sekyung x yiheon au

Choi Sekyung menatap heran pada Yiheon yang masih saja meledek adiknya. Seneng banget bikin dia menggerutu.

Rupanya keputusan mereka mengajak adik Yiheon itu membuat Sekyung sedikit mengurut keningnya.

Bayangkan satu Yiheon saja terkadang membuatnya pusing sekarang ditambah Woojin atau yang biasa mereka panggil adek itu tingkahnya tidak grasak-grusuk senggol bacok seperti Yiheon tapi sering merajuk dan sedikit manja.

“Sudah ya, kita makan sekarang. Adek mau makan apa?”

Sekyung berdiri di tengah kedua kakak adik itu setelah mereka keluar dari bioskop. Tadi ketiganya memutuskan untuk pergi ke mall yang tidak jauh dari pet shop tempat grooming kucing milik Yiheon selagi menunggunya selesai, sekalian malam mingguan.

“Terserah aja.” jawab Woojin pelan membuat Sekyung mengangguk kecil lalu mengalihkan pandangan pada kakaknya yang berada di sebelah kiri, “Terus kamu mau makan apa?” dia mengulang pertanyaan yang sama sekali lagi.

Sumpah kalau dilihat ini bukan seperti Sekyung mengajak ngedate Yiheon, tapi dia seperti kakak sulung yang sedang mengasuh kedua adiknya serta menjadi penengah diantara keduanya.

“Belum tahu, mending kita ke food court aja dulu.” Yiheon memberi usul yang disetujui Sekyung dan langsung mengekorinya berjalan menuju eskalator untuk turun ke satu lantai tepat di bawah mereka sekarang berada.

“Kamu tuh ya, iseng banget sih, Yiheon. Beneran bad mood nanti adeknya. Jangan gitu.” bisik Sekyung pada Yiheon yang kemudian mengangguk patuh, padahal tidak seserius itu apa yang dilakukannya terhadap sang adik, mereka sudah biasa bila di rumah hanya saja Choi Sekyung mungkin melihatnya dengan berbeda.

“Iya iya orang aku cuma bercanda doang, bang...” katanya sambil melirik Sekyung, tidak mau membuatnya semakin salah paham, Yiheon kemudian mendekat pada sang adik yang berjalan lebih dulu.

Selanjutnya Sekyung bisa mendengar Yiheon yang meminta maaf sambil merangkul Woojin.

“Nanti kakak beliin kamu gelato.”

“Deal.”

Sekyung menghela napas panjang, gampang ribut tapi untungnya gampang akur juga. Sebagai anak tunggal, dia mungkin tidak terlalu paham karena Sekyung sudah terbiasa sendirian di rumah sejak dia kecil dan berada diantara keduanya sekarang membuatnya merasakan hal yang tidak pernah dia miliki.

Melihat bagaimana Yiheon kini berjalan merangkul adiknya sambil memilih-milih tempat makan yang akan mereka datangi, cukup untuk membuat Sekyung akhirnya tersenyum menatap hal di depannya.

“Kamu suka udon kan, mau itu? Eh jangan deh penuh, bentar kakak pilihin lagi, mau sushi? tapi waiting list panjang banget jir.”

Di pukul setengah tujuh malam ini jelas tempat makan kebanyakan akan penuh, apalagi di tambah malam minggu. Selain orang pacaran, banyak juga potret keluarga yang Sekyung lihat mengisi meja-meja makan di sana dengan membawa anak-anak. Semua orang memang punya cara untuk menghabiskan weekend bersama orang terdekatnya, begitu pun dengan dirinya.

Sekyung dengan sabar berjalan tepat di belakang mereka, dia tidak banyak bicara hanya membiarkan kedua kakak adik itu memilih-milih sesuai maunya.

“Abang...”

Yiheon menoleh ke belakang, menatap Sekyung yang mengulum senyum tipis, “Sudah? Mau di mana?”

“Kita makan di situ aja, gapapa?” setelah muter-muter, Yiheon menunjuk pada salah satu tempat makan yang berada tepat di sebelah kanan mereka, di sana terlihat masih ada meja kosong sehingga tidak perlu waiting list, “Boleh, abang ikut kalian aja.” jawabnya yang dibalas senyum lebar oleh Yiheon.

Seneng banget kayaknya.

Tanpa melepaskan tangan kirinya yang masih berada di bahu sang adik, tangan kanan Yiheon terulur dan menarik lengan Sekyung yang hanya mengenakan baju pendek berwana hitam itu agar berjalan di sampingnya.

“Ngapain di belakang sih, nanti kita kepisah.” gumamnya.

