—sekyung x yiheon au

Ada senyum puas yang tergambar jelas di wajah tampan Choi Sekyung saat dia melihat Yiheon benar-benar berdiri dari tempat duduknya. Pemuda itu terlihat berbicara sebentar pada Asakara yang ada di sebelahnya. Dia juga sempat meliriknya sekilas sebelum berjalan ke arah samping untuk keluar barisan, berucap permisi tanpa henti karena suasana tribun yang memang sangat ramai.

Sebuah dengusan yang keluar dari bibir kecil itu jelas sekali terdengar oleh Sekyung yang sudah menepuk-nepuk tempat kosong di sebelah kirinya, memberitahu dimana tempat Yiheon harus duduk.

“Asli ribet lu, Bang.” adalah ucapan pertama yang bisa Sekyung dengar dengan jelas, Song Yiheon dengan jaket merahnya itu menampilkan wajah kesal yang berhasil membuatnya tertawa lagi.

Di sebelah kanan Sekyung, ada Namra yang menyapanya dengan senyum manis lengkap dengan dadah-dadah kecil membuat Yiheon lekas merubah raut kesalnya itu menjadi senyum simpul, “Hai, kak..” balasnya sopan.

Lalu di samping Namra jelas ada Park Solomon serta beberapa teman Sekyung yang dia tidak familiar malah ikutan menatapnya membuat Yiheon harus mengangguk kecil untuk menyapa, biar bagaimana pun Yiheon tidak sekurang ajar itu pada orang lain— yang tidak mempunyai masalah dengannya apalagi mereka seniornya.

Mau sekesal apa pun pada Choi Sekyung yang memaksanya untuk pindah. Begitu duduk Yiheon langsung membuka ransel hitamnya, mengeluarkan sebotol air mineral yang dia punya lalu memberikannya pada Sekyung yang tentu saja menerima dengan senang hati, “Makasih, Yiheon.” katanya dengan suara pelan.

Yiheon meliriknya, berdehem kecil untuk membalas ucapan Sekyung tersebut. Kayaknya memang beneran haus karena Sekyung langsung meminumnya. Padahal Yiheon sempat berpikir kalau Choi Sekyung hanya mengerjainya, mencari alasan agar dia pindah tempat duduk ke sampingnya.

Batinnya sedikit meringis, kepedean banget gue.

Namun, sebentar. Bisa nggak sih lupain aja apa yang berusan terjadi di chat? Yiheon kemudian menggerutu dalam hatinya kalau-kalau Choi Sekyung membahasnya lagi. Awas aja kalau dia beran—

“Eh, serius maskernya kemana?”

Baru juga dibilangin kan.

Jujur, Yiheon malas menanggapi ke-asbunan seniornya itu.

“Bang, lu pilih mau nonton atau kita ribut sekarang?” tanyanya langsung.

Dia dengan cepat menyampingkan tubuhnya ke arah kanan untuk menatap Sekyung yang malah menyambutnya dengan senyum kelewat lebar.

Jarak mereka duduk itu dekat banget karena ternyata barisan Sekyung ini tidak lebih lega daripada tempatnya semula di samping Asa. Dan Yiheon tidak tahu bagaimana Sekyung tadi bisa-bisanya menyediakan tempat kosong yang sekarang dia duduki.

Niatnya bertanya adalah agar Sekyung itu berhenti mengoceh. Namun, dengan jarak sedekat ini Yiheon membatin karena fokusnya sedikit teralihkan oleh paras Choi Sekyung.

Sialan kok lu ganteng banget sih, Bang.

Senyum di wajahnya itu seakan tidak ada niatan untuk dihilangkan saat Yiheon menatapnya sedikit kesal, Choi Sekyung justru seperti menikmati apa yang ada di depannya, menatap setiap gerik Yiheon yang mencoba memasang wajah sedatar mungkin.

“Mau nonton, Yiheon. Masa ribut.” pemuda itu dengan santai menjawab pertanyaannya, terdiam sebentar dengan wajah berpikir dan kening berkerut lalu sedikit memiringkan kepalanya seakan memindai keseluruhan wajah Yiheon.

“Tapi emang bagus dibuka aja sih maskernya, biar keliatan jelas manisnya.”

MAKSUD LU APA

Sekyung buru-buru menahan lengan Yiheon yang hampir berdiri mau kabur. Dia mencoba menahan senyumnya sekuat tenaga, melipat bibirnya ke dalam saat Yiheon kembali menggerutu.

“Najis lu sumpah nyebelin.”

Lucu banget, anak orang lagi salting.

Sorry, yaudah gue diem.” ujarnya sambil masih manahan lengan Yiheon. Mencoba menyakinkan lewat tatapannya, menatap Yiheon yang berdacak pelan, “Janji.” lanjutnya.

“Gue males sama lu kalau kayak gini, Bang.” ucapan Yiheon membuat Sekyung menggangguk-ngangguk paham, merangkul pundaknya agar dia tidak kemana-mana. “Iya iya. Yaudah nonton lagi sekarang. Gue diem beneran.”

Song Yiheon diam-diam menghembuskan napasnya, kedua sudut matanya melirik Sekyung yang sudah kembali menatap ke arah depan.

Bingung sendiri, Yiheon juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Padahal ucapan Sekyung hanya bercandaan biasa, tapi bisa membuatnya kesal... sekaligus malu.

Namun, Song Yiheon buru-buru menggelengkan kapalanya. Sadar lu. Dia menepis pikirannya barusan yang bisa-bisanya karena hal receh tersebut membutanya salting sampai baper.

Walapun ya kalau itu Choi Sekyung siapa juga yang akan tahan.

Pertandingan basket antar fakultas itu terasa semakin panas dengan skor tipis yang saling menyusul. Bisingnya kedua supporter yang memenuhi tribun justru ikut membakar semangat pemain yang berada di tengah lapangan.

Suara riuh tepuk tangan, pantulan bola, maupun decitan sepatu para pemain semakin melengkapi jalannya pertandingan sore hari ini.

Yiheon sudah kembali fokus pada pertandingan di bawah, pandangannya kerap kali mengikuti pemain nomor dua tujuh itu, Jung Sungchan dengam seragam warna merahnya terlihat sedang berada di bawah ring, bersiap melakukan rebound. Tubuhnya yang cukup tinggi dengan mudah melompat untuk menangkap bola dan dioper kepada rekan satu timnya.

“Hajar, Sungchan!! Jangan kasih ampun.”

Sekyung berdecak sambil menggelengkan kepalanya saat teriakan Yiheon yang berada di samping kirinya itu terdengar bersautan dengan penonton yang lain.

Bahkan pemuda tersebut sudah mengeluarkan ponselnya, sibuk merekam jalannya pertandingan terutama saat Sungchan memegang bola, dan senyumnya akan terlihat bila temannya itu berhasil mencetak point.

“Gila lu three point mulus banget, yang bener aja, Sungchan!” gumamnya yang terdengar jelas membuat Sekyung justru mengalihkan tatapannya, bukan lagi pada lapangan, namun pada Song Yiheon.

Diantara ketegangan, decak kagum bahkan sorakan penonton terhadap jalannya pertandingan di round ke empat itu. Choi Sekyung justru terlihat anteng menopang dagu dengan tangan kanan yang disangga pada pahanya.

Kedua netranya sudah tidak lagi memperhatikan lapangan, entah berapa skor yang ada di sana, dia tidak perduli. Lagipula kedatangannya kesini juga hanya diajak oleh salah satu temannya. Dan bertemu dengan Yiheon disini tidak ada dalam daftar rencananya, murni sebuah kebetulan yang berhasil membuatnya menarik kedua sudut bibir.

Sekyung lebih memilih melihat Song Yiheon yang ada di samping kirinya, yang lagi-lagi sibuk mengambil video dan tersenyum lebar menatap layar ponselnya.

Jari telunjuk Sekyung terangkat, dibawanya pada pipi kanan Yiheon yang sedang tersenyum lebar. Dengan pelan dia menyentuh lekukan yang terlihat jelas itu, lesung pipi Yiheon yang sangat disukainya.

Butuh sepersekian detik bagi Yiheon untuk menyadari ada benda asing yang menyentuh kulit wajahnya, sedikit berjengit dia melirik pipinya lalu mendapati telunjuk Sekyung ada di sana.

Pandagannya menatap cepat si pemilik tangan, dia bertanya lewat matanya seakan bilang, ngapain lu, bang?

Bukannya memberi jawaban atau bahkan buru-buru menarik tangannya setelah ketahuan. Choi Sekyung justru tertawa kecil, meloloskan kekehan ringan yang keluar dari mulutnya.

“Gue suka liat pipi bolong lu. Gemes, Yiheon.”

Siapa pun tolong sadarkan Yiheon yang hanya bisa mengerjapkan matanya.

Pikirannya mendadak bodoh dan blank. Choi Sekyung dan segala keasbunannya hari ini benar-benar berbahaya hingga otaknya tidak bisa mencerna dengan baik.

Suara pluit yang ditiup panjang membuat suasana semakin riuh, menandakan pertandingan telah selesai.

Tapi, Song Yiheon masih terdiam dengan mulut tertutup rapat manatap Sekyung yang baru saja manarik kembali jarinya.

“Udah bubar tuh. Temen lu menang.” ujarnya menyadarkan Yiheon.

Bahkan saat sadarnya belum pulih semua, Sekyung sudah berdiri lebih dulu. Mengambil ransel milik Yiheon yang ada di bawah lalu dipakainya begitu saja, tubuhnya kemudian sedikit menunduk, membawa kepalanya kesamping telinga Yiheon, “Ayo mau pulang nggak, Yiheon.” bisiknya terdenger jelas walaupun suara-suara di sekitar mereka sangat berisik.

Perutnya geli dan pipinya mendadak panas.

Bajingan Choi Sekyung, kalau saja bisa mengumpat Song Yiheon akan mengeluarkan nama seisi kebun binatang.