“Jinhyuk..?”
Wooseok mengetuk pintu kamar Jinhyuk beberapa kali, namun tidak ada tanggapan sama sekali. Tangannya memegang handle pintu dan mencoba membukanya, namun tidak bisa. Masih dikunci seperti tadi pagi. Dia melihat jam di tangan kanannya, sudah lewat jam makan siang, tapi tuan mudanya ini tidak juga keluar kamar.
“Jinhyuk? Lo harus makan. Lee Jinhyuk???”
Kali ini Wooseok bukan lagi mengetuk tapi menggedor pintu kamarnya sambil berdecak. Jinhyuk ini selalu bisa membuat Wooseok pusing, segala adat dan tingkah lakunya memang menggambarkan sekali anak tunggal orang kaya yang suka seenaknya dan songong.
“Gue buka, ya? Gue ambil kunci kamar lo dulu.”
Telinga Wooseok sengaja menempel pada daun pintu untuk mendengar respon dari dalam, namun hanya hening. Dengan sedikit mengerutkan dahinya, Wooseok berjalan menuruni tangga akan menuju ruang keamanan rumah mewah ini untuk meminjam kunci kamar Jinhyuk. Dia berpapasan dengan pelayan senior, seperti kepala pelayannya lah kira-kira. Jangan heran, namanya juga orang kaya.
“Bu, Jinhyuk belum keluar kamar kan dari pagi?” tanyanya langsung untuk memastikan.
“Belum, saya belum lihat tuan muda turun. Biasa makan sama Mas Wooseok, kan?”
Wooseok mengangguk kecil lalu bahunya terkulai lemas membuat pelayan berusia lebih setengah abad itu tersenyum kecil menatapnya, “Dibawa ke kamar aja makanannya, Mas.” ujarnya lembut.
“Ini aku mau ngambil kunci kamarnya dulu, kamarnya di kunci, bu. Aku ke Pak Khun dulu.” pamitnya sambil membalas senyum, Wooseok menyukainya sejak pertama kali bekerja di rumah ini, beliau orang yang sangat lembut dan perhatian, bahkan katanya sudah bekerja di keluarga Lee sejak kedua orangtua Jinhyuk belum menikah.
“Tuan muda Lee Jinhyuk....” Wooseok kembali mengetuk pintu kamarnya, “Gue masuk ya? Gue udah pegang kunci kamar lo.” ujarnya sekali lagi.
Tanpa menunggu jawaban yang tak kunjung didengar, Wooseok membuka pintu kamar Jinhyuk. Beruntung tidak ada kunci yang tergantung dari dalam hingga dengan mudah langsung terbuka.
Bola mata Wooseok membulat sempurna saat memasuki kamar tuan mudanya. Sampah bekas berbagai jenis chiki serta kaleng soda berserakan di atas meja, bahkan beberapa tergelak sembarangan di atas karpet. Belum lagi, gorden berwarna abu tua yang menutupi pintu serta jendela ke arah balkon masih tertutup rapat hingga kamar ini masih gelap.
Dan sosok yang membuat Wooseok pusing itu sedang menutup matanya di atas tempat tidur berukuran king size sambil tengkurap memperlihatkan punggungnya yang polos tanpa memakai baju, selimut berwarna senada dengan gorden itu sudah melorot hingga sebatas pinggang. Wooseok sampai heran, tidur sendiri kok sampai berantakan banget. Emang bar-bar segala-galanya.
Dalam sekali tarikan, Wooseok membuka gorden kamar sehingga cahaya matahari langsung menerobos masuk dan membuat sedikit pergerakan dari Jinhyuk.
“Bangun, Lee Jinhyuk.”
Jinhyuk menutup kepalanya menggunakan bantal saat mendengar suara yang sangat dihapalnya, “Brisik lo.” balasnya samar-samar.
“Mandi, makan. Lo bolos kuliah gara-gara mau tidur sampai siang dan kayak gini?”
Wooseok bergidik memandang sampah-sampah itu, biar nanti dia minta pelayan untuk membereskannya saat Jinhyuk keluar kamar. Dasar jorok!
“Gua bilang jangan masuk kamar, Wooseokkkkk!!!” geram Jinhyuk di bawah bantal dan dia langsung berjengit saat tangan Wooseok menepuk kulit punggungnya, anjing baru inget gapake baju.
“Bangun lo, kenapa malah masuk ke dalam selimut lagi sih!!!”
Tangan Wooseok menarik selimut yang menutupi tubuh Jinyuk, dan Jinhyuk sudah bilang kan kalau tenaga Wooseok itu kayak samson! mereka malah main tarik-tarikan selimut.
“Lee Jinhyuk, mau gue banting atau pelintir lagi tangan lo?”
“BODYGUARD JAHAT EMANG LO!!”
“Iya udah emang gue jahat, makanya lo nurut sama gue!” Wooseok menarik kuat selimut Jinhyuk hingga terlepas dari tangan pemiliknya. Sambil menggerutu Jinhyuk duduk dan menatap Wooseok sinis.
“Apasih gausah sok perduli sama gua, mau gua bangun siang kek, bolos kuliah kek, gak makan siang kek, serah gua.”
“Jangan caper, orangtua lo lagi gak ada.”
Wooseok membalas dengan tenang, sambil mengulas senyum tipis, menghadapi Jinhyuk selama ini dia sedikit banyak paham dengan segala tundak tanduk anak tunggal yang selalu ditinggal orangtuanya bekerja.
“Nanti kalau lo kena masalah, gue dulu yang ditanya. Gue yang dikasih tanggung jawab buat jagain lo.”
Jinhyuk berdecak sambil memalingkan wajahnya menatap sembarangan ke arah sampah-sampah bekas makanya semalam.
“Lo pucat, mandi dulu terus makan.” kali ini Wooseok melembutkan nadanya sambil duduk di tepi tempat tidur Jinhyuk. Dia menatap Jinhyuk yang terlihat berantakan, lalu memegang kening pemuda itu menggunakan punggung tangannya, namun hanya beberapa detik langsung ditepis oleh Jinhyuk, “Apasih, pegang-pegang.” katanya.
“Lo gak enak badan? masuk angin? siapa suruh tidur gak bajuan sambil ac nya segini sih. Minum soda berapa kaleng lagi.” Wooseok berdecak sambil bangun dari duduknya dan mencari remote ac untuk mengganti suhunya.
“Mandi air hangat, habis itu gue bawain makan ke sini.”
Jinhyuk melengos sambil sudut matanya memperhatikan Wooseok yang sedang menyetel ulang suhu kamarnya, “Gua males makan, lidah gua pahit.” gumamnya.
“Gue bawain bubur kalau gitu. Buruan mandi dulu, jangan lama-lama. Gue ke dapur dulu minta bikinin bubur.” Wooseok berujar sambil berjalan ke arah pintu, dan dia menatap Jinhyuk sambil mengacungkan telunjuknya, “Awas kalau dikunci lagi, gue dobrak beneran.” dengan serius Wooseok memberikan peringatan dan begitu pintu kamarnya ditutup Jinhyuk sibuk mengerang sambil meracau.
“Pergi aja lo, bodyguard bawel, ngeselin, seenaknya, galak. Muka sama kelakuannya beda banget anjir.”
“Gue denger ya, tuan muda yang terhormat.”
Dan Jinhyuk semakin meracau saat mendengar suara Wooseok di depan pintu kamarnya.
“Jinhyuk, hidup lo jangan dibawa ribet deh. Tinggal pake doang apa susahnya sih?”
Wooseok berucap frustasi sekaligus gregetan menghadapi Lee Jinhyuk, pemuda berusia dua puluh satu tahun yang sedang menghindarinya dengan terus berjalan menjauh darinya berputar-putar di dalam kamar.
“Gua gak mau mau pake begituan, gua bukan bayi ya anjir.. uhuk...” katanya sambil terbatuk dan tangannya menunjuk-nunjuk sesuatu di tangan Wooseok, bye-bye fever.
“Lo demam dan ini bukan buat bayi. Buat orang dewasa juga ada.”
Wooseok menatap galak pada Jinhyuk yang berdiri di dekat pintu balkon sedangkan dia sendiri berdiri di samping tempat tidur. Semakin sore hingga sekarang malam hari, demam Jinhyuk semakin tinggi malah ditambah batuk. Bahkan saat tadi makan malam pun beberapa kali anak itu mengeluh pusing, kepalanya berat.
“Kalau kayak gini, gue tuh berasa bukan aspri apalagi bodyguard. Gue tuh kayak babysitter tahu gak?!” helaan napas panjang terdengar jelas keluar dari bilah bibir Wooseok, dia menatap Jinhyuk kemudian melemparkan sembarangan bye-bye fever nya, “Udalah dikompres pake air es aja kalau gitu.” telunjuknya kembali terangkat ke arah Jinhyuk, “Lo duduk di tempat tidur pas nanti gue balik kesini. Gak ada nolak!” ucapnya.
“Iya.. uhuk.. udah sana. Gua juga capek mau tidur.”
Wooseok hanya melengos sambil keluar kamar dan bergumam pelan, “Besok-besok gua banting setir aja jadi babysitter.“
Tidak sampai sepuluh menit, Wooseok kembali masuk ke dalam kamar Jinhyuk sambil membawa wadah berisi air es dan handuk kecil dan si tuan muda itu sudah tiduran di atas tempat tidur sambil menutupi wajah dengan satu tangannya.
“Jinhyuk, lo tidur?” Wooseok bertanya sambil duduk di tepi tempat tidur, dia meletakan wadah berisi air es nya di meja nakas tepat di samping tempat tidur dengan menyingkirkan dulu barang-barang Jinhyuk yang ada di sana ke dalam laci.
“Enggak..”
Suara Jinhyuk terdengar semakin serak, Wooseok menyingkirkan tangan Jinhyuk yang menutupi wajahnya. Bahkan tangannya pun terasa panas di kulit Wooseok.
Dengan cekatan, Wooseok mengompres kening Jinhyuk menggunakan handuk yang sudah dimasukan ke dalam air es, dia sedikit meringis saat Jinhyuk berjengit karena merasakan dingin yang menyapa kulit wajahnya. Tangannya mengambil tisu dan mengelap sisi wajah Jinhyuk yang terkena tetesan air dari handuk di atas keningnya.
“Lo tidur aja, pasti tadi obatnya bikin ngantuk. Besok pagi lo ke dokter.”
Jinhyuk terbatuk kembali dan Wooseok langsung memberinya air putih, “Minum dulu.” dengan sedikit mengangkat kepalanya Jinhyuk minum dengan gelas yang dipegangi oleh tangan Wooseok.
Selama hampir tiga bulan Wooseok bekerja dengan Jinhyuk, memang baru kali ini tuan muda songong ini sakit dan Wooseok cukup heran dengan segala tingkah manja dan kekanakan yang bisa dia lihat dari seorang Lee Jinhyuk.
Tadi pas di dapur dia memang sempat diberitahu, biasanya kalau tidak ada Maminya yang mengurus itu Ibu kepala pelayan, beliau sudah terbiasa mengurus Jinhyuk sejak bayi.
”...besok gua ke dokter nya sama lo?” tanya Jinhyuk pelan sambil menatap Wooseok dengan kening yang masih terpasang handuk, lagi-lagi dia terbatuk.
“Bebas atau lo mau sama Pak Khun?” Wooseok balik bertanya membuat Jinhyuk mendengus disela pusingnya, “Tau ah, rese lo.” ujarnya.
“Iya sama gue aja, Jinhyuk. Lagian gue udah dikasih tahu dokter keluarga lo dimana.” jelas Wooseok sedikit tersenyum saat mendengar nada kesal khas Jinhyuk. Tangannya mengambil handuk di kening Jinhyuk dan kembali dimasukan ke dalam wadah, diperas lalu diletakan lagi di kening Jinhyuk.
Mata bulat dibalik kacamata Wooseok menatap Jinhyuk yang kali ini memejamkan matanya, “Perlu gue telepon orangtua lo?” tanyanya sedikit ragu. Namun, dia langsung melihat Jinhyuk yang menggeleng pelan, “Gausah, biarin aja. Besok juga gua sembuh. Mereka balik tiga hari lagi.”
“Oh... okay.”
Jinhyuk mengerang pelan sambil memijat keningnya, oh sudah tidak ada kompres lagi ternyata. Tangannya meraba ke bawal bantal untuk mencari ponselnya, matanya menyipit saat layar ponselnya dinyalakan karena cukup silau di keadaan kamar yang tamaram.
Pukul tiga dini hari.
Dia melihat wadah berisi air di atas meja nakas lengkap dengan handuknya serta sebuah termometer. Jinhyuk tidak ingat kapan dia tidur, yang pasti tidak lama saat Wooseok mengompresnya, dibawah pukul sepuluh malam karena tidak lama setelah jam makan malamnya.
Jinhyuk menyingkap selimutnya dan memakai sandal rumah serta berjalan ke kamar mandi. Begitu keluar kamar mandi, mata Jinhyuk menyipit memperhatikan pergerakan di atas sofa di sisi kamarnya, Wooseok? batinnya.
Langkah lebar Jinhyuk berjalan pelan karena kepalanya masih terasa berat.
Kim Wooseok tertidur sambil memeluk bantal sofa, kening Jinhyuk mengerut dalam menatapnya, kenapa dia tidur disini? mana tidak pakai selimut dan untungnya sofa kamar Jinhyuk itu lebar serta panjang, cukup untuk ukuran badan kiciw Wooseok hingga tidak harus menekuk kakinya.
Tangan Jinhyuk belum sampai menyentuh pundak Wooseok langsung diurungkan saat melihat Wooseok yang tertidur pulas dengan bibir mungilnya yang sedikit terbuka, “Lo tidur kayak gini biar apasih, nanti sakit kan repot!” Jinhyuk bergumam sambil berjalan mencari selimut di dalam lemarinya.
Setelah dapat, dengan pelan dan hati-hati, Jinhyuk menyelimuti Wooseok yang untungnya memakai sweater bukan kaos pendek.
Dia menghela napas dalam sambil duduk di atas karpet tepat di bawah sofa, memperhatikan wajah Wooseok yang tidak terganggu sama sekali saat Jinhyuk memakaikannya selimut.
“Dua minggu lagi, ya.” bisiknya sambil menumpu dagu dengan tangannya, “Apa gua harus minta lo tetap sama gua, seok?”
Sebuah lengkung dari sudut bibir Jinhyuk terlihat saat Wooseok mengguman dalam tidurnya seperti sedang merespon ucapannya, “Lo.. manis banget kalau lagi tidur. Sayang banget gua baru lihat pas sekarang lo udah mau pergi..”
Jinhyuk menatap tangannya sebelum tangan itu bergerak dengan ragu ke atas kepala Wooseok, kemudian mengusap pelan rambut Wooseok yang terasa sangat halus di telapak tangannya, “Maaf ya, kalau gua suka bikin lo pusing atau mara-mara.” ujarnya sungguh-sungguh.
“Makasih udah ngerawat gua semalam dan lo repot-repot tidur disini.”
Sejak pertama kali bertemu, Kim Wooseok begitu menarik perhatian dengan wajah manisnya dan Jinhyuk tidak pernah menyangkalnya sama sekali.
Dia memang pernah underestimate saat melihat Wooseok yang dikenalkan sebagai bodyguard barunya oleh Pak Khun, kepala keamanan rumah ini. Namun, sejak hari itu juga tangan Jinhyuk dipelintir dan dia yakin Wooseok memang kompeten di bidangnya. Apalagi setelah tahu dia pernah menjaga anak bungsu seorang perdana menteri, pasti sudah benar-benar diakui.
Jinhyuk memang tidak lama mengenal Wooseok, bahkan di keseharian mereka lebih banyak gerutuan dan ketidakakuran lainnya daripada kedamaian.
Namun, Jinhyuk tidak bisa berbohong kalau dia merasa nyaman dengan sosok Wooseok, bukan hanya karena pertama kali memiliki bodyguard yang tidak berbeda jauh usianya. Tapi, mungkin karena hal lain yang tidak Jinhyuk sadari, dia... perlahan menginginkan Wooseok terus berada di sisinya, menemani harinya.
Ditambah Jinhyuk sangat tidak nyaman melihat Wooseok yang terlihat akrab dengan Seungyoun maupun anak perdana menteri itu yang menurutnya songong. Jujur saja dia sedikit iri melihatnya karena tidak bisa segamblang seperti mereka saat bersikap kepada Wooseok.
Kembali meragu, Jinhyuk menggigit bibir bawahnya sebelum memajukan wajah dan mengecup lembut kening Wooseok.
“Dimanapun lo, stay safe. Jangan mentang-mentang jago berantem, lo bisa deket-deket sama hal berbahaya.” bisiknya lirih sebelum menjauhkan wajahnya dan berjalan kembali ke tempat tidur.