Sekyung tertawa kecil, enggak mungkin. Dia bukan anak kecil yang akan jalan-jalan sendiri kalau tidak dipegangi. Tidak ingin protes, Sekyung hanya menurut saat mereka memasuki tempat makan itu.

Sekyung terbiasa melihat Yiheon yang suka sekali makan dengan pipi menggembul lucu seperti tupai—menurutnya bila sedang mengunyah penuh, kedua matanya akan berbinar bila makanannya sesuai dengan seleranya. Ah, tapi semua makanan kebanyakan Yiheon bilang enak, makanya Sekyung suka sekali memanjakannya agar Yiheon nya itu senang, mau apa juga pasti dikasih.

Sedangkan sekarang Sekyung bisa melihat Woojin yang slow eater, si bungsu itu ternyata berbeda sekali dengan kakaknya. Makanya sedikit-sedikit juga santai. Makanan di piringnya masih terlihat cukup banyak berbeda dengan sang kakak yang sudah hampir habis, miliknya sendiri juga sudah tinggal setengah.

“Jangan diliatin, bang. Dia emang makannya lama.” Yiheon yang duduk di sampingnya memberi tahu, ia baru saja menelan suapannya dan kemudian mengambil gelasnya, mengaduk sebentar sedotannya sebelum kemudian meminumnya.

Woojin yang mendengar ucapan kakaknya hanya meringis kecil tampak lucu dengan rambut cepaknya itu lengkap dengan kacamata bulat yang dia kenakan.

“Maaf ya...” cicitnya pada Sekyung.

“Iya nggak usah minta maaf. Makan sampai selesai, dek. Kita nggak lagi buru-buru kok.” ujar Sekyung yang diangguki Yiheon, “Kakak juga belum dikabarin, si ayang belum selesai.” tambahnya menenangkan, menatap adiknya yang masih sibuk mengunyah.

Meja makan bernomor enam itu semakin lama tampak seru dengan obrolan dari tiga orang pemuda yang mengisinya.

Yiheon yang sudah selesai makan lebih dulu paling banyak bicara tampak semangat membahas film yang baru saja mereka tonton. Padahal yang milih film Woojin tapi ia yang paling anteng buat nonton. Sekyung tahu karena tadi dia duduk di samping Yiheon yang berada di tengah-tengah mereka.

“Tuh kan padahal emang kakak yang mau nonton itu, tapi dia mancing aku buat bilang, bang.” Woojin menunjuk kakaknya dan mengadu pada Sekyung.

Makannya baru selesai setelah akhirnya habis.

Makasih Tuhan, ternyata memang lama.

Yiheon menggelengkan kepalanya sambil tertawa mendengar tuduhan sang adik, ia mengibaskan tangannya lalu ikut menatap Sekyung yang berada di sampingnya.

“Enggak bang, sok tahu banget tuh kamu. Jelas-jelas kamu ya yang tadi milih.” balasnya tidak mengakui membuat sang adik memutar bola matanya ke atas lalu mendengus kecil, “Tapi kakak yang ngasih-ngasih aku kode.” ujarnya kekeh sambil menyandarkan punggung pada kursi, ngeselin tuh si kakak nggak mau ngaku.

“Iya oke gak masalah siapa yang mau nonton, mau adek atau kakak, kan udah beres juga filmnya.”

Sekyung tidak bisa menahan tawa kecilnya melihat apa yang terjadi di depannya. Lagi-lagi dia menjadi penengah mereka sebelum semakin panjang. Sejak tadi loh, di mobil pun ada saja yang diributkan.

“Bang Sekyung tahu gak...”

Kali ini Sekyung menoleh pada Woojin yang memanggilnya lalu tersenyum lebar. Dia mengenal Woojin sejak pertama kali mengantarkan Yiheon pulang dulu, Sekyung ingat anak itu hanya menatapnya bingung saat dia melihat sang kakak yang keluar dari mobil miliknya.

“Apa?”

“Tadi kakak mandi lama banget tahu pas aku pulang sekolah, kirain mau kemana tumben mau groomin kucing doang mandi.”

“Adek diem gak.” sela Yiheon seperti tahu kemana arah pembicaraan ini.

Adiknya yang duduk di depan mereka tampak santai dengan gelas yang masih dia pegang sambil mengigit sedotan, pura-pura tidak mendengar suara kakaknya itu.

“Terus aku tanyain kan, kakak mau pergi sama siapa emang, ke pet shop doang kok lebay banget.” lanjutnya tanpa takut hingga membuat sang kakak semakin gregetan.

Choi Sekyung tidak terganggu sama sekali dengan Yiheon yang sudah seperti mengeluarkan asap dari kepalanya. Dia dengan anteng mendengarkan cerita Woojin yang semangat dengan senyum semakin lebar tampak puas, apalagi melihat Yiheon bersikap seperti itu membuat rasa penasarannya makin bertambah.

