu Jinhyuk tidak mau dibantah dan itu demi kebaikannya juga, kebaikan mereka.

“Sekarang kita pikirin buat kedepannya aja, ya. Kita mulai lagi semuanya, kita ganti waktu yang hilang lima tahun kemarin dengan cerita baru, buat moment sebanyak-banyaknya dengan waktu lebih lama. Cuma aku sama kamu..”

Jinhyuk mengulas senyum hangat walaupun masih ada jejak air mata yang masih bisa Wooseok lihat,

“Kamu mau kan?”

Jinhyuk lega, senyumnya tidak bisa ditahan, sungguh beban dibahunya selama bertahun-tahun terangkat secara perlahan saat Wooseok mengangguk dan berucap tanpa ragu, “Mau, Jinhyuk. Aku mau sama-sama kamu lagi.”

Wooseoknya kembali.

Dikecupnya dahi Wooseok, berlama-lama disana. Gak ada yang lebih bahagia dari ini, Jinhyuk sudah tidak tahu berapa kali hatinya meyakinkan kalau ini nyata.

“Sayang banget aku sama kamu, Shin.”

Jinhyuk berbisik tanpa menjauhkan wajahnya, menyatukan dahi mereka dengan tangan kanan yang menangkup pipi Wooseok, mengelusnya pelan menggunakan ibu jarinya. Dengan jarak sedekat ini ia bisa dengan jelas melihat rona kemerahan disana yang perlahan timbul. Gemas.

“Aku juga, sayang Jinhyuk.”

“Tapi, aku lebih sayang kamu.”

Wooseok meloloskan kekehan kecil pada Jinhyuk yang tidak mau kalah, si fakboi ini memang.

“Jinhyuk..”

Napas hangat keduanya terasa sangat dekat dengan jarak seintim ini, saling menerpa wajah masing-masing. Jinhyuk bergumam dalam memberi respon. Wooseok tersenyum bahagia,

”..mau sama Jinhyuk, selamanya.” bisiknya.

Jinhyuk memiringkan wajahnya, mengulum senyum mendendengar permintaan Wooseok. Lalu ia memilih mencuri kecupan di bibir mungil yang masih mengulas senyum manis itu sebagai jawabannya dari permintaan Wooseok.

Saat Wooseok memejamkan matanya, Jinhyuk tahu artinya, Wooseok benar-benar telah memberinya kesempatan lagi.

Jinhyuk benar-benar menyalurkan kerinduannya selama bertahun-tahun, tidak ada ciuman yang terlalu menuntut disana, semuanya sangat hati-hati teramat lembut hingga rasanya Wooseok ingin menangis lagi diperlakukan semanis ini oleh Jinhyuk. Dengan begini, dia tahu sebesar apa Jinhyuk yang begitu tulus mencintainya, sebesar apa rindu yang Jinhyuk punya padanya selama ini karena seakan tiap kecapnnya ada satu rindu yang tersampaikan.

Tangan Jinhyuk kembali beralih untuk merengkuh pinggangnya membuat jarak keduanya semakin dekat, tak akan dilepas lagi, rengkuhan hangatnya hanya untuk Wooseok, bukan yang lain.

Hingga Wooseok sadar, bukan hanya air mata miliknya yang mengalir di sela ciuman kerinduan mereka.

Jinhyuk juga sama menangis.

Jinhyuk juga sama frustasinya, menahan rasa yang selama ini dipendam di hati paling dasar miliknya.

Kali ini, biarkan beban itu, sesak yang mereka rasa selama bertahun-tahun dilepaskan.

Memulai semuanya lagi, mengulang rasa yang tidak pernah hilang, tapi justru bertahan semakin dalam.

#weishinbalikan2020