Jinhyuk memainkan sedotan yang ada di gelasnya secara asal, banana smoothie yang dipesannya itu sudah tinggal setengah gelas lagi. Dan walaupun tangannya memainkan sedotan disana, tapi tatapannya tidak lepas untuk mengekori setiap gerik dari manusia yang sedang duduk di hadapannya.
Bibir Jinhyuk sedikit mencebik ke bawah saat melihat Wooseok yang sibuk dengan ponselnya, kekasihnya itu terlihat menunduk dan menatap layar ponselnya dengan serius dilengkapi berbagai ekspresi. Jemarinya dengan lincah bergerak terus-menerus saat berbalas pesan.
“Chatting sama siapa sih? serius banget.”
Rasa penasaran seorang Lee Jinhyuk tidak bisa dibendung lagi, bisa-bisa dia meledak karena kesal sekaligus penasaran melihat kekasihnya yang terlihat sibuk sendiri dengan ponselnya.
Wooseok mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis menatap Jinhyuk yang mulai terlihat kesal, “Sebentar ya, ini adek gue, Jinhyuk. Lagi ngomong di grup keluarga.” katanya meminta pengertian.
Mendengar perkataan Wooseok, Jinhyuk akhirnya mengangguk paham dan dia kembali memainkan sedotannya sambil menunggu. Kalau memang itu urusan keluarga ya Jinhyuk tidak bisa protes lebih banyak.
Wooseok punya kehidupan pribadi yang tidak boleh Jinhyuk campuri. Jinhyuk cukup mengetahui dimana batasannya.
Hingga akhirnya tidak sampai lima menit kemudian Wooseok menyimpan ponselnya di atas meja dan menatap Jinhyuk dengan senyum tidak enak, “Maaf, ya..” katanya pelan.
“Gapapa, kok. Penting banget kayaknya?”
Wooseok mengangguk pasti lalu mengambil minumnya, segelas latte macchiatho yang tadi baru diminum sedikit, “Tiga hari lagi adek gue tanding, final. Jadi grup keluarga rame banget. Papa sih yang riweuh.” ujarnya sebelum minum.
Ucapannya barusan berhasil membuat Jinhyuk terlihat antusias, dia bahkan sampai menumpu kedua sikunya di atas meja dan menatap Wooseok dengan penasaran.
“Lo mau pulang? dukung adek lo?”
“Maunya. Emang dibolehin?”
Wooseok balik bertanya kepada Jinhyuk dan Jinhyuk langsung mengangguk tanpa ragu. Si tuan mudanya itu menampilkan senyum samar yang membuat Wooseok waspada.
“Tentu aja boleh. Asal gua ikut. Gua kan mau dukung adek pacar gua sendiri, gak salah dong?”
Nah kan!
Wooseok meringis sambil mengggaruk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali. Kalau sudah seperti ini, Lee Jinhyuk akan susah untuk dibantah. Belum lagi Yohan yang memintanya untuk datang, Wooseok tentu saja juga ingin mendukung adiknya itu.
“Gimana? Deal?” Jinhyuk bahkan sampai mengulurkan tangannya kepada Wooseok dan Wooseok menghela napas panjang lalu menjabat tangan tersebut, “Deal.”
“Gua gak pernah nonton pertandingan taekwondo. Pasti seru banget!”
Oke tidak ada salahnya juga mengajak Jinhyuk kalau anaknya memang mau dan sepertinya bukan pilihan yang salah melihat dia yang begitu antusias seperti ini.
“Jinhyuk... tadi lo nonton film nya gak sih? gue liat lo ketiduran.”
Wooseok kembali membuka suara beberapa menit kemudian sambil memotong waffle dengan topping potongan buah berry dan kacang almond di atasnya serta ice cream vanilla yang terlihat menggugah selera, lalu dia menyuapkan ke dalam mulutnya dengan potongan kecil.
“Enggak, gua emang tadi tidur.”
Jawaban Jinhyuk membuat Wooseok mengerutkan keningnya, “Kalau numpang tidur doang, kenapa kita gak pulang aja. Kan lo yang ngajakin nonton pulang kuliah tadi.”
Jinhyuk mengangkat bahunya sambil memperhatikan Wooseok yang sedang sibuk mengunyah, lucu banget sekaligus menggemaskan dengan kacamata bulatnya yang ditaruh di atas kepala. Dirinya sendiri hanya menyuap sedikit cheese cake yang secara asal dipesannya tadi.
“Gua cuma mau ngajak lo jalan. Biar kita gak buru-buru pulang.”
Memang setelah keluar dari bioskop Jinhyuk seakan melanjutkan aksi gak buru-buru pulangnya dengan mengajak Wooseok mampir ke sebuah kafe yang masih berada di sekitar Mall tempat mereka nonton.
“Dasar.”
Wooseok membalas ringan sambil menghabiskan wafflenya dan Jinhyuk hanya meloloskan tawa kecil.
Sejak dua minggu lalu kembalinya Wooseok bekerja dengan Jinhyuk memang tidak banyak yang berubah diantara mereka, tidak terlalu kentara juga. Mereka masih seperti biasanya, hanya saja Jinhyuk sedikit bersikap lebih manis walaupun dengan caranya yang terkadang menyebalkan.
Wooseok masih ingat saat pertama mereka bertemu ketika dia kembali bekerja. Saat itu Jinhyuk pulang dari kampus dan langsung mengetuk kamarnya dalam agenda “gak sabar mau lihat pacar gua.”
Si tuan muda itu bahkan rela membantu Wooseok yang sedang membereskan barang-barangnya, cenderung menganggu malah karena dia terlalu banyak berbicara dan berkomentar ini itu.
Sungguh bukan Jinhyuk sekali.
Saat Wooseok tanya kenapa, dia cuma menjawab, “Anggap aja ucapan selamat datang spesial dari gua.” sambil tangannya sibuk mengeluarkan barang-barang Wooseok dari dalam box.
Atau beberapa kali saat Wooseok menelpon untuk membangunkannya pagi-pagi. Jinhyuk dengan sengaja tidak menjawab hingga akhirnya Wooseok datang untuk membangunkan secara langsung ke kamarnya.
Dan betapa menyebalkannya senyum seorang Lee Jinhyuk saat Wooseok membuka pintu, tuan mudanya itu sebenarnya sudah bangun dan sudah terduduk di atas tempat tidur.
“Gua mau lihat lo pagi-pagi.” katanya yang membuat Wooseok berhasil mengeluarkan dengusan kecil dengan tingkah kekanakan Jinhyuk.
“Bangong aja, mikirin apasih?” suara Jinhyuk menarik kembali perhatian Wooseok yang sempat hilang sesaat. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis pada Jinhyuk.
“Gapapa... lo udah? mau pulang sekarang?”
Jinhyuk terlihat berpikir sambil mendorong piringnya ke tengah meja, bahkan makanannya tidak dihabiskan sama sekali dan dia menatap jam di layar ponsel pintar miliknya. Sudah jam tujuh malam.
“Lo gak mau kemana lagi gitu, seok?” tanyanya pada Wooseok yang langsung dibalas gelengan kepala, “Yaudah, pulang aja.”
Wooseok mengiyakan, dia bangun dari duduknya begitupun dengan Jinhyuk, mereka berdua berjalan bersisian keluar kafe. Dan Wooseok menolehkan wajahnya saat tangannya digenggam oleh Jinhyuk kemudian pemuda jangkung itu menautkan jari mereka sambil tetap berjalan, bahkan Jinhyuk seakan berpura-pura tidak melihat Wooseok yang menatapnya.
Sebuah senyum simpul terlihat di kedua sudut bibir Wooseok saat melihat tingkah Jinhyuk dan yang bisa dilakukannya adalah membalas dengan mengeratkan genggamannya tanpa ragu.
“Gua yang nyetir ya?”
“Kenapa? gue aja, Jinhyuk.”
“Udah deh, nurut aja. Jangan banyak protes. Kita lagi pacaran, dan lo bukan lagi kerja.”
Suara langkah panjang yang terdengar buru-buru mengiringi tuan muda kediaman Lee tersebut. Dia berjalan ke arah taman belakang dan langsung menaiki tangga menuju rooftop.
Helaan napas lega langsung keluar dari bibirnya disertai rasa kesal begitu melihat punggung Wooseok yang dibalut kaos berwarna hitam yang sedang berdiri sendirian di sana.
“Kim Wooseok!” ujarnya dengan nada sedikit berat dan cemas.
Wooseok menoleh dengan cepat saat mendengar suara Jinhyuk dan rautnya memasang wajah heran menatap Jinhyuk yang terlihat kesal, bahkan penampilannya masih terlihat rapi dengan blazer berwarna hitam yang melapisi sweater merahnya, “Kenapa, Jinhyuk?” tanyanya pelan.
Langkah Jinhyuk mendekat dan berdiri di hadapan Wooseok, tanpa berkata apapun si tuan muda itu langsung memeluknya dengan erat. Bahkan Wooseok bisa merasakan jantung Jinhyuk berdetak dengan cepat saat kepalanya bersandar di dada Jinhyuk.
“Jinhyuk, kenapa?” bisiknya bingung sambil membalas pelukan Jinhyuk dan mengusap punggung lebarnya agar sedikit menenangkan. Jinhyuk tidak langsung menjawabnya membuat Wooseok berkali-kali bertanya dengan lembut sambil tidak elat mengelus punggungnya.
Jinhyuk menenangkan dirinya sambil menghirup wangi dari rambut Wooseok yang selalu lembut dan wangi sebelum dia berbicara dengan pelan.
“Gua kira lo pergi.. ponsel lo gak aktif. Terus gak ada di kamar. Gua udah cari kemana-mana sampai akhirnya gua liat lo ada disini.”
Wooseok tidak mengerti dengan ucapan Jinhyuk, dia baru saja akan melepaskan pelukannya, namun Jinhyuk bergeming tidak memberinya kesempatan. Pemuda Lee itu malah semakin erat memeluknya dan Wooseok merasakannya puncak kepalanya yang dikecup terus menerus.
Jinhyuk begitu panik saat pulang dari acara makan malam teman orangtuanya di luar, dirinya tidak mendapati Wooseok di manapun. Mulai dari kamarnya bahkan dia bulak balik ke ruang baca lalu ke dapur, ke halaman depan, mengecek mobilnya hingga ke ruang keamanan untuk bertanya.
“Jinhyuk.. dengerin gue. Gue gak kemana-mana. Oke? Gue cuma lagi suntuk aja makanya kesini. Ponsel gue di kamar kok. Mungkin batrenya habis...”
Sebuah erangan frustasi terdengar dari bibir Jinhyuk, dia melonggarkan pelukannya dan menatap Wooseok dengan cemas.
“Pastiin selalu bawa ponsel lo. Gua takut banget lo pergi...” bisiknya lirih.
Senyum hangat tergambar jelas di paras Wooseok saat mendengar ucapan Jinhyuk barusan. Tangannya terulur untuk mengusap pelan pipi Jinhyuk dengan lembut, “Gue gak kemana-mana, Jinhyuk. Gue disini.” katanya dengan tenang.
Jinhyuk mengangguk pelan sambil memejamkan matanya, memegang tangan Wooseok yang berada di pipinya mencoba untuk menenangkan kepanikan dan dia mengecup singkat jemari lentik milik kekasihnya itu, tingkahnya membuat Wooseok terkekeh kecil dengan mata bulat yang berbinar menatapnya.
Kali ini Wooseok yang kembali memeluk Jinhyuk, melingarkan tangannya di tubuh jangkung kekasihnya itu. Kepalanya disandarkan di dada bidang Jinhyuk dengan nyaman. Mendengar setiap detak jantungnya yang masih saja derdetak cepat sambil memejamkan mata. Merasakan setiap usapan lembut di kepalanya.
Rasanya menenangkan, Wooseok bisa merasakan Jinhyuk yang begitu menyayanginya kalau sedang bersikap manis seperti ini.
“Jinhyuk.. makasih udah sayang sama gue.”
Ucapan Wooseok hanya dibalas dengan gumaman pelan, Jinhyuk juga terlihat menikmati waktu mereka saat itu. Setelah kecemasannya tadi dia benar-benar merasa lega saat ini.
Wooseok masih disini, ada di dekapannya.
“Ngapain sih malem-malem sendirian di sini?” tanya Jinhyuk.
“Gue kangen lihat view dari sini...” jawab Wooseok pelan sambil menengadah untuk menatap wajah Jinhyuk dan Jinhyuk langsung menundukkan wajahnya, pandangannya dimanjakan dengan begitu manisnya paras Wooseok malam ini yang sedang tidak memakai kacamata.
“Gue masih gak percaya bisa lihat view dari rumah lo lagi. Gue kira pas malam itu beneran yang terakhir...” ucapan Wooseok diakhiri dengan senyum sedih yang membuat Jinhyuk mengulas senyum tipis.
Tangannya terulur untuk merapikan rambut Wooseok yang sedikit berantakan. Tidak ada protesan sama sekali, satu tangannya bahkan masih memeluk pinggang kecil Wooseok dan tangan Wooseok pun masih belum terlepas memeluknya.
Mereka cukup lama mempertahankan posisi seperti itu ditemani dengan keheningan.
Memang momen seperti ini bisa dihitung jari bahkan jarang sekali mereka bersikap manis sampai seperti ini walaupun sudah berpacaran. Di rumah ini sikap mereka berdua seperti sebelumnya, selalu saja ada gerutuan yang membuat sebagian orang yang melihatnya tidak tampak curiga sedikitpun bahwa hubungan bodyguard dan tuan muda itu lebih dari yang mereka tahu.
“Kok udah pulang?” tanya Wooseok sambil menaikan alisnya. Jinhyuk berdecak pelan lalu mulai melepaskan pelukannya, dia menatap Wooseok yang masih menunggu jawabannya.
“Udah daritadi. Lo berapa lama sih di sini? Ini udah mau jam setengah sepuluh, Wooseok.” balas Jinhyuk sambil membuka blazer yang dikenakannya dan memakaikannya pada Wooseok yang hanya menggunakan kaos pendek.
Harum wangi khas Jinhyuk langsung bisa Wooseok rasakan seperti menyelimutinya.
“Gue keasikan kayaknya.” Wooseok menjawab sambil tersenyum kecil menatap Jinhyuk yang kali ini hanya menggunakan sweater merahnya.
Mereka kemudian berdiri bersisian melihat pemandangan lampu-lampu perumahan, seperti de javu.
“Besok kita pergi jam berapa?”
Jinhyuk memecah kehingan diantara mereka sambil sudut matanya melirik Wooseok yang sedang menumpu dagu dengan tangan yang berada di atas pagar pembatas.
“Jam tujuh.”
“Pagi banget buset! Gua baru bangun dong, Wooseok.” ujar Jinhyuk keberatan dengan perkataan Wooseok dan berhasil membuat Wooseok menatapnya sebal.
“Katanya mau ikut, pertandingan adek gue pagi-pagi, Jinhyuk. Buat apa kalau datengnya telat.” jelasnya yang membuat Jinhyuk meringis kecil lalu mengangguk paham.
“Oke. Bangunin aja kalau gitu.” pintanya, “Gua deg-degan ketemu adek lo. Ketemu Papa lo juga dong, seok? Gua kan baru ketemu Mama lo.”
Mendengar perkataan Jinhyuk, Wooseok tertawa dan menatapnya sambil menyipitkan mata, “Lo takut?” tanya langsung dan membuat Jinhyuk mendengus keras, “Enggak lah, ngapain takut. Gua kan dateng bukan mau nyari masalah. Gua mau ngasih support malah. Cuma ya- lo tahu. Takut awkward aja sama keluarga lo.” ujar Jinhyuk tanpa berbohong.
Wooseok menyikutnya pelan mencoba membuatnya santai, “Biasa aja, Jinhyuk. Gak usah ngenalin jadi pacar juga bisa. Bilang aja temen gue kalau lo takut kagok. Mereka juga tahu lo itu orang yang gue jagain.”
“Iya gimana besok.”
“Tapi, hyuk.. harusnya lo lebih takut sama gue lho. Papa sama Yohan sih cuma jago bela diri. Sedangkan gue...” Wooseok menatap Jinhyuk yang terlihat penasaran menunggu lanjutannya, dia seperti sengaja menjeda begitu lama agar pemuda di depannya semakin penasaran.
“Lo apa?”
Jari telunjuk dan jempol Wooseok teracung tepat di depan wajah tampan Jinhyuk, dia menyipitkan matanya seperti sedang membidik sasarannya, kepalanya memiring sedikit lalu, “Pyung...” katanya pelan sambil tersenyum miring kepada Jinhyuk yang terlihat dingin serta mengerikan di wajah manisnya.
“Gue bisa pakai pistol dan gua cukup jago nembak jarak jauh.”
Sialan! too much information banget. Jinhyuk bergidik, dia memang tahu kalau seorang bodyguard dengan track record diakui seperti Wooseok pasti mempunyai kemampuan semacam itu.
Hanya saja sekarang dia kan pacarnya juga.
“Begini banget anjir pacaran sama bodyguard.” gerutunya yang berhasil membuat Wooseok kembali meloloskan tawa yang terdengar begitu renyah di telinga Jinhyuk.
Jinhyuk kemudian menarik tangan Wooseok untuk duduk di sebuah kursi kayu yang ada di sana, “Duduk deh, gua capek berdiri.” dan Wooseok hanya menurut untuk duduk bersampingan dengan Jinhyuk.
Kepala Jinhyuk menengadah menatap langit malam yang sebagian tertutup awan gelap karena tadi sore sempat hujan. Udara di sini juga cukup dingin.
Tangannya tiba-tiba terangkat untuk menunjuk satu bintang yang terlihat begitu kecil di atas sana sehingga Wooseok ikut mengikuti arah telunjuknya, “Lo tahu gak itu bintang apaan, seok?” tanyanya sambil menoleh ke arah Wooseok.
Pemuda mungil itu mengerutkan keningnya dan menggelengkan kepalanya, dia menatap penasaran kepada Jinhyuk dengan mata bulatnya yang berkedip lucu membuat Jinhyuk seperti terkena serangan jantung akibat diserang the duality dari seorang Kim Wooseok.
“Emang itu bintang apa, Jinhyuk?” tanyanya kemudian.
“Bintang di langit lah, masa bintang di laut.” jawab Jinhyuk sambil nyengir yang membuat Wooseok seperti mengeluarkan asap panas dari kepalanya. Jinhyuk tertawa puas melihat wajah sebal Wooseok serta bibirnya yang merenggut lucu.
“Gajelas lo! Dasar gemini bau!”
“Bodo.”
Suara tawa Jinhyuk masih berderai mengisi kesunyian diantara mereka, tapi Wooseok tidak perduli, dia sangat menyebalkan.
Wooseok malah memainkan blazer Jinhyuk yang sedang dikenakannya, tampak kebesaran tentu saja di tubuh mungilnya. Tapi, Wooseok menyukainya. Ini seperti secara tidak langsung Jinhyuk sedang memeluknya.
“Ngapain lo senyum-senyum?”
Jinhyuk menaruh punggung tangannya untuk memegang kening Wooseok yang langsung ditepis oleh Wooseok sambil mendelik padanya, “Gua kira lo demam, kesambet.” katanya tanpa dosa.
Sungguh kalau dipikir, kenapa Wooseok mau pacaran dengan orang semenyebalkan Lee Jinhyuk!
Wooseok menatap kakinya yang berselonjor, memainkan sandalnya dengan asal saat keheningan kembali terjadi di antara mereka bahkan lebih lama dari sebelumnya.
“Jinhyuk... uhm.. kenapa tadi lo bisa kepikiran kalau gue pergi?”
Fokus Jinhyuk yang sedang menatap langit malam yang tertutup awan itu sedikit pecah saat mendengar suara Wooseok yang bertanya pelan cenderung ragu kepadanya.
Jinhyuk terlihat menghela napas dalam sambil tersenyum kecil masih dengan mentap ke atas sana, sedangkan Wooseok sudah sepenuhnya memberikan perhatian kepada tuan muda sekaligus yang berstatus kekasihnya itu sejak hampir tiga minggu lalu.
“Gatau.. gua cuma ngerasa perasaan lo belum sepenuhnya buat gua. Tapi, at least lo tetep disini pun gua udah seneng banget, Wooseok. Gua udah bisa lihat lo tiap hari aja gua udah bersyukur.”
Suara Jinhyuk terdengar mengambang tidak yakin, dia membalas tatapan Wooseok yang terlihat kaget menatapnya.
“Kok bisa mikir kayak gitu?” tanya Wooseok langsung dengan nada tertahan.
“Gua bilang.. gua gatau.” jawabnya pelan.
Ada gurat kecewa di wajah manis Wooseok saat ini. Dia mengepalkan tangannya tanpa sadar dan mencoba untuk mengambil napas panjang dan melepaskannya secara perlahan, mencoba untuk tenang. Dia tidak tahu darimana Jinhyuk mendapatkan pikiran seperti itu.
“Jinhyuk... mungkin awalnya gue ragu, tapi seperti yang lo bilang pas di rumah gue waktu itu. Gue sadar, gue mau jagain orang yang gue sayang... dan dengan gue gak mau pergi dari sisi lo...”
Wooseok menjeda sambil menatap Jinhyuk yang menatapnya dalam,
“Harusnya itu udah ngebuktiin kalau gue beneran sayang sama lo. Gue udah percayakan hati gue sama lo, Jinhyuk. Sejak lama.”
Jinhyuk tertawa pelan sambil mengusap wajahnya dan menumpu kedua tanganya di atas paha, dia terlihat sedikit kalut, “Maaf...” bisiknya merasa bersalah kepada Wooseok. Jinhyuk bahkan memilih menunduk tidak berani menatap wajah manis kekasihnya yang terlihat sedikit kecewa padanya.
Namun, alih-alih ditinggalkan sendirian di sana karena Jinhyuk menyangka Wooseok akan marah atau pergi. Jinhyuk justru merasakan tangan Wooseok yang secara perlahan memeluk lehernya dari samping dan dia mengecup lembut pipinya sebelum menyandarkan kepala dengan nyaman di atas bahu lebarnya.
Tangan Wooseok menepuk-nepuk dengan lembut bahu Jinhyuk sambil berbisik menenangkan.
“It's okay.. Jinhyuk. Maaf.. memang harusnya aku bilang lebih jelas. Kamu harus tahu... aku juga sayang sama kamu, Jinhyuk. Aku gak akan kemana-mana.”
Wooseok mengulas senyum sambil mengeratkan pelukannya, “Jinhyuk, Aku stay karena kamu minta dan aku juga mau stay atas keinginan aku sendiri.”
Jinhyuk menegakan tubuhnya dan memiringkan duduknya agar menatap sepenuhnya pada Wooseok yang masih tersenyum dengan sangat indah sambil melonggarkan pelukannya hingga kedua tanganya hanya bertumpu di bahu Jinhyuk.
“Makasih, Wooseok.” bisiknya serak penuh rasa terimakasih yang dalam. Wooseok mengangguk kecil dengan senyum yang tidak lepas dari parasnya.
Netra Jinhyuk kembali menatap dalam ke arah mata bulat Wooseok yang terlihat berbinar, saat ini jantungnya berdegup kencang seperti tadi. Tapi karena alasan yang berbeda tentu saja, bila tadi Jinhyuk begitu mencemaskan Wooseok pergi lagi dari hidupnya. Maka kali ini, alasannya karena ungkapan Wooseok barusan.
Hatinya menghangat, terasa lega karena ketakutannya memang salah. Ketakutan yang Jinhyuk sendiri tidak tahu berasal dari mana.
Namun yang pasti sekarang, Jinhyuk tahu bahwa Wooseok mempunyai rasa yang sama dengannya.
Perlahan dengan sedikit ragu, Jinhyuk menundukan wajahnya dan mata Wooseok mengerjap cepat sambil mengertakan pegangannya pada bahu Jinhyuk lalu dia memilih memejamkan mata saat merasakan napas hangat Jinhyuk menerpa wajahnya.
Wooseok menahan napas saat dia mulai merasakan hangat di sudut bibirnya. Jinhyuk mengecupnya disana dengan sangat lembut dan menahannya beberapa detik, kemudian Wooseok merasakan kecupan Jinhyuk yang beralih ke pelipisnya sebelum merengkuhnya dengan erat dan kembali berbisik terimakasih.
Diperlakukan selembut itu oleh seorang Lee Jinhyuk yang dikenalnya membuat Wooseok tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya saat ini sambil menyembunyikan wajahnya yang merona di dada bidang kekasihnya itu.
maybe this night, or maybe not for a hundred others, you will find that you are loved, you have always been, and you will find me waiting.