sekyung x yiheon au
Song Yiheon tanpa sadar semakin meringkuk dalam tidurnya saat merasakan ac kamar yang terasa menusuk dingin ujung kakinya yang tidak tertutup selimut. Ia masih sangat mengantuk, lagipula ini hari Sabtu, hari libur dan tentu saja tidak ada jadwal kuliah.
Namun, tepat di detik ke lima, netranya terbuka lebar saat baru saja memproses apa yang terjadi semalam.
Oh iya, dirinya saat ini sedang tidur di kamar Choi Sekyung, pacarnya.
Yiheon mengerang pelan saat tubuhnya terasa nyeri di sana-sani ketika ia semakin banyak bergerak, sialan lagi-lagi otaknya itu mengumpat, menyumpah serapah pada Jaemin.
Ia akhirnya bangun dengan hati-hati sebisa mungkin tidak ingin membangunkan Sekyung yang tampak masih memejamkan matanya, kebetulan dia tidur menghadap pada dirinya sehingga Yiheon bisa melihat wajah tenang serta napas teratur yang memberi tanda kalau dia masih berada di alam mimpi.
Jam di atas meja baru menunjukan pukul lima lebih lima pagi, masih terlalu dini untuknya memulai aktivitas di hari libur.
Maka, setelah selesai dari kamar mandi. Yiheon kembali bergelung di atas tempat tidur, tidak lupa ia memakai dan membenarkan selimut yang sudah melorot di tubuh Sekyung itu hingga sebatas dadanya agar dia tidak kedinginan.
Mau memejamkan matanya lagi rasanya mendadak tidak bisa saat Choi Sekyung ada tepat di depannya seperti ini, jelas dan dekat.
Tubuh Yiheon sengaja bergeser untuk mendekat, menyentuh anak rambut Sekyung yang berjatuhan acak di atas keningnya lalu hanya ditatapnya dengan lekat sambil menyunggingkan senyum tipis hingga kemudian ia menunduk untuk menciumnya di sana diam-diam.
Mumpung Sekyung nya masih tidur.
Namun, Yiheon meringis karena tebakannya salah. Sekyung ternyata sudah bangun dan ia malah ketahuan.
“Ngapain, sayang?”
Choi Sekyung bertanya pelan dengan masih memejamkan matanya, dia jelas tahu betul apa yang dilakukan Yiheon barusan. Karena sejujurnya Sekyung itu mudah terjaga ketika tidur maka saat Yiheon berlaku seperti itu dia bisa langsung terbangun dengan mudah.
Perlahan kedua matanya terbuka saat satu tangan milik Yiheon kali ini mengusap lembut pipinya.
“Gapapa. Abang tidur lagi aja ini masih pagi banget tahu, masih gelap tuh di luar. Masih jam lima.” bisik Yiheon mulai mengoceh, ia sudah tengkurap begitu dekat dengannya tampak anteng menatap Sekyung yang justru tertawa kecil dengan suara dalam khas bangun tidur.
Sepertinya hari baru, batrai baru. Masih pagi sudah full energi saja.
Soalnya sudah direcharge semalam tidur di pelukan Sekyung.
“Kok malah ketawa sih.”
“Selamat pagi, sayangku yang paling lucu dan menggemaskan.” balasnya sambil mengecup sekilas bibir Yiheon yang tampak sedikit merenggut, sukses membuat anak itu melolot kaget dengan wajah perlahan memerah.
Morning kiss, katanya.
Tentu saja, jiwa kompetitif Yiheon bisa muncul dalam hal apa pun seperti saat bagaimana ia berlaku sama pada Sekyung yang kembali mengeluarkan tawa. Bahkan anak itu semakin mendekat padanya, menciumi pipinya berlama-lama dan kekeh menyuruhnya untuk tidur lagi, bawel banget.
Akhirnya Sekyung membuka tangannya untuk kembali membawa Yiheon ke pelukannya lalu dijadikan guling dengan kakinya yang sudah mengunci tubuh Yiheon. Juga memakaikan selimut hingga menutupi tubuh mereka sebatas bahu.
“Ya sudah tidur lagi tapi begini.”
Ia tidak protes sama sekali, Yiheon justru seperti diberi akses untuk kembali ndusel pada Sekyung seperti semalam. Malah senang.
“Tidur kamu semalam nyenyak?”
Satu anggukan kecil bisa Sekyung rasakan dari Yiheon yang sudah mengubur wajah di ceruk lehernya, sepertinya itu spot favorit Yiheon baru-baru ini.
Suasana temaram kamar Sekyung serta suara khas pagi hari dari burung di luar seperti menambah nyaman apa yang sedang terjadi sekarang.
Sekyung kembali memejamkan matanya tanpa berniat untuk melepaskan pelukannya pada Yiheon yang malah kembali mengantuk saat Sekyung mengelus lembut rambutnya.
“Abang...” panggilnya lirih hampir tidak jelas karena sangat pelan, ia semakin melingkarkan tangannya di bahu Sekyung serta menumpukan sebagian beban tubuhnya pada Sekyung, “Ngantuk...” katanya yang membuat Sekyung tersenyum kecil sambil membenarkan posisi tidurnya agar Yiheon bisa tidur dengan nyaman.
“Mau tidur lagi, sampai jam tujuh aja, boleh ya?”
Lagipula ini weekend, setelah lima hari kemarin ia harus rela bangun pagi karena jadwal kuliah yang padat. Biarkan hari ini tubuhnya yang bonyok itu istirahat lebih lama di atas kasur, bonus dipelukan Sekyung.
“Iya tidur lagi gapapa, sayang. Gak ada yang ngelarang.”
Soalnya Yiheon tahu Sekyung itu orangnya memang morning person banget, hari libur pun dia biasa bangun pagi.
Tapi, untuk sekarang sepertinya pengecualian karena dia harus ngelonin pacarnya yang manja ini.
Dikekepin, dipukpuk, disayang-sayang hingga Yiheon nya kembali terlelap dan Sekyung bisa merasakan deru napasnya yang teratur menerpa lehernya.
Dia menunduk sedikit, meliriknya untuk memastikan lalu mendaratkan sebuh kecupan ringan di pelipisnya.
Berapa kali ya dia sudah melihat Yiheon yang tidur seperti ini. Sekyung bisa betah berlama-lama menatapnya, wajah Yiheon yang sedang terlelap itu begitu tenang.
Siapa sangka kalau sudah bangun ia akan tidak bisa diam dengan segala tingkahnya.
Yiheon sedikit mengernyit, matanya kembali ditutup saat merasakan silau cahaya dari gorden jendela berwarna putih itu. Walaupun belum dibuka namun jelas lewat celahnya cahaya matahari pagi masih bisa menerobos masuk memberi sinar di kamar bernuansa coklat muda ini.
Ia mencoba menghalau cahaya tersebut menggunakan tangannya yang di taruh untuk menghalangi matanya.
“Sudah bangun?”
Sekyung bertanya pelan saat Yiheon menggeser badannya untuk memberi jarak. Ia hanya mengangguk kecil sambil mengucek matanya.
Melirik jam yang berada di atas meja dan sontak mata yang masih setengah mengantuk itu membulat sempurna, setengah delapan pagi.
Lebih dari pukul tujuh seperti yang tadi ia katakan. Pantesan sudah terik sekali di kamar karena matahari sudah cukup tinggi di luar sana.
Mungkin karena dipukpuk terus jadi keenakan tidurnya tambah nyenyak.
“Maaf kesiangan...” ucapnya meringis menatap Sekyung yang hanya terkekeh menanggapinya sambil mengubah arah tidurnya untuk menyamping dengan mengganjal kepalanya sendiri menggunakan tangan.
Satu tangannya yang bebas kembali di taruh di atas kepala Yiheon yang juga masih belum berniat untuk bangun, dirapikannya rambut yang mencuat di sana sini itu, “Gapapa, sayang.” balasnya.
Yiheon menatap pacarnya lalu menarik kedua sudut bibirnya dengan lebar, pagi ini pemandangannya indah sekali. Bangun tidur disambut wajah tampan Sekyung yang menatapnya hangat.
Kemudian Song—bucin—Yiheon itu kembali membatin riweuh saat Choi Sekyung mendekat untuk mencium keningnya sekilas.
Tangannya berganti memeriksa luka-luka Yiheon, “Nanti diobatin lagi ya, habis kamu mandi.” dia menatap lebih serius kali ini, “Ada yang sakit lagi nggak? Nanti biar jadi ke rumah sakit.”
Masih saja.
“Gak mau, aku gapapa serius. Sakit sih tapi masih bisa aku handle.” ia menatap Sekyung dengan memelas, mencoba meyakinkannya, “Please, gak usah ya, abang sayang?” pintanya sambil menyatukan tangan sedikit merengek.
Oh, ayolah masa gini doang harus ke rumah sakit sih. Yiheon bukan menyepelekan rasa khawatir Sekyung, hanya saja dia merasa keadaannya tidak seburuk itu saat ini.
Sekyung menatapnya dalam diam, percuma mau maksa pun kalau Yiheon nya tidak mau, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi dihadapkan dengan Yiheon yang meminta dengan begitu menggemaskan jelas membuatnya luluh juga.
“Ya sudah kalau gak mau. Tapi jangan ditahan kalau sakit. Luka yang di perut kamu itu gimana? Coba lihat makin parah nggak.”
Ternyata Sekyung memang menyadarinya pasti sejak kemarin waktu di kamar Asa, pikir Yiheon.
Kalau dia sudah tahu, mau bagaimana lagi. Tanpa berniat membantah atau menyembunyikannya, Yiheon lantas menyingkap bajunya dan memperlihatkan kulit polosnya yang terasa dingin saat terkena udara dari ac yang memenuhi kamar.
Semalam sih masih merah, gak tau kalau sekarang, ia sendiri juga belum melihatnya lagi.
Netra Sekyung jelas bisa menangkap lebam yang sudah agak membiru di sana membuatnya menghembuskan napas kasar dengan alis menyatu dan Yiheon tentu menyadarinya walau sedikit tapi raut wajah Sekyung itu tampak tidak senang.
“Aku nanti minum obat kalau udah beneran ngerasa sakit banget, janji. Nanti dikompres juga.” katanya buru-buru kembali menurunkan lagi bajunya.
Ia tentu tidak mau membuat mood Sekyung malah rusak di pagi yang harusnya cerah ini. Ucapannya itu hanya dibalas gumaman kecil membuat Yiheon kembali meringis.
Tidak ingin terus membahas yang malah membuat Sekyung semakin khawatir, Yiheon kemudian terlihat sibuk berpikir memutar otaknya.
Hingga beberapa menit berlalu, mereka sepertinya malah mager-mageran belum ada yang berniat beranjak dari tempat tidur lebih dulu.
Sekyung pun kini terlihat betah berlama-lama menatapnya sambil memainkan tangannya, dipegangin terus sambil diusap-usap lembut di atas lukanya yang dibalut plester. Wajahnya sudah kembali seperti semula, tampak tenang dengan kedua sudut bibirnya yang ditarik tipis.
“Abang.. yang di meja itu foto kapan? Kamunya kemasan sachet gemes banget. Terus anjingnya punya abang?”
Song Yiheon dan rasa ingin tahunya langsung mengambil alih, bukan hanya sekedar mencari topik mengalihkan yang tadi, tapi ia juga penasaran.
Tentang Sekyung walaupun mereka kenal cukup lama, Yiheon juga menyadarinya kalau banyak sekali yang ia belum tahu. Berbeda dengan Sekyung yang mungkin lebih banyak mendengar cerita darinya yang terkadang over sharing tanpa bisa dicegah.
Sekyung tampak menarik kedua sudut bibirnya semakin lebar sebelum menjawab, pandangannya terlihat menerawang untuk mengingat kenangan masa kecilnya dulu.
“Pas baru mau masuk SD kayaknya waktu itu, jujur agak lupa. Bukan punya abang juga sih, cuma dia memang ada di rumah Oma di luar kota, sayang.” jelasnya membuat Yiheon mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan ia sudah terfokus sepenuhnya sambil sedikit mendekat, “Terus sampai sekarang masih suka ketemu dong kalau abang ke rumah Oma? pasti tambah besar dari yang di foto ya?” tanyanya lagi.
“Enggak. Udah lama sekitar lima tahun lalu terakhir lihat, anjing nya sempat sakit terus sekarang udah gak ada.”
Kedua mata Yiheon terlihat mengerjap kaget saat mendengarnya lalu ia menghela napas berat, “Sedih... kasihan anjingnya..” seperti bisa membayangkan bagaimana rasanya karena ia juga memiliki hewan peliharaan, ah Yiheon jadi ingat si ayang di rumah lagi apa ya jam segini.
Responnya itu membuat Sekyung tersenyum kecil, “Iya sedih banget, dulu waktu kecil hampir setiap hari nemenin abang main soalnya.” jelasnya membuat kedua alis tebal Yiheon kini menyatu.
“Tapi kok jauh banget anak kecil mainnya ke luar kota?”
Satu kekehen ringan terdengar tanpa bisa dicegah saat mendengar pertanyaan polos Yiheon itu. Sekyung tampak gemas hingga ia mencium tangan yang ada di genggamannya.
“Abang memang sempat tinggal di sana. Beberapa kali pindah kota juga karena pekerjaan Papa. Baru pindah ke sini pas masuk SMA, sayang.”
“Serius? Kok aku baru tahu. Abang gak pernah cerita juga sih! Terus misal abang dulu gak pindah ke sini, kita gak akan ketemu dong.”
Sekyung terlihat mengedikan bahunya, “Kalau memang sudah seharusnya ketemu, abang yakin kita akan tetep kenal nantinya di mana pun itu, sayang.” jelasnya membuat Yiheon mengangguk setuju.
Kalau jodoh gak akan kemana, kan?
Walaupun itu mungkin terlalu jauh untuk dipikirkan sekarang, tapi diam-diam Yiheon berharap banyak pada nasib mereka.
Tentang Sekyung ternyata memang banyak sekali yang ia belum tahu, maka hingga hampir lima belas menit kemudian Choi Sekyung dengar sabar menjawab apa saja pertanyaan bawel dari Yiheon.
Ia sibuk bertanya ini itu dan mendengarkan jawabannya dengan antusias, jarang-jarang Sekyung bercerita banyak, orang saat dimintai life update saja sering tidak mau.
“Nanti orang tua abang pulang? terus aku gimana?” tanyanya lagi membuat Sekyung menatapnya tidak mengerti.
“Gimana apanya? Ya gapapa, sayang.”
“Takut.” cicit Yiheon dengan suara kecil banget.
Sekyung menghela napas dibuatnya, dia kembali menangkup pipi Yiheon sambil diusap dengan ibu jarinya, “Takut apa? Takut digigit? dikira mereka vampir apa.”
Yiheon langsung mendengus kecil, malah bercanda!
Nanti gimana kalau mereka lihat penampilannya yang seperti ini, terus kalau mereka nggak suka gimana. Kalau perangai seperti Sekyung tentu saja mudah disukai dan sudah dibuktikan dengan respon kedua orang tuanya, tapi ia kan tidak sebaik Sekyung.
“Abang, kalau nanti kita gak direstuin aku bakal sedih banget.”
Demi Tuhan, ini anak mikirnya udah kemana-mana membuat Choi Sekyung geregetan melihat lagi raut sedihnya dengan bibir yang melengkung ke bawah.
“Sayangku, jangan mikir aneh-aneh dulu ya. Mereka gak gitu, oke?” Sekyung kembali memasang senyum lembut, tahu kalau Yiheon saat ini sedang gusar.
“Kamu tahu nggak, malah dikiranya abang yang kepedean loh waktu dikasih kue sama Bunda. Sampai ngiranya kalau abang cuma ngaku-ngaku aja.” jelasnya lalu tertawa kecil, menatap dalam pada Yiheon tanpa segan, “Masa Mamaku nggak percaya kalau ada yang mau sama anaknya.”
Jelas banyak, Tante. Ngantriiii banget yang mau sama Choi Sekyung, batin Yiheon.
Ia tampak kembali antusias mendegarnya, kedua matanya sudah berbinar menatap Sekyung, “Beneran nggak?” tanyanya mendesak, jujur ia deg-degan juga kalau beneran nanti bertemu orang tua Sekyung.
“Iya, sayang. Masa bohong.”
Melihat Sekyung yang bicara sungguh-sunggu membuatnya bisa bernapas dengan lega dan kembali melebarkan senyumnya lebih percaya diri.
Gapapa deh, gimana nanti saja toh ia punya Sekyung yang akan ada di sampingnya.
Dih, lu udah kayak mau menghadap siapa saja, batinnya geli sendiri.
“Nanti abang bikinin bubur, kamu sudah lapar belum? mau sarapan sekarang?”
Diberi pertanyaan seperti itu, Yiheon bukannya menjawab malah menatap heran pada pacarnya penuh ragu.
Ia langsung menutup mulutnya, “Aku gak mau keracunan.” katanya dengan suara teredam namun masih bisa terdengar jelas oleh Sekyung yang langsung mendengus.
“Ya enggak lah, masa pacar sendiri diracunin. Abang nanti tanya mbak cara bikinnya.”
Oh, justru itu satu-satunya yang Yiheon takutkan, ia bahkan ragu Choi Sekyung ini bisa masak mie sendiri.
“Gak usah, abang. Aku makan yang dikasih mbak aja nanti.” katanya sambil menggeser tubuhnya menjauh ke sisi tempat tidur seakan tawaran Sekyung adalah hal yang sangat berbahaya.
Yiheon sudah waspada saat melihat kilat jahil di kedua netra Sekyung yang menatapnya hingga kemudian ia memekik begitu Sekyung mengurung tubuhnya dan secepat kilat sudah berada di atasnya.
Satu alis Yiheon terangkat menatap Sekyung yang menumpu tubuhnya dengan tangan yang berada tepat di samping kepalanya.
Mau ngapain lu, Choi Sekyung????!
Mencoba biasa saja, Yiheon mendongak menatap datar pada Sekyung yang kampretnya malah mengeluarkan senyum miring tanda bermain-main.
“Apasih, kamu mau ngapain? berat nanti kalau nindih aku!”
Sekyung seakan tidak perduli protesan apa yang dia dengar barusan, “Kalau pacarku, maunya kita ngapain, hmm?” bisiknya sedikit kurang ajar di samping telinganya.
Stress!
“Abang jangan memanfaatkan ketidakberdayaan aku sekarang. Awas aja lu nanti!” balas Yiheon yang membuat Sekyung tertawa, oh dia paham kalau lagi sehat itu pasti kaki sudah menendangnya hingga jatuh tersungkur dari tempat tidur.
Sambil memasang wajah penuh senyum, Sekyung perlahan menunduk membuat Yiheon tanpa sadar meremas selimut berwarna abu yang sudah melorot di pinggangnya.
Sekyung hanya mengusakkan hidung mancungnya pada hidung Yiheon dan langsung terkekeh melihat anak itu sudah memejamkan matanya.
“Mikir apa sih, Song Yiheon.” katanya sambil menyentil pelan kening Yiheon menggunakan jarinya.
Tentu saja Yiheon langsung membuka matanya lagi lalu mendelik tajam menatap Sekyung yang masih menyisakan tawa kecil namun dia belum beranjak sedikit pun di atasnya.
“Ngeselin banget lu sumpah!” Yiheon refleks merutuk kemudian mencoba mendorong dada Sekyung agar pergi dari atasnya, namun pemuda itu tidak berniat beranjak sedikit pun.
Sekyung menggeleng pelan tanda menolak, dia malah semakin merendahkan jarak tubuhnya dan Song Yiheon tidak akan masuk untuk kedua kali dalam perangkap liciknya itu.
Apalagi saat tangan Sekyung itu perlahan mengusap ringan sisi wajahnya, dari mulai kening hingga menyentuh dagunya dan sengaja memegangnya sedikit lebih lama tanpa bicara apa pun.
Halah percuma walaupun ditambah trik seperti itu, gak akan mempan, batin Yiheon nyinyir.
Tapi, ia malah meneguk ludahnya sendiri saat tatapan penuh jahil Sekyung itu berubah menjadi teduh, tidak ada senyum main-main seperti tadi karena di sudut bibirnya hanya ada senyum simpul yang terlihat begitu lembut.
Yiheon jelas masih membuka matanya saat Sekyung mengecup lembut di bibirnya dan ketika bibir tebalnya itu bergerak perlahan, lututnya malah lemas.
Sialan! kok ciuman beneran.
Yiheon sudah tidak bisa mundur selain ikut memejamkan matanya seperti yang sudah dilakukan Sekyung lebih dulu.
Choi Sekyung lagi-lagi tersenyum di antara ciumannya saat tangan Yiheon kini sudah terangkat memeluk bahunya, membawa tubuhnya semakin turun untuk memperdalam ciuman mereka yang tidak seperti tiga hari lalu.
Maka, dikabulkannya lagi permintaan kekasihnya itu dengan senang hati, Sekyung akan menuruti mau nya Yiheon.
Terserah, apa pun asal ia senang.
Song Yiheon bisa merasakan sensasi geli seperti penuh kupu-kupu di perutnya semakin mendesak memenuhi hingga naik ke dadanya, jantungnya bahkan sudah berdegup tidak terkendali hingga ia takut Sekyung bisa mendengarnya sekarang walaupun dia sepertinya tidak akan memberikan perhatian pada hal lain selain dari ciuman mereka yang belum selesai.
Satu tangan Yiheon yang berada di balik bahu Sekyung tanpa sadar sedikit naik untuk menyisir rambutnya, membuat Choi Sekyung kembali menghadirkan sebuah senyum kecil di antara mereka.
Kalau begini, bukan hanya Yiheon yang bisa gila. Choi Sekyung jelas akan ikut bersamanya.
Yiheon terlihat yang lebih dulu menjauh, memberi jarak tipis diantara mereka dengan kening yang nyaris bersentuhan. Tanganya menahan dada Sekyung yang hampir menindihnya.
“Udahan....” bisiknya lirih, menatap langsung kedua iris Sekyung yang terlihat berbinar tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini, “Bibir aku perih tahu lama-lama..” lanjutnya yang behasil membuat Sekyung tertawa namun juga kasihan.
Dia mengecup pelan penuh sayang di sudut bibir Yiheon tersebut.
“Cepat sembuh makanya ya.” katanya sambil mengusap kembali pipi Yiheon, menatapnya teduh dan mengucap sungguh-sungguh.
“Iyaaa, abang sayang. Sekarang mandi gih udah siang, gantian abang dulu aja aku masih mager mau tiduran lagi.”
Yiheon memamerkan senyum lebarnya hingga pipi bolongnya itu terlihat dan Sekyung tidak bisa menahan untuk memberikan kecupan-kecuman gemas di sana membuat Yiheon tertawa geli sambil berkelit untuk menghindar walaupun ruang geraknya sangat terbatas di bawah Sekyung yang dengan mudah memegang pinggangnya.
Mereka melepaskan tawa yang begitu renyah saling beradu mengisi kamar yang terbiasa sunyi, dengan suara Yiheon yang memintanya berhenti dan Sekyung yang tampak senang menjahili pacarnya itu.
“Abang, mandi buruan!” Yiheon menatapnya galak saat Sekyung akhirnya berguling ke sampingnya dan pergi dari atas tubuhnya.
“Kenapa harus gantian kalau bisa barengan.”
“Abang kalau ngomong gak boleh sembarangan!! Awas aja!”
Sekyung langsung kabur sambil terbahak sebelum dia kena amuk dan sukses mendapatkan lemparan bantal dari Yiheon yang sudah duduk hingga mengenai punggungnya.
“Bercanda doang, Yiheon.”
Lagi sakit saja lemparannya masih akurat, apalagi kalau sehat pasti dia sudah habis tuh, pikirnya sambil mengusap punggungnya sendiri yang menjadi korban kdrt di pagi hari.
“Sayangku kekasihku, Song Yiheon.” panggilnya dari pintu kamar mandi dengan kepala menyembul keluar membuat Yiheon menatapnya penuh tanya, apaan lagi sih Choi Sekyung!
I love you.
Tanpa mengeluarkan suara, Sekyung berkata pelan. Hanya gerak bibirnya saja yang bisa Yiheon baca dengan jelas.
“Ngomong sekali lagi aku kunciin kamu di sana!!”
Sekyung menatap gemas pada Yiheon yang mengumpat tapi langsung menyembunyikan wajahnya yang memerah di bawah bantal dan kembali menggulung tubuhnya dengan selimut sebadan-badan seperti kepompong.
Salting brutal.
Tapi Yiheon menyukainya, bagaimana setiap hari Sekyung selalu memberinya kasih yang banyak.
Selalu menunjukan perasaanya tanpa ragu agar ia tahu bagaimana rasanya dicintai oleh seorang Choi Sekyung, kekasihnya.
“Gak malem, gak pagi, terus aja gue dibikin baper! sport jantung mulu ya ternyata kalau dipacarin Choi Sekyung!”