Jinhyuk tidak pernah menyangka kalau berkunjung ke sebuah kebun binatang dan akuarium bisa membuatnya teramat bahagia. Itu adalah hal yang sama sekali tidak pernah terlintas dibenaknya selama ini, sungguh.
Satu yang pasti, alasannya tentu saja karena sosok kecil yang terlihat sangat antusias baik ketika memberi makan hewan-hewan tadi saat mereka di kebun binatang hingga saat ini ketika melihat akuarium super besar yang berisi berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.
Lee Jinwoo, anak berusia tujuh itu tidak henti-hentinya tersenyum lebar.
Tangan mungilnya menggandeng tangan Wooseok sambil sibuk melihat-lihat ikan di balik akuarium dan bertanya ini itu sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di sini. Sedangkan di samping kanannya Jinhyuk berjalan pelan sambil sesekali mengusak rambut halusnya atau dia akan ikut menimpali kalau-kalau Jinu bertanya padanya.
Pegangan tangan Jinu dengan sang Papa seketika dilepas saat dia melihat ikan-ikan yang sedang diberi makan oleh salah seorang penyelam yang akan melambaikan tangannya pada pengunjung.
Jinu berlari mendekat ke arah sana walaupun tidak terlalu dekat tapi tetap terlihat jauh lebih jelas dari posisinya tadi saat bersama kedua orangtuanya, anak itu bergabung dengan beberapa anak-anak lain yang sama antusiasnya untuk menyaksikan Feeding Show.
Baik Wooseok maupun Jinhyuk ikut berjalan ke arah sana, namun masih memberi jarak. Mereka membiarkan Jinu menikmati atraksi tersebut. Beruntung suasana di sini tidak terlalu ramai sehingga masih bisa dipantau oleh keduanya dari belakang.
Bermenit-menit berlalu tidak ada yang berniat membuka suara terlebih dulu diantara Jinhyuk maupun Wooseok kendati mereka berdiri bersisian.
Benteng samar itu masih ada, jelas saja.
Keduanya memilih sama-sama sibuk mengawasi Jinu yang kali ini tampak bertepuk tangan saat satu potong daging segar berhasil disantap oleh sang predator.
“Sudah?”
Jinhyuk bertanya lebih dulu saat Jinu kembali mendekat ke arah mereka sambil berlarian beberapa menit kemudian, anak itu mengangguk antusias kepada Ayahnya dengan senyum yang begitu lebar hingga mata bulatnya berbinar senang.
“Sudah! Ada ikan hiu, dia makan banyak soalnya dia itu daddy shark, om!”
Si kecil menjawab sambil terkikik lucu, tangannya membentuk bulatan besar untuk menggambarkan sebanyak apa yang dimaksud. Kepalanya menengadah menatap sang Ayah yang begitu tinggi menurutnya. Nada suaranya terdengar renyah kentara sekali dia begitu senang.
Melihatnya, Jinhyuk terkekeh sambil mengangguk-ngangguk mengiyakan apa yang baru saja diceritakan oleh Jinu.
Dia bahagia, sekali lagi dia bahagia bisa melihat sebuah senyum senang tercetak jelas di wajah putra satu-satunya itu.
“Kita lihat yang lain lagi yuk.”
Kemudian Jinhyuk menggandeng tangan kecil Jinu dan mereka kembali melanjutkan langkah sesuai inginnya Jinu mau lihat yang mana, telunjuk kecil itu sibuk menujuk sana sini tentu saja Jinhyuk dengan senang hati menurutinya.
Sadar ada yang-sedikit-ganjil, Jinu kemudian mencari sosok sang Papa yang ternyata berjalan di belakang mereka, dia sempat lupa karena Jinhyuk yang terus menjawab pertanyaan-pertanyaan ingin tahunya.
“Papa..”
Sepasang kaki kecil itu menghentikan langkahnya, kemudian tangannya terulur untuk menggenggam jemari Wooseok hingga mereka bertiga berjalan bersisian, “Jangan jauh-jauh, nanti Papa hilang.” katanya dengan wajah serius menatap Wooseok.
Wooseok tidak bisa menahan geli mendengar ucapan putranya, “Gak salah Jinu bilang gitu ke Papa?”
“Enggak, Jinu takut Papa hilang kan di sini banyak orang.” jawabnya.
“Yang ada kamu yang hilang kalau jalan-jalan sendiri. Masa Papa sih, sayang.”
Jinu tidak membalas lagi ucapan Wooseok, yang dia lakukan hanya tersenyum dan mengeratkan genggaman tangannya, baik pada Wooseok maupun pada Jinhyuk.
Semua kejadian barusan tidak luput dari penglihatan Jinhyuk sedikit pun, dia menatap mereka sambil menarik sedikit sudut bibirnya.
Akhirnya Jinhyuk semakin paham kalau Jinu tidak bisa tanpa Wooseok, begitupun sebaliknya.
Jinhyuk diam-diam membatin, Jinu terlihat senang sekali saat dia akhirnya berjalan dengannya dan Wooseok yang sama-sama menggandeng kedua tangannya seperti ini hingga dia berada di tengah-tengah kedua orangtuanya.
Apa ini yang dia inginkan dari tadi? Memikirkannya saja sudah membuat hati Jinhyuk miris.
Ini adalah hal pertama baginya, hal sederhana yang seharusnya bukan hal sulit yang dia dapatkan untuk menghabiskan waktu dengan kedua orangtuanya.
Namun, balik lagi, karena siapa semua itu terjadi?
Tentu saja Jinhyuk hanya bisa kembali mengutuk dirinya ketika menjawab pertanyaan itu. Jinu tumbuh tanpa sosok Ayah dan semua itu karena ulah tidak bertanggung jawabnya selama ini.
Jinu menoleh saat merasakan genggaman tangan Jinhyuk mengerat padanya, dia menatap bingung sang Ayah, namun langsung tersenyum lebar saat Jinhyuk mengusap puncak kepalanya sambil tersenyum hangat dan berbisik lirih.
“Ayah sayang banget sama Jinwoo.”
Jujur saja, saat ini mereka terlihat seperti keluarga kecil yang sedang menikmati hari libur penuh kebahagiaan dengan tawa dan senyum Jinu yang terlihat jelas.
Dan apa Jinhyuk pantas bila dia membayangkannya sebentar saja? ...bila mungkin suatu saat nanti mereka akan seperti itu?
Jinhyuk takut, permintaannya terlalu muluk.
“Ayah, Jinu mau digendong...”
Jinu dengan sadar memanggil Jinhyuk dengan sebutan Ayah saat mereka akan melewati Antasena, sepertinya dia tidak berpikir panjang sambil mengulurkan tangannya tidak sabar karena terlalu antusias saat akan berjalan di bawah terowongan kaca dengan berbagai satwa laut yang berenang di atas kepalanya.
Baik Jinhyuk maupun Wooseok sempat tertegun sesaat ketika mendengarnya. Jujur saja Jinhyuk bisa merasakan perasaannya yang kembali menghangat, jarang sekali Jinu memanggilnya seperti ini. Sedangkan Wooseok mulai menyadari, lambat laun Jinu pasti mulai terbiasa memanggil Jinhyuk Ayah karena seharusnya memang seperti itu.
Jinu langsung tersenyum senang saat Jinhyuk mengabulkan permintaannya dan tidak lama dia sudah larut dalam gumaman-gumaman khas anak kecil begitu mereka melewati terowongan.
Tangan mungil itu memeluk leher Jinhyuk dan pandangannya terus bergerak menatap takjub ikan-ikan di atas kepalanya.
“Itu ikan apa yang besar? Jinu lupa namanya.”
Jinhyuk melihat telunjuk mungil Jinu yang sibuk menujuk-nujuk, “Itu ikan pari, sayang.”
Mendengar jawaban dari Ayahnya, Jinu langsung menoleh pada Wooseok yang berjalan di samping Jinhyuk. Mata bulatnya masih berbinar senang dan ucapan selanjutnya sukses membuat Wooseok menghela napas sambil berucap sabar dalam hatinya.
“Papa.. Jinu mau ikan pari buat dipelihara di rumah.”
Jinhyuk tidak bisa menahan tawa saat mendengar permintaan polos putranya. Dia ikut melirik Wooseok yang langsung menggelengkan kepalanya dengan tegas.
“Ikannya bukan untuk dipelihara di rumah, sayang.”
“Kenapa?” anak itu kali ini menatap Jinhyuk untuk meminta penjelasan, “Karena bukan tempatnya..” Jinhyuk sedikit bingung menjelaskannya agar Jinu paham, “Ikan pari terlalu besar dan mereka tinggalnya di laut. Rumah Jinwoo gak ada air laut, nanti ikannya mati.”
Bibir mungil Jinu mengerucut menatap kedua orangtuanya itu ketika mendengar penjelasan seadanya dari Jinhyuk, masa sih begitu?
Tidak tega saat melihat wajah kecewa sang anak, Jinhyuk langsung menghiburnya, “Jinwoo mau pelihara ikan? nanti Ayah belikan akuarium terus kita isi ikan nemo, mau?”
Dia tidak bisa menahan untuk mengusak puncak kepala Jinu karena merasa gemas sekali saat Jinu mengangguk antusias mendengar tawarannya.
“Nemo? Mau mau! Jinu mau punya akuarium.”
“Enggak usah, Jinu belum bisa jagain peliharaan. Waktu itu aja punya kelinci enggak mau ngasih makan.”
Wooseok menimpali sambil menggelengkan kepalanya dan Jinhyuk menatap Wooseok yang berdiri di sampingnya.
“Papa.. tapi Jinu mau ikan.” anak itu merengek saat sang Papa justru menolak permintaannya, maka kali ini dia menatap Jinhyuk dengan penuh harap.
“Jinu mau pelihara ikan, yah.” bisiknya sedih dan hati Jinhyuk kembali menghangat mendengar panggilan Jinu kepadanya.
Mana mungkin dia tega menolak permintaan putranya yang begitu menggemaskan ini begitu saja.
“Iya, nanti Ayah yang bilang ke Papa.” katanya yang disambut sorakan senang oleh Jinu dan dengusan kecil dari Wooseok.
Wooseok kira setelah keluar dari sea world mereka akan langsung pulang, namun nyatanya tidak sama sekali karena sekarang dia justru terduduk di tepi pantai sambil mengawasi Jinu yang sedang sibuk membuat rumah pasir.
Tadi, Jinu bilang mau ke pantai, dia mau main pasir dan sudah bisa dipastikan kemauannya itu langsung dituruti oleh Jinhyuk.
Sekarang, anak tujuh tahun itu tampak fokus tanpa menghiraukan Papanya, bajunya penuh pasir dan dia hanya menggunakan sempak saja karena celana panjangnya sudah basah sejak tadi bermain air.
Wooseok hanya duduk sendirian karena tidak ada Jinhyuk di sana, dia tadi pamit untuk ke kamar mandi dan belum kembali lagi.
Suara kresek berisi minuman kaleng yang diletakan di sampingnya membuat Wooseok menoleh dan ia bisa menemukan sosok Jinhyuk yang baru saja kembali.
“Aku beli minum dan makanan dulu.” beritahunya sambil ikut mendudukan diri di atas pasir di samping Wooseok tanpa repot-repot mencari alas duduk, dia memilih membiarkan celananya kotor.
Wooseok hanya bergumam pelan dalam memberi respon, ekor matanya melirik Jinhyuk yang kali ini terdiam sambil menatap Jinu dengan raut bahagia. Ia bisa melihatnya dengan sangat jelas bagaimana raut wajah tersebut perlahan berbinar saat Jinu menatap ke arah mereka.
“Jinwoo kelihatan senang hari ini dan aku sangat bersyukur...”
Jinhyuk akhirnya kembali membuka suara, debur ombak yang terdengar jelas membuat Wooseok harus benar-benar memasang telinganya.
”...melihat senyum Jinwoo membuatku merasa lebih bahagia dari dirinya sendiri.”
Wooseok memeluk lututnya dan pandangannya kembali memperhatikan Jinu, hatinya membenarkan apa yang barusan diucapkan oleh Jinhyuk karena dia merasakan hal yang sama sebagai orang tua, senyum Jinu adalah kebahagiaan yang tak ternilai baginya.
”...namun, rasa bersalahku justru semakin besar. Aku gak pernah bisa ngasih kebahagiaan yang harusnya bisa Jinwoo dapatkan sejak kecil.”
Suara Jinhyuk sedikit serak seperti tercekat di tenggorokan, sesak itu kembali mengambil alih bukan hanya bagi Jinhyuk karena Wooseok ikut merasakannya, dia merasa bersalah untuk Jinu, putranya.
“Aku harus siap kalau suatu saat nanti Jinwoo sudah mengerti dan dia akan kecewa padaku.”
Tapi Jinu tahunya kamu cuma kerja yang jauh. Aku gak pernah menjelek-jelekan kamu pada Jinu.
Wooseok tidak benar-benar mengucapkannya, dia memilih menelan lagi kalimat tersebut. Biarkan saja.
“Sebelum waktu itu datang.. aku mau menghabiskan waktu sebanyak-banyaknya dengan Jinwoo sebagai sosok Ayahnya. Tepatnya... sebelum nanti Jinwoo mungkin menatapku dengan tatapan kecewa karena punya Ayah brengsek.”
Mendengar setiap kalimat putus asa Jinhyuk membuat Wooseok mengeratkan pelukan di lututnya. Wooseok akhirnya tidak berkomentar apa-apa karena dia juga tidak bisa menebak apa yang nantinya akan terjadi bila Jinu sudah besar.
Namun, Jinhyuk harus tahu betapa Jinu yang selalu antusias bila dia datang ke rumah.
Jinhyuk harus tahu kalau sejak kecil Jinu selalu menunggunya di rumah.
Jinhyuk harus tahu betapa Jinu sangat merindukan sosok Ayahnya.
Dan Jinhyuk harus tahu kalau saat ini bagi Jinu kehadiranya adalah yang paling menyenangkan karena akhirnya Jinu bisa bertemu Ayah.
Jinhyuk kembali menyunggingkan senyum tipis saat Jinu menatap mereka. Biarkan kemungkinan-kemungkinan itu nanti dia pikirkan lagi, untuk saat ini sebisa mungkin Jinhyuk akan memastikan apa yang seharusnya Jinu dapat sejak kecil, waktu dan kasih sayang dari dirinya sebagai seorang Ayah.
Dia kemudian menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku, membuka sepatu serta menggulung celananya hingga setengah betis.
Tangannya mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celana lalu memberikannya pada Wooseok, “Bisa minta tolong? fotoin Jinwoo dan aku?” pintanya.
Netra Wooseok jatuh ke ponsel yang disodorkan oleh Jinhyuk, dia menghela napas kemudian mengambilnya, “Sini.” katanya.
Jinhyuk tersenyum tipis saat Wooseok mau membantunya. Dia kemudian berdiri dan berjalan mendekati Jinu yang sedang sibuk sendiri dengan tumpukan-tumpukan pasir.
“Ambil sebanyak mungkin, Seok.” pinta Jinhyuk.
Karena sebanyak apapun, Jinhyuk tahu itu semua tidak akan mengalahkan semua potret yang Wooseok punya dengan Jinu. Dia tidak akan pernah bisa mengalahkan kebersamaan mereka disetiap moment-moment penting Jinu.
Namun, setidaknya di kesempatan ini, setelah pulang nanti Jinhyuk akan punya kenang-kenangan yang bisa dia lihat lagi setiap saat.
Jinhyuk akan punya foto kebersaaman mereka yang akan dia pajang di dinding rumah dan di meja kerjanya.
Wooseok tidak banyak bicara, ia kemudian mengarahkan kameranya ke arah Ayah dan anak itu. Jinu tampak senang saat Jinhyuk bergabung dengannya, dia tersenyum sangat lebar ketika Jinhyuk mengusap kepalanya sebelum ikut berjongkok di sampingnya.
Tanpa membuang waktu, Wooseok langsung mengabadikan moment-moment tersebut.
Sepuluh, dua puluh, atau mungkin tiga puluh? entah sebanyak apa Wooseok mengambil foto mereka, ia hanya melakukan apa yang dipinta oleh Jinhyuk.
Wooseok masih memegang ponsel Jinhyuk, ia melihat-lihat hasil jepretannya sambil tersenyum tipis. Jinu sepertinya memang senang sekali hari ini, semuanya tergambar jelas di layar ponsel Jinhyuk.
Tanpa sengaja foto-foto itu bergulir kesebelumnya. Jemari Wooseok dengan ragu terus menggesernya dan ia mendapati beberapa foto yang diambil hari ini saat mereka di kebun binatang serta saat di sea world, itu semua foto-foto Jinu, namun Wooseok menggigit bibirnya saat beberapa foto juga ikut menampilkan figur dirinya.
Jelas sekali Jinhyuk memfotonya diam-diam dari belakang, ketika mereka memberi makan rusa dan gajah, saat dia berjalan sambil menggandeng Jinu, saat mereka istirahat sambil makan ice cream karena Jinu capek terus-terusan jalan, belum lagi saat mereka fokus menatap ke akuarium besar yang menjadi latar.
Jinhyuk memfoto semuanya.
Tangan Wooseok mendadak kaku saat ini, ia buru-buru menutup ponsel Jinhyuk dan menyimpannya di atas tas Jinu yang diletakan di atas pasir begitu saja.
Wooseok mengambil napas panjang sebelum mengusap wajahnya dengan berbagai perasaan yang berkecamuk, semuanya tampak membingungkan saat ini.
Pandangan Wooseok dibawa untuk menatap Jinu dan Jinhyuk yang kali ini sedang bermain air. Jinu tampak berlarian menghindari ombak yang mengejarnya dan Jinhyuk ada disampingnya, dia memegang tangannya erat sambil tertawa, “Jinwoo gak usah takut, kan dipegangin sama Ayah.” katanya yang masih bisa terdengar oleh Wooseok.
“Papaaaa..”
Panggilan Jinu membuat Wooseok tersenyum dan melambaikan tangannya, netra Wooseok sempat bertemu pandang dengan Jinhyuk yang juga menatapnya sebelum dia kembali memperhatikan Jinu yang manarik tangannya untuk kembali bermain air.
Sinar matahari hangat yang berwarna orange menjadi latar keseruan Jinu dan Jinhyuk, serta Wooseok yang memperhatikan keduanya.
“Capek, nak?” Wooseok bertanya begitu Jinu dan Jinhyuk menghampirinya.
“Capek, ombaknya ngejar Jinu terus, Papa. Tapi Jinu diajakin lari sama om tinggi biar gak kena.” jawaban antusias Jinu membuat Wooseok tersenyum, dia mengambil tisu basah di dalam tas kemudian mengelap keringat di dahi sang anak juga di tangannya yang banyak pasir menempel.
“Nanti ganti baju ya, kita ke kamar mandi dulu sebelum pulang.”
Jinu hanya mengangguk-ngangguk mendengar ucapan Papanya. Wooseok memang selalu membawa perlengkapan Jinu lengkap dengan baju ganti karena anaknya itu sangat tidak betah bila berkeringat.
Jinhyuk duduk kembali di samping Wooseok, dia mengambil minum dari kresek salah satu minimarket yang tadi didatanginya, membuka botol minum air mineral dan memberikannya pada Jinu yang berdiri di depan Wooseok yang sedang membersihkannya.
“Minum dulu, Jinwoo nya.”
Jinu menurut, ia meminum air dari Jinhyuk dengan kehausan, capek sudah lari-larian.
Seseru itu main sama Ayah.
Jinhyuk tersenyum lebar melihatnya. Tangannya mengusak rambut basah Jinu, “Jinwoo senang gak hari ini?” tanyanya penasaran.
Jinhwoo mengangguk semangat ditanya seperti itu. Tentu saja. Dia memeluk botol minumnya dengan satu tangan karena tangan yang lain masih dibersihkan oleh Wooseok.
“Senang, bisa jalan-jalan bertiga sama Papa sama Om tinggi.” jawabnya, mata bulat itu tertimpa sinar matahari dan terlihat semakin berbinar menatap Jinhyuk maupun Wooseok yang kali ini sudah selesai membersihkan tangannya.
Wooseok menatap Jinu yang berdiri di depannya, senyum Jinu membuat segala kegelisahnya yang menghantuinya sejak pagi menjadi menghilang begitu saja.
“Kapan-kapan kita main lagi ya, Pa?”
Pertanyaan Jinu membuat Wooseok terdiam sesaat, kapan-kapan? Wooseok tidak tahu harus merespon seperti apa selain anggukan.
“Iya, nanti kita main lagi.” belum sempat Wooseok berpikir panjang, Jinhyuk sudah menyela hingga Jinu meloncat-loncat senang mendengar ucapan Ayahnya.
“Jinu mau liburan!!!”
Jinhyuk kembali mengusak rambut Jinu saat anaknya itu terlihat begitu antusias. Dia juga sempat melirik Wooseok yang hanya tersenyum tipis.
“Sini deh, duduk sama Ayah.”
Jinhyuk memegang tangan mungil Jinu dan menariknya mendekat, dia mendudukan Jinu di atas pahanya yang sedang bersila. Tubuh Jinu memang cenderung mungil-seperti Wooseok-walaupun dia sudah berusia tujuh tahun, berbeda dengan Dohyon yang bertubuh bongsor. Makanya bila Jinu minta digendong hal tersebut tidak terlalu merepotkan, bagi Jinhyuk itu hanya hal kecil.
“Mataharinya mau masuk ke laut.”
“Terbenam namanya.”
Wooseok memberitahu ketika mendengar ucapan Jinu, dia menoleh pada Jinu yang berada di pelukan Jinhyuk, tangan itu memeluknya dari belakang dan dengan jelas Wooseok tahu kalau Jinu merasa nyaman berada di pelukan hangat Ayahnya.
“Jinu tahu Papa, tapi itu kelihatan mau masuk ke laut iyakan, om?”
Lagi-lagi Jinhyuk tidak bisa menahan rasa gemasnya, dia tertawa kecil sebelum menyahut, “Iya, mataharinya mau istirahat gantian sama bulan.”
Selanjutnya, mereka bertiga hanya terdiam sambil menatap ke depan. Menikmati sinar hangat mentari yang siap kembali ke peraduannya serta hembusan pelan angin yang menyibak anak-anak rambut seakan membelai dengan teramat lembut.
Jinhyuk menumpu dagunya di atas kepala Jinu dan mengeratkan pelukannya, dia berjanji kalau hari ini benar-benar hari yang tidak akan pernah dia lupakan.
“Jinu mau apa lagi, hmm? bilang sama Ayah?”
Suara Jinhyuk yang berbisik masih bisa terdengar jelas oleh Wooseok. Ia menoleh dan menumpu pipinya di atas lutut yang sedang dipeluknya, Wooseok ikut menunggu jawaban Jinu yang kali ini terlihat memasang wajah serius saat mendengar pertanyaan Ayahnya.
Cukup lama Jinu terdiam sebelum menjawab pertanyaan Ayahnya, “Jinu mau dipeluk sama Ayah sama Papa.. boleh?” dengan suara mencicit pelan akhirnya anak tujuh tahun itu membuka mulut.
Jinu menatap Wooseok dengan mata bulatnya yang terlihat sendu seakan binar bahagianya yang tadi hilang begitu saja. Itu adalah tatapan yang langsung membuat Wooseok merasa sesak seketika karena ia sangat paham apa yang dirasakan oleh Jinu, ia sangat paham maksud dari permintaannya.
Ia sangat paham karena permintaan sederhananya adalah hal yang paling susah dia dapatkan.
Sedangkan Jinhyuk langsung menengadah sambil mengeratkan pelukannya saat dia tidak menyangka bahwa jawaban seperti itu yang akan dia dengar dari putra kecilnya.
Karena sesungguhnya masih banyak, masih banyak yang ingin Jinu lakukan dengan kedua orangtuanya. Sehari saja tidak akan pernah cukup untuk mengabulkan permintaannya.
Sekarang sudah ada Ayah, Jinu harus bilang. Jinu tidak boleh menahannya sendirian lagi, sayang.