“Terus, dek?”

“Terus dijawab, kakak mau malam mingguan lah sama Bang Sekyung.” pungkasnya menirukan suara sang kakak yang terdengar songong, anak itu memajukan duduknya berlagak berbisik pada Sekyung namun dengan suara yang jelas bisa mereka dengar. Sengaja banget.

“Kayaknya grooming kucing cuma modus doang deh, bang.”

Demi Tuhan, Yiheon rasanya mau menyumpal mulut adiknya itu dengan tisu yang ada di atas meja.

Tawa Sekyung langsung terdengar begitu anak SMA itu selesai bicara, sepertinya dia memang butuh Woojin untuk mendengar cerita eksklusif lain tentang Yiheon.

“Beneran kata adek?”

Tanyanya langsung pada Yiheon yang duduk di samping kanannya, di ujung kalimatnya terdengar tawa yang masih jelas terdengar.

Yiheon mendengus kecil, kedua matanya melotot galak pada adiknya yang memamerkan cengiran jahil di sebrang meja sambil memeletkan lidahnya, senang bisa balik mengerjai kakaknya itu.

Ternyata senjatanya cuma satu, bang Sekyung, gebetan kakaknya dari lama.

“Enggak.” jawabnya singkat, “Jangan percaya, dia suka ngasal.” menatap Sekyung yang masih memasang wajah cerah dengan senyum yang tampak senang.

“Yakin?” tidak puas, Sekyung menaik turunkan alisnya sambil menatap Yiheon yang kemudian meninju bahunya pelan.

Sudah dibilang kan salting nya jelek banget, Yiheon.

“Sumpah! Emang sekarang jadwalnya si ayang grooming, bang. Kan aku minta anter kamu dari hari Kamis tuh.”

Yiheon menjawab ngeyel membuat Sekyung mengangguk kecil mengiyakan sambil mengusak puncak kepalanya, lucu banget sih.

“Yang bilang kita malam mingguan kan lu sendiri pas di chat.” gumamnya sedikit menggerutu bisa di dengar oleh Sekyung yang memang duduk cukup dekat di sampingnya.

Tentu saja.

Sekarang mereka lagi malam mingguan. Lagi jalan di hari Sabtu sore hingga sekarang pukul tujuh.

Sekyung tahu jelas rencana grooming kucingnya memang bukan modus seperti kata adiknya, dia hanya ingin tahu kalau ternyata Yiheon benar-benar menantikan mereka untuk pergi hari ini.

Yiheon menyandarkan punggungnya pada kursi masih sambil menggerutu kecil, enak saja kalau disangka modus. Agenda utama mereka memang mau ke pet shop, ya sudah sisanya anggap saja bonus.

Lalu ia menatap cepat ke samping saat tangan kiri yang ada di atas pahanya itu tau-tau digenggam oleh tangan Choi Sekyung.

Tiba-tiba banget.

Apasih emang mau nyebrang?

Kenapa gandengan segala?

Genggaman itu terasa hangat melingkupinya, Yiheon belum terbiasa mendapatkan hal baru seperti ini. Terhitung sudah dua kali genggaman serta usapan lembut dari ibu jari Sekyung di punggung tangannya benar-benar membuatnya tidak karuan, namun jelas terasa nyaman, ia tidak bisa menampik.

Sekyung tidak membalas tatapannya, seniornya itu justru memajukan duduknya ke arah meja dan kembali berbicara dengan Woojin tampak santai tanpa melepaskan tangannya.

Dan jelas saja adiknya itu tidak akan bisa melihatnya karena tangan mereka berada di bawah meja.

Sudah jelas apa yang terjadi selanjutnya, saat mereka berdua sibuk mengobrol, Yiheon sibuk dengan degup jantungnya sendiri. Ia hanya menimpali sesekali dengan wajah sedikit memerah yang hanya disadari oleh Sekyung.

Yiheon sadar Sekyung meliriknya walaupun dari sudut matanya, dan ia tidak bisa menahan deheman gugup dibuatnya, lalu mengambil minumnya yang untungnya masih ada.

Hal tersebut tidak lepas dari pandangan Sekyung yang jelas langsung terkekeh melihatnya, suka sekali membuat anak orang salah tingkah.

Kali ini akhirnya dia menatap Yiheon yang sedang berlagak sibuk memainkan sedotan dengan tangan kanannya yang bebas itu, bahkan enggan balik menatapnya karena ia memilih untuk menatap gelasnya itu.

Diliriknya ke bawah saat Yiheon jelas tadi membalas mengeratkan genggaman mereka, ibu jarinya kembali bergerak mengusap lembut punggung tangan Yiheon yang sedikit dingin itu.

“Kamu gugup gitu, keliatan loh.” bisiknya kurang ajar.

Terus kalau gugup kenapa? Emang iya kok! Salah lu.

“Kayak mau nyebrang aja.” sindir Yiheon yang hanya dibalas tawa oleh Sekyung.

Bukannya dilepas, genggamannya malah semakin dieratkan.

Sialan Choi Sekyung ini.

Makin hari, tingkahnya semakin jadi saja.

Dan bodohnya Yiheon malah semakin menyukainya.

Akibatnya sekarang ia harus mati-matian menahan wajah salah tingkahnya agar mereka tidak tahu.

Awas aja lu, gue bales nanti, Choi Sekyung!


“Ayangggg.....”

Suara Woojin terdengar mengisi mobil yang baru saja kembali jalan.

Mereka sudah menjemput kucingnya dari pet shop, dia sudah bersih, sudah potong kuku, sudah dikeluarkan dari pet cargo dan langsung dipeluk gemas oleh si adik yang duduk di kursi belakang.

Sekyung tersenyum melihat dari kaca tengah, sama saja seperti Yiheon. Kedua kakak adik itu memang sama-sama memanjakan kucing kesayangan mereka, oh jelas babunya dia nambah satu yaitu dirinya.

“Ayah sama Bunda kamu sudah pulang?”

Yiheon menggeleng pelan, melihat ponselnya yang barusan dapat pesan dari Bunda yang bilang kalau mereka baru saja jalan pulang dan mungkin akan telat karena terjebak macet.

“Adek, mau langsung pulang?”

Sedikit menengok ke belakang, Yiheon bertanya pada adiknya yang sedang mengelus-ngelus kucing mereka yang tampak anteng di pangkuannya.

“Mampir ke taman sebentar boleh nggak? Mau beli takoyaki.”

Kalau urusan jajan sama saja ternyata.

“Boleh, dek. Yang ada taman bermainnya itu, kan?” tanya Sekyung memastikan dan diiyakan keduanya dengan kompak. Dia sedikit ingat tempatnya tidak jauh dari rumah Yiheon, mungkin hanya beberapa ratus meter saja.

“Nanti ada banyak kedai, mobilnya parkir di pinggir taman aja gapapa kok, bang.” beritahu Yiheon.

“Oke gampang.”

Sekyung melihat jam tangannya saat dia sudah mematikan mesin mobil, pukul setengah sembilan.

Dilihatnya si adek yang langsung memindahkan kucing ke pangkuan Yiheon yang duduk di depan.

“Kakak mau nitip apa?” tanyanya sebelum membuka pintu, dia menatap Yiheon yang justru melihat Sekyung, “Abang mau?” tanyanya langsung dibalas gelengan pelan, “Enggak. Kalian aja.”

“Yaudah kakak samain aja kayak kamu.”

Woojin mengerti, dia lekas keluar dari mobil dan berjalan ke arah kedai yang berjajar di sebrang taman.

Malam minggu seperti ini, walaupun tamannya tidak terlalu besar tapi kedai-kedai jajannya serta cafe di dekat situ cukup ramai bisa Sekyung lihat dari tempat mereka memarkir mobil.

Dia menyandarkan punggunngnya sambil sedikit meregangkan pundaknya, menoleh pada Yiheon yang sedang menunduk, lalu mengulurkan tangannya untuk ikut mengelus bulu halus berwarna abu gelap itu.

“Abang mau turun nggak sambil nunggu adek atau mau nunggu di mobil?”

“Kamu mau turun?”

Satu anggukan semangat terlihat darinya, “Kayaknya bakal ngantri sih.” jarinya menunjuk Woojin yang sedang duduk seperti menunggu antrian.

“Yaudah boleh.” balas Sekyung yang langsung membuka pintu mobilnya disusul oleh Yiheon yang tersenyum senang, “Ayang kita jalan-jalan, yeay!” gumamnya sambil memainkan tangan si kucing.

Hembusan angin cukup dingin terasa sedikit menusuk bagi Sekyung yang hanya menggunakan kaos pendek, untungnya Yiheon saat ini menggunakan sweater panjang, ia juga memasang kupluknya.

Sekyung hanya pernah melewati taman ini mungkin sekali atau dua kali karena bukan berada di jalan yang biasa dia lewati apabila menuju rumah Yiheon.

Dari dekat, bisa terlihat tempat bermain seperti dua ayunan di samping bak pasir untuk anak-anak, ada perosotan bahkan ada papan jungkat jungkit yang diisi oleh bocil yang sedang bermain. Ada juga satu lapangan terbuka lumayan besar di sebelah taman yang terdapat beberapa anak muda sedang bermain basket.

Ruang hijau itu tampak sepi, jelas saja ini sudah cukup malam, hanya segelintir orang saja yang terlihat selain bocil tadi yang memang mungkin tinggal di sekitar sini.

Yiheon memilih berjalan di jalur yang biasa dipakai jogging di sisi taman, ada beberapa bangku tampak kosong yang kalau pagi atau sore pasti bakal terisi untuk nongkrong sekedar menikmati suasana teduh taman dengan pohon-pohon besar.

“Kamu sering ke sini?”

Sekyung bertanya pada Yiheon yang berjalan pelan di samping kanannya, anak itu terlihat menaruh kucing di dadanya, tampak anteng sekali si ayang dimanja seperti itu.

“Kalau ke tamannya enggak sering juga sih, paling kalau lagi mau jogging sama adek suka ke sini. Kalau ke tempat jajannya baru sering.”

Ia menjawab sambil memamerkan gigi rapinya, Sekyung rupanya bisa menebak untuk hal tersebut.

“Sekolahku dulu lewat sini soalnya, bang. Sekolah adek juga, jadi sekalian lewat.” jelas Yiheon membuat Sekyung membulatkan mulutnya dan mengangguk mengerti mengetahui hal baru lagi dari Yiheon.

“Deket rumah Sungchan juga tuh ke arah sana.” tunjuk Yiheon pada jalan di sebrang taman yang seperti mengarah ke sebuah komplek perumahan.

“Oh pantes suka pulang bareng, deket juga ya.” balas Sekyung yang diiyakan oleh Yiheon. Memang kalau ia sedang tidak membawa motor ke kampus daripada pulang naik bis—selain kalau dengan Sekyung mending nebeng sama Sungchan.

Langkah Sekyung kemudian berhenti saat Yiheon tiba-tiba berhenti di bawah lampu taman berbentuk bulat dan cukup tinggi itu, membuat siluet bayangan mereka berdua terlihat di sisi bawah jalan.

“Kenapa?” tanyanya.

“Nitip ayang dulu, tali sepatuku lepas.”

Yiheon baru saja akan memberikan kucingnya pada Sekyung saat pemuda itu justru berjongkok tepat di depannya tanpa banyak bicara, dia memasang lagi tali sepatunya yang terlepas dengan cekatan, bahkan mengencangkan tali sepatu yang satunya lagi, memastikan keduanya sudah diikat sempurna.

Rupanya Song Yiheon harus kembali mengontrol degup jantungnya hanya karena perlakuan sederhana Sekyung padanya.

Ia hanya bisa melihat bagian atas topi Sekyung yang sedang menunduk hingga kemudian pemuda itu mendongak menatapnya yang justru terdiam belum sempat mengeluarkan kata apa-apa saat melihat Sekyung berlaku seperti itu padanya.

“Sudah?” tanya Sekyung.

Yiheon mengangguk kecil lalu mengulas sebuah senyum tipis saat Sekyung sudah kembali berdiri di sampingnya.

“Makasih...” ucapnya lirih.

“Sama-sama, Yiheon.”

Sekyung melirik ke tempat Woojin yang masih asik duduk sambil memainkan ponselnya, seperti belum ada tanda-tanda sudah selesai.

Dia kembali mengikuti langkah Yiheon yang berjalan pelan di sampingnya semakin jauh dari tempat mereka parkir mobil.

“Ayang kayaknya betah banget, ya? Kamu suka kan jalan-jalan begini, hmm?”

Suara Yiheon terdengar gemas berbicara dengan kucingnya yang memberi respon dengan suara mengeong pelan membuat Sekyung menahan tawanya.

Gemes banget deh nih berdua.

“Kucingnya sama aku aja sini, dia mau nggak ya.”

Sekyung akhirnya mengambil alih kucing betina tersebut yang asik nemplok di bahu Yiheon. Dipangkunya sambil dielus-elus saat kucing itu mengeong karena harus berpindah tempat lalu kemudian sibuk ndusel di dadanya.

Yiheon tersenyum lebar menatap hal tersebut, rupanya udah jinak beneran sama Sekyung walau tanpa diberi snack.

Ia berdiri di depan Sekyung dengan tangan yang memainkan kaki kucingnya, paw nya bersih lucu berwarna pink. Tidak lupa mengelus kepalanya hingga kucing itu memejamkan mata tampak nyaman.

“Kayaknya pelukan aku bukan cuma buat kamu, tapi buat dia juga. Anteng banget kan.”

Suara Sekyung terdengar diucap pelan, menatap Yiheon yang daritadi menunduk menaruh seluruh perhatiannya pada si kucing.

“Kalau sama dia gapapa deh aku bagi-bagi.” katanya sambil terkekeh, Yiheon akhirnya mengangkat pandangannya hingga balas menatap Sekyung.

Lagi-lagi Sekyung bisa melihat jelas lekukan cantik itu di pipi Yiheon.

Hari ini sudah berapa kali ya sejak mereka pergi dia dikasih pemandangan seperti ini.

“Betah deh aku.”

“Kenapa?”

Kepala Sekyung sedikit mendekat saat akan menjawab membuat Yiheon mengerutkan keningnya.

“Soalnya bisa liat senyum kamu kayak gini terus.”

Yiheon tidak bisa menahan decakannya saat mendengar ucapan Sekyung, ditepuknya cukup lembut lengan seniornya itu sambil memalingkan wajah ke sembarang arah, “Halah apasih geli banget anjir.”

Mana yang katanya mau balas dendam, yang ada malah ia yang kembali dibuat salah tingkah oleh Choi Sekyung!

Sudahlah, lagi pula Yiheon malas mikir sekarang ia hanya mau menikmati malam minggunya saja.

Mereka tidak melanjutkan lagi langkahnya semakin jauh, Sekyung sudah duduk di bangku taman dekat tempat tadi, begitu pun dengan Yiheon yang kembali sudah sibuk bermain dengan kucingnya yang masih dipangku oleh Sekyung.

“Meng, kamu kok gemes banget sih, wangi lagi....”

Yiheon kali ini mengunyel-unyel pipi si abu itu yang sedikit berontak tidak mau sambil kembali mengeluarkan suara meongan sedikit keras.

“Marah kan tuh.”

Sekyung terkekeh melihat Yiheon yang merengut kecil dengan bibir yang mengerucut lucu di depannya, rasanya dia juga mau unyel-unyel pipi Yiheon kalau begini.

“Ini sih malah kamu ikutan jadi gemes.”

“Stop bilang gue gemes!”

Ia berjalan ke belakang Sekyung mencoba melihat muka si ayang yang kini nemplok di bahu lebar seniornya itu dan mengintip ke balakang.

Tangan Yiheon memegang pundak Sekyung sambil kembali bermain-main dan berbicara dengan kucingnya itu. Sekyung hanya membiarkannya, dia tidak keberatan, dia menyukainya bagaimana tawa Yiheon dan celotehannya itu mengisi hening di sekitar mereka.

“Sombong ya kamu nggak mau aku pegang mentang-mentang lagi dipeluk sama abang...”

Suaranya kali ini terdengar merajuk, Sekyung melirik ke belakang bahunya untuk melihat Yiheon yang dari tadi berdiri di belakangnya.

“Kamu mau juga?”

“Apa?”

“Abang peluk.”

Hah?

Kedua netranya mengerjap kaget saat Sekyung tiba-tiba berdiri dan berbalik dengan jarak yang cukup dekat. Menatapnya lurus sambil menarik kedua sudut bibirnya terlihat ramah namun tidak dengan tatapannya yang mengerling jahil, “Mau, Yiheon?”

Lihat, makin menjadi kan tingkahnya? belum sehari malah, baru sejam lalu!

Tolong beritahu caranya agar ia bisa bertahan beberapa jam lagi saat menghadapi Choi Sekyung malam ini.

“Enggak deh, makasih.”

Diambilnya si kucing dari pelukan Sekyung itu dengan cepat, lalu berjalan meninggalkan Sekyung yang tertawa melihat tingkahnya.

“Yah kok kabur sih?”

“Adek udah beres kayaknya. Kita pulang sekarang.” seru Yiheon tanpa menoleh bahkan berjalan dengan langkah cepat.

“Lucu banget sih.” gumam Sekyung tidak bisa menahan di pikirannya. Dengan mudah dia bisa menyusulnya dan menahan lengannya.

“Apalagi, abang?”

Yiheon mau tidak mau harus menatap Sekyung yang kini berdiri di depannya, mereka belum sampai ke tempat parkir mobil, masih berada di taman tepatnya di samping ayunan yang kosong tanpa ada yang memainkan, kemana para bocil yang tadi.

Tidak langsung menjawab, Choi Sekyung menghela napas kecil dengan senyum yang terlihat tulus, “Makasih ya udah ngajakin pergi hari ini.” katanya yang dibalas dengan tatapan tidak mengerti Yiheon, kenapa dia selalu tiba-tiba gini sih.

“Yang tadi di tempat makan, maksudnya nggak gitu, abang cuma mau tahu kalau ternyata kamu sama excited nya pas kita mau pergi sore ini.” lanjut Sekyung.

Sama excited nya? berarti Bang Sekyung juga dong?

Sekyung seperti tahu apa yang dipikirkan Yiheon hingga iya menepuk-nepuk puncak kepalanya yang terhalang kupluk itu.

“Abang juga selalu nggak sabar kalau mau pergi sama kamu kok. Jangankan pergi, mau ketemu makan siang doang juga seneng banget rasanya.”

Belum ada balasan apapun dari Yiheon yang masih mencerna semua ucapannya, Sekyung sudah keburu menarik kembali tangannya. Dimasukan ke dalam saku celananya takut tiba-tiba bertindak kurang ajar seperti mungkin memeluk pemuda di depannya ini yang terlihat kembali mengalihkan tatapannya ke sembarang arah karena malu?

Ada semburat samar yang perlahan menghiasi pipinya itu.

“Walaupun enggak yang gimana-gimana, cuma jalan seadanya. Tapi sudah bisa disebut malam mingguan, kan?”

Yiheon bergumam kecil sambil mengangguk pasti, tangannya masih mengelus bulu halus si kucing yang kemudian mengeong pelan di gendongannya.

Ini lebih dari cukup, walaupun tidak berdua tapi Song Yiheon sudah senang sekali, ia juga jadi semakij yakin kalau baiknya Sekyung memang bukan hanya padanya saja.

“Makasih juga udah mau anter aku.”

“Anytime, Yiheon.”

Sebuah senyuman lebar tersungging di paras Sekyung saat Yiheon kembali menarik tangannya.

“Sekarang kita pulang, orang tua aku keburu dateng duluan ke rumah dan adek kelamaan nunggu nanti dia ngadu yang macem-macem ke Bunda.”

Choi Sekyung kembali meloloskan tawa kecilnya, dia melepas tangan Yiheon yang memegang—sedikit menyeret lengannya, lalu merubahnya menjadi dia yang menggenggam tangan Yiheon dan kembali menautkan jemari mereka sebelum melanjutkan jalan.

Yiheon tidak menolak, ia hanya menatap tangan mereka sekilas sebelum kembali melangkahkan kakinya mengikuti Sekyung.

Genggaman kedua di hari yang sama.

“Apa yang mau diaduin orang kita belum ngapa-ngapain.”

Mulai.

Satu delikan tajam terlihat di wajah Yiheon, menatap galak pada Sekyung yang justru menarik satu sudut bibirnya.

“Apa pun di pikiran aneh lu itu singkirin sekarang, Bang Sekyung atau aku suruh ayang gigit kamu beneran!”

“Udah dibilangin jangan banyak marah-marah. Banyakin senyum nanti orang jadi bisa liat semanis apa kalau kamu senyum apalagi ketawa, Yiheon.”

Yiheon mendengus kecil, kok malah diceramahin sih.

“Gak semua orang perlu tahu tentang aku...” beritahunya sambil melirik Sekyung, menghela napas berat tanpa sadar mengeratkan gengaman tangannya.

Bukan tugasnya membuat semua orang untuk menyukainya, untuk tidak memandangnya dengan tatapan jengah karena mungkin beberapa perilakunya. Yiheon merasa ia tidak perlu berlaku seperti itu bila tidak menginginkannya. Jujur saja ia tidak terlalu perduli juga, tidak mau dibawa pusing.

”...dan gak semua orang juga bisa bikin aku ngerasa nyaman kalau di dekat mereka, bang. Kayak aku kalau lagi sama kamu.”

Mendengar ucapan Song Yiheon, Sekyung praktis menghentikan langkahnya, menatap lekat padanya yang sudah menautkan kedua alis tebalnya.

Apalagi sih? ia salah ngomong lagi? mau diceramahin lagi?

Choi Sekyung tidak mengucapkan apa pun saat dia tiba-tiba mengambil langkah maju dan memeluknya, bukan Yiheon yang memintanya lebih dulu tapi Sekyung sendiri yang merengkuhnya.

Kucing di pelukan Yiheon itu kembali mengeong saat dia berada ditengah-tengah kedua babunya itu.

“Apasih tiba-tiba?”

Sekyung tidak menjawab, dia mengusak belakang kepala Yiheon yang terhalang kupluknya itu, lalu menaruh dagu di atas pundak Yiheon sedikit lebih lama sambil tidak henti mengusap-ngusap punggungnya.

Faktanya, setelah mendengar ucapan Yiheon tadi, dia tidak bisa untuk tidak memeluknya yang sudah sejak tadi coba ditahan.

Karena kali ini jelas Choi Sekyung yang lebih membutuhkan pelukan ini, bukan Yiheon yang seperti biasa.

Walaupun sedikit bingung dengan sikap Sekyung yang tiba-tiba. Yiheon hanya bisa membalas dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya masih memegang kucing, tidak mungkin diturunkan karena ia tidak mau harus ribet kalau nanti dia kabur malam-malam seperti ini.

“Abang...” panggil Yiheon.

“Sebentar aja.” bisik Sekyung dengan suara dalamnya, “Jangan dilepas dulu.”

“Enggak..” Yiheon tersenyum kecil di balik bahu Sekyung, ia menepuk-nepuk pelan punggungnya.

“Cuma mau bilang kalau aku seneng hari ini.” beritahunya sungguh-sungguh.

Seperti diberi perintah, Sekyung mengeratkan pelukannya dan Yiheon tertawa lepas saat terdengar suara kucing yang mengisi suasana hening, sepertinya tidak merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka.

Tawa Yiheon terdengar begitu renyah di pendengaran Sekyung, masih ada bahkan saat dia sudah kembali memberi jarak dan mengusap sekilas kepala si kucing yang mengganggu itu.

Choi Sekyung tersenyum begitu tampan, menangkup kedua pipi Yiheon yang masih memasang wajah senangnya itu. Menyalurkan hangat dari telapak tangannya lengkap dengan usapan yang begitu lembut. Kedua netranya seakan tidak bisa melihat hal lai selain Yiheon di depannya.

“Seneng banget nggak?” tanyanya yang jelas membuat Yiheon mengangguk cepat.

“Seneng banget banget banget.” jawabnya dengan semangat serta cengiran yang menampilkan gigi rapinya, kedua bola matanya berbinar indah tampak tidak berbohong.

Dan Sekyung seperti tidak lelah untuk memamerkan senyumnya yang kali ini semakin lebar melihat kejujuran Yiheon itu.

Dia menjawil puncak hidung Yiheon sebelum kembali memeluknya, juga mendaratkan sebuah kecupan ringan di pelipisnya sambil bergumam pelan.

“Sayangku Song Yiheon kenapa gemas sekali...”

Hati Yiheon berdesir saat mendengarnya, bibirnya terlalu kelu untuk sekedar memberi respon atas apa yang didengarnya barusan. Yang bisa dilakukannya hanya meremas kaos belakang Sekyung sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah di bahu pemuda itu.

Kali ini, Yiheon tidak akan protes disebut gemas oleh Sekyung.

“Ekhem..... kakak..”

Suara Woojin tiba-tiba terdengar tanpa terlihat datang dari mana membuat keduanya buru-buru melepaskan pelukan, lebih tepatnya Yiheon karena kalau Sekyung tampak santai masih menaruh tangan di punggung Yiheon.

Yiheon menatap Woojin yang memamerkan senyum lebarnya sambil menenteng satu kantong makanan. Dia berjalan mendekat pada kakaknya juga Sekyung yang tersenyum lembut padanya.

“Sudah jajannya, dek?”

“Udah, bang. Aku tadi ke mobil tapi dikunci, ternyata lagi pada di sini.” dia melirik kakaknya yang tampak memasang senyum tipis dengan tatapan yang artinya adek gak liat apa-apa, kan?

Bila harus dikatakan, dia sudah selesai dari tadi dan berdiri tidak jauh dari mereka, remaja kelas sepulug itu memilih menunggu saat kakaknya telihat tertawa lepas dengan Sekyung, dia tidak mau mengganggu.

“Tenang aja.” balas Woojin membuat gestur kunci di bibirnya, “Aman kak.”

“Pulang sekarang, yuk?”

“Iya. Ehm.. kalau kalian mau lanjut lagi di rumah juga boleh.” jawab Woojin sambil terkikik lucu sedikit meledek kakaknya yang jelas memerah membuat Yiheon mendengus kecil dan Sekyung hanya tersenyum tanpa berkomentar.

“Udah deh buruan keburu Ayah sama Bunda pulang! Nanti abang nya malah ditanyain macem-macem lagi kalau telat.” Yiheon berjalan lebih dulu diikuti oleh sang adik juga Sekyung.

“Gapapa, perginya tadi gak izin langsung kan. Minimal pulangnya harus bilang juga, aku udah bawa anak-anaknya pergi jalan.”

Woojin melirik Sekyung yang berjalan di sampingnya, dia tampak menatap terus punggung kakaknya di depan dengan sebuah senyum lembut.

Hal itu berhasil menampilkan senyum tipis di wajah Woojin, dia tahu kalau ternyata Choi Sekyung yang selalu ke rumahnya itu benar-benar bisa membuat kakaknya terlihat bahagia.

Dia juga tahu Sekyung yang selalu mengobati kakanya kalau pulang dalam keadaan habis berulah. Dia juga tahu selama jalan tadi bagaimana Sekyung selalu bersikap penