sekyung x yiheon au

“Lo yakin nggak nih?”

Jung Sungchan terlihat menengokan kepalanya ke belakang melewati bahunya, menunggu balasan dari orang yang sudah duduk di jok motornya, yaitu Yiheon.

Barusan, sehabis kelas Sungchan langsung tancap gas menuju fakultas Yiheon, saat anak itu mengabarinya sambil terdengar nada panik melalui voice note.

Bang Sekyung kayaknya ribut sama Jaemin!

Sungchan sampai harus mendengarkan berulang kali saat itu, gak salah? Sekyung sama Jaemin ribut? info aneh darimana ini.

Bukan Yiheon, tapi Choi Sekyung?

“Kata Kak Jiyeon, dia liat pacar gue di sana, Sungchan. Asa bilang sendiri ke gue.”

Yiheon berucap cepat tanda gusar, jujur ia juga berharap pacar Asa itu cuma salah lihat. Tapi, ponsel Sekyung yang tidak bisa dihubungi sejak tadi membuatnya berpikir semakin buruk.

Gimana bisa Sekyung berurusan dengan Jaemin karena dirinya? karena masalah di hari Jumat lalu?

Pandangan Yiheon langsung mengedar saat motor Sungchan berhenti di parkiran salah satu fakultas kampus mereka itu. Dengan cepat ia turun dan berjalan menuju banyak mobil yang terparkir di sana, melihat satu-satu mobil berwarna putih yang ada untuk memastikan.

Tentu saja ia hapal betul mobil Sekyung yang selalu menjemputnya dan berharap mobil itu tidak ada di sini.

Sungchan meringis melihat Yiheon yang seperti tidak memperdulikan keadaan kakinya sendiri, ia sibuk berjalan di depannya dengan cepat. Bahkan setelah tiga hari wajah sahabatnya itu masih meninggalkan bekas luka, kalau hari ini ada ribut lagi, Sungchan jelas akan ikut turun tangan.

Di ingatannya seperti masih segar bagaimana Jumat lalu saat ia mendapati telepon dari Yiheon yang meminta menjemputnya, yang membuatnya menghembuskan napas kasar saat melihat keadaan Yiheon yang berantakan dengan noda darah di wajah dan tangannya.

“Yiheon...” panggilnya tidak yakin saat dia berdiri di depan salah satu mobil yang terlihat familiar, “Ini mobil pacar lo kan?”

Song Yiheon mendekat dan ia mengangguk cepat, sialan!

“Abang beneran di sini, Sungchan!” katanya, tanpa sadar kedua tangannya bertautan gelisah.

Yiheon tahu, Sekyung itu bukan tipikal yang akan mendahulukan otot daripada otak. Tapi kalau berurusan dengan Jaemin, semua itu tidak akan ada gunanya.

Hong Jaemin suka bermain-main, memancing amarah lawannya dengan mudah lewat kata-kata kurang ajar hingga Yiheon selalu tanpa ragu untuk memberinya bogem mentah agar dia diam.

“Yiheon, mending kita mencar, oke? Lo ke arah sana, gue ke sini. Langsung kabarin gue kalau udah ketemu Bang Sekyung, ngerti?”

Sungchan terlihat memimpin, dia sedikit meremas pundak Yiheon agar menatapnya, tahu saat ini Yiheon sedang kalut sibuk berpikir kemana-mana, “Jangan macem-macem sendiri, paham! Luka lo aja masih ada. Hubungin gue.” katanya penuh penekanan hingga Yiheon mengangguk sekilas lalu berjalan meninggalkan parkiran.

Sungchan melakukan hal yang sama, sedikit menyayangkan apa yang dilakukan Sekyung saat ini, tapi di sisi lain dia juga paham kalau mungkin dia berada di posisi Sekyung akan melakukan hal yang sama.

Pacar lo dibikin kayak gitu, masa lo gak marah sedikit pun.


Yiheon tentu saja tidak familiar dengan banyak gedung di fakultas ini, ditambah ia berkeliaran saat jam kelas selesai di mana banyak sekali mahasiswa dari berbagai prodi yang semakin memenuhi koridor membuatnya berkali-kali meminta maaf saat menabrak beberapa tubuh yang menghalangi jalannya.

Kini kedua iris matanya menajam memperhatikan dari atas tangga gedung multimedia tempatnya berada sekarang, menatap ke berbagai arah yang untungnya bisa terlihat jelas ke beberapa tempat.

Kebanyakan mahasiswa bergerombol tampak nongkrong sambil bercakap, atau sibuk dengan buku dan laptopnya masing-masing di gazebo dekat gedung perpustakaan.

Tidak ada tanda-tanda rusuh orang ribut di sini membuatnya menghela napas lega.

“Abang, kamu di mana sih!” gerutunya kesal namun penuh khawatir.

Lagi-lagi ia mendial nomor Sekyung sambil menuruni tangga, sakit di kakinya sudah tidak dirasa, semuanya sibuk berkerumul di kepala tentang Sekyung yang masih belum juga ia temukan.

Anjing! Awas aja lu Jaemin kalau bikin cowok gue kenapa-napa.”

Nada penuh marah itu keluar dari bibir Yiheon, wajahnya tampak mengeras dengan tatapan tajam. Kedua tangannya sudah mengepal seperti siap melayangkan pukulan tanpa segan bila ia berhasil menemukan mereka berdua.


Sungchan mengerutkan keningnya dengan dalam saat dia berjalan di lingkungan yang lebih sepi semakin ke belakang. Jujur dia juga tidak familiar sebagai anak saintek untuk berkeliaran di salah satu fakultas soshum ini.

Pemuda jangkung itu dengan langkah lebarnya menyusuri gedung yang tampak tua, oh dia tahu kampus mereka memang sudah berdiri puluh-puluh tahun lalu tapi dia tidak menyangka bangunan seperti ini masih digunakan di sini.

Mungkin ruang kelas karena saat dia mengintip lewat kaca yang berwarna hitam dari luar, suasana di dalam tidak begitu buruk hanya bagian luar gedung saja yang memang terlihat bangunan lama.

Dia mendial nomor Yiheon, berharap temannya itu sudah menemukan Sekyung lebih dulu karena dia malah ikut pusing memikirkan kemana seniornya itu pergi.

Suara dering familiar langsung masuk ke pendengarannya membuat dia menoleh seketika dan berhasil mendapati Yiheon dengan kemeja flannelnya itu mendekat padanya.

“Lu di sini juga.” katanya langsung.

Yiheon tadi memang berjalan asal, suasana gedung yang sepi entah mengapa membuatnya berpikir untuk lewat kesini dan ia langsung melihat punggung Sungchan yang muncul dari arah lain.

“Gue heran, daritadi masa gak nemu mereka. Kayaknya hampir satu fakultas udah gue puterin.” keluh Sungchan saat mereka kini berjalan beriringan, kedua tangannya dimasukan ke dalam saku hoodie dan netranya melirik Yiheon yang juga mengeluh sama.

Rasanya mereka sudah kemana-mana tapi masih juga tidak melihat batang hidung Sekyung maupun Jaemin.

“Apa mereka gak di sini?” tanya Sungchan ragu, tapi Yiheon menatapnya sambil menggeleng tidak setuju, “Mobil dia ada di sini, Chan. Gue yakin mereka masih di sini.” jawabnya yakin.

Yiheon kembali menatap detail ke sekitar tidak menyerah membuat Sungchan menghela napas sedikit frustasi.

Kalau akhirnya mereka menemukan Sekyung dalam keadaan sama seperti Yiheon tempo hari, Sungchan tidak akan bisa membayangkan bagaimana sahabatnya ini akan mengamuk pada Jaemin.

“Semoga pacar lo gapapa.” ucapnya pelan membuat Yiheon menatapnya sambil menarik sudut bibirnya tipis, “Pacar gue jago berantem gak ya kira-kira?” tanyanya membuat Sungchan terkekeh sambil meninju pelan lengannya.

“Ayo cari lagi.”

Memutuskan tidak kembali berpencar, Yiheon dan Sungchan kini terlihat berjalan di sisi luar fakultas yang bersampingan dengan kantin yang terlihat ramai.

Walaupun kemungkinannya kecil karena mana mungkin mereka memilih tempat ramai untuk ribut, tapi Yiheon tidak perduli.

Langkahnya tetap berjalan berharap pada akhirnya akan melihat Sekyung di suatu tempat di sekitar sini.

Perhatian Yiheon sedikit teralihkan saat ponselnya terus bergetar di saku celana, ia mendengus berpikir siapa sih dari tadi mengganggu di saat seperti ini. Namun, matanya langsung membulat manatap Sungchan yang berdiri di sampingnya.

“Dari Bang Sekyung....” katanya memberitahu.

“Angkat buruan!”

Tangan Yiheon dengan cepat mengangkat telepon dari Sekyung itu, menempelkan ponselnya di telinga dan tidak mendengar suara apa-apa selain hening.

“Halo, abang? Kamu di mana? Kamu gapapa kan?” tanyanya dengan nada tidak sabar, ia menatap Sungchan yang ikut penasaran.

“Choi Sekyung, sumpah jangan bikin gue kayak gini. Kamu gapapa kan?” desaknya lagi sambil menggigit bibirnya, pikirannya sudah kemana-mana.

Takut Sekyung terluka parah.

“Abang di parkiran. Kamu di mana?”

Sekyung balik bertanya, membuat Yiheon langsung bergegas berjalan diikuti Sungchan yang masih menebak-nebak, “Aku ke situ.” jawab Yiheon singkat lalu mematikan teleponnya.

“Gimana? Bang Sekyung kenapa?” Sungchan menahan lengan Yiheon, dia bisa melihat tatapan Yiheon yang kembali mengeras saat ini, “Yiheon.”

“Gue juga gak tahu, Sungchan! Abang ada di parkiran!” sahut Yiheon sedikit keras namun tidak bermaksud membentaknya, ia menatap Sungchan lalu menghela napas kasar, “Gue mau liat dulu keadaan dia. Habis itu gue cari si Jaemin.” lanjutnya dengan nada marah membuat Sungchan kembali frustasi.

“Gak ada. Lo gak boleh ketemu dia. Habis ketemu pacar lo, kita balik!”

Sungchan berkata tegas, dia tidak mau kejadian kemarin kembali terulang. Apalagi amarah Yiheon saat ini sedang tidak terkontrol, yang ada perkelahian mereka malah akan semakin parah.

Tangannya langsung menyeret tangan Yiheon, mengabaikan tatapan ingin tahu dari orang-orang di sana yang melihat perdebatan kecil kedua sahabat itu.

Satu pesan masuk dari Asakara tadi berhasil membuat hati Sekyung mencelos saat dia baru mengaktifkan ponselnya. Ditambah banyak panggilan tak terjawab serta pesan dari Yiheon seperti menjelaskan apa yang terjadi.

“Bang, lo lagi di Fikom ketemu Jaemin kan? Yiheon nyusul ke sana nyari lo dan sangat panik.”

Yiheon entah darimana sudah tahu apa yang terjadi dan bahkan menyusulnya ke sini. Membuat Sekyung menunggu dengan tidak sabar sambil berdiri tepat di samping mobilnya. Pemuda itu bahkan berkali-kali menengok ke sekitarnya, tidak tahu Yiheon akan muncul darimana.

Hingga kemudian dari kejauhan dia bisa melihat tubuh jangkung Sungchan yang berjalan ke arahnya. Tepat di sampingnya ada Yiheon yang memasang wajah khawatir, ia bahkan berlari padanya tanpa perduli keadaan kakinya sendiri membuat kedua iris mata Sekyung melebar.

“Ngapain lari-larian sih, kan masih sakit, Yiheon.”

“Kamu beneran berantem???!” tanya Yiheon tidak perduli ucapan Sekyung. Ia langsung menangkup kedua pipinya membuat Sekyung meringis seketika karena terasa ngilu.

Yiheon tentu saja memastikan keadaan Sekyung lebih dulu, ia memindai lekat wajah kekasihnya itu. Dan dengan jelas bisa melihat sudut bibir Sekyung yang memerah walau pun sudah tidak ada noda darah di sana. Sudah dibersihkan, tapi ia hapal betul kalau itu tampak robek. Juga bagian buku tangannya yang sedikit membengkak tanda kalau dia benar-benar habis menghajar orang.

Setidaknya keadaan Sekyung saat ini tidak separah yang ia takutkan.

“Kamu tahu gak aku daritadi nyariin! Kamu tahu gak aku udah kayak apaan muterin fakultas segitu gedenya buat nyari kamu, Choi Sekyung!”

Yiheon berkata dengan cukup keras, tangannya sudah meremas bagian lengan kemeja Sekyung dengan erat menyalurkan emosinya. Sorot matanya tentu tidak bisa berbohong kalau dia sungguh sedang kalut sekaligus frustasi, menatap langsung pada Sekyung yang sedikit terpaku kaget mendengarnya.

Nadanya jelas sarat akan rasa khawatir, marah dan kesal semuanya jadi satu saat akhirnya bisa melihat Sekyung yang dicarinya sejak tadi.

“Yiheon, sayang—”

“Kenapa susah banget dihubunginnya!!”

Ia marah dan ia tidak perduli saat suaranya yang meninggi itu membuat orang-orang yang melewati parkiran menoleh untuk memperhatikan mereka.

Sungchan yang berdiri di belakangnya membuang napas kecil melihat hal tersebut. Tahu jelas bagaimana perasaan Yiheon yang meledak itu. Ia tidak akan repot-repot untuk menahannya seperti halnya Sekyung ketika dihadapkan pada kejadian tempo hari di kosan Asa.

Sungchan mengenal Yiheon sejak lama, sahabatnya itu tidak akan pernah ragu untuk maju paling depan kalau ada apa-apa yang menimpa temannya. Dan saat itu jatuh pada seorang Choi Sekyung yang jelas berstatus pacarnya, Sungchan sudah bisa membayangkan akan bagaimana Yiheon bertindak.

Bagaimana tadi sikap tidak menyerah Yiheon mencari Sekyung tanpa memperdulikan keadaannya sendiri sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya, arti Sekyung bagi Yiheon memang sebesar itu.

Satu kesimpulan lain yang bisa ia tarik juga, Sekyung pun berlaku sejauh ini untuk Yiheon. Sekyung yang ia tahu penuh dengan sikap tenang dan sopan akan bertindak di luar kendali juga bila itu menyangkut Yiheon, orang yang disayanginya.

Melihat luka Sekyung yang tidak terlalu parah membuat Sungchan memikirkan dua hal kemungkinan.

Sekyung berhasil berbicara dengan Jaemin secara baik-baik atau Sekyung justru membuat Jaemin tidak bisa berkutik melawannya.

Dan untuk kemungkinan yang pertama, jelas Sungchan ragu karena dia tahu betul bagaimana seorang Jaemin yang tidak akan mendengarkan dengan mudah apalagi dia tidak mengenal sosok Sekyung sama sekali.

Mungkin, Sungchan nanti akan mendengar keadaan Jaemin yang lebih parah? saat pasti luka-luka bekas hari Jumat lalu belum sepenuhnya hilang, tubuhnya harus ditambah luka baru dari amarah Sekyung yang sudah ditahannya berhari-hari.

Terdengar cukup mengerikan baginya karena jujur mereka tidak pernah melihat Choi Sekyung marah secara langsung.

Tapi, apa pun itu Sungchan hanya berharap masalah mereka sudah diselesaikan hari ini oleh Sekyung.

Semoga Jaemin benar-benar tidak akan berani lagi mencari gara-gara dengan Yiheon.

“Sorry ya, gak ada apa-apa kok. Jangan diperdulikan. Biasalah orang pacaran.”

Sungchan berbicara pada orang-orang di sekitar yang sudah berhenti untuk menonton mereka, dia dengan senyum tampannya mencoba membuat orang-orang kembali kepada aktivitas mereka.

Di lapang parkir saat jam pulang kampus, tentu saja akan banyak orang di sini. Terlebih ketiganya adalah wajah asing dari orang luar fakultas mereka.

“Abang tahu gak kaki aku sakit, tapi aku gak bisa berhenti jalan karena aku terlalu takut kalau aku nyerah kamu bakal kenapa-napa. Aku udah gak bisa mikir hal positif dari tadi!”

Song Yiheon berjongkok dengan cepat sambil menelungkupkan wajahnya yang memerah menahan tangis. Suaranya terdengar bergetar dengan lirih dan sudut matanya sudah panas tidak bisa menahan lagi apa yang mendesak keluar dari sana.

Sebegitu khawatirnya Yiheon saat ini terhadap Sekyung.

Sekyung kembali dibuat terpaku melihatnya hingga kemudian dia berlutut memeluknya, ikut menurunkan tubuhnya sambil berucap maaf berkali-kali.

Tidak ada sedikit pun niat membuat Yiheon khawatir sampai begini. Harusnya Yiheon sudah pulang, bukan justru mencarinya ke sini.

“Yiheon... abang minta maaf banget banget ya, sayang...”

Dia merengkuh Yiheon yang pundaknya mulai bergetar perlahan dan masih enggan mengangkat wajahnya.

“Abang gapapa...” katanya mencoba menenangkan, menaruh dagunya di atas puncak kepala Yiheon dan menciumnya berkali-kali, namun tangis Yiheon malah tambah kencang dan pecah, “Abang gapapa, kamu jangan khawatir, sayang...”

Semua lelahnya, semua sakitnya yang tadi tidak ia perdulikan mulai terasa lagi saat ia merasakan tangan Sekyung mengeratkan pelukannya serta mengucap kata maaf tanpa henti.

Hatinya merasa lega karena Sekyung jauh dari kata parah, tapi rasa khawatir serta marahnya membuat emosi Yiheon berantakan hingga ia hanya bisa menangis.

Lagi-lagi Sungchan harus mengusir orang-orang saat tingkah mereka semakin menarik perhatian, “Udah ya guys, gak ada apa-apa serius! Gak usah diliatin kayak gitu anggap aja kita patung.” tangannya memberi gestur mengusir secara halus, lalu diam-diam anak basket itu menggerutu kesal, “Kayak baru liat orang pacaran lagi ribut aja. Heran gue!”

“Bang, udah bawa balik aja deh. Lo juga sih kan jadi begini tuh Yiheon nya.” dia akhirnya ikut berkomentar setelah sejak tadi menjadi saksi langsung drama hari ini.

“Dia khawatir takut lo bonyok parah di tangan si Jaemin.”

“Iya Sungchan, makasih udah bantuin Yiheon ya. Maaf juga udah ngerepotin lu hari ini. Sisanya biar gue aja, lu boleh pulang.”

Sungchan menatap mereka yang masih di bawah, Yiheon masih menelungkupkan wajahnya dan menangis dengan Sekyung yang tampak sabar memeluknya dan berusaha menenangkannya.

Pemuda itu bahkan tidak perduli dengan sekitarnya, terserah mau dijadikan tontonan orang yang menatap ingin tahu pun, karena yang ia perdulikan hanya Yiheon.

Sungchan melirik jam di pergelangan tanganya sekilas, masih jam segini. Lalu netranya menoleh ke arah samping, kebetulan fakultas ekonomi ada di sebelah, kan?

Gue juga butuh nenangin pikiran, malah ikutan stress kebawa emosi mereka berdua. Mending ke tempat Abin dulu aja, pikirnya.

“Ya udah. Gue balik, bang. Jagain awas nanti dia kabur buat nyamperin si Jaemin lagi tuh.” Sungchan berkata serius, dia takut Yiheon berbuat nekat karena dia tahu sahabatnya itu tentu bisa dengan mudah berbuat hal seperti itu.

Mendengarnya Sekyung kembali mendongak, dia tersenyum tipis menatap Sungchan dengan tangan yang tidak berhenti mengusap-ngusap punggung Yiheon.

“Tenang aja, lu bisa percayain Yiheon sama gue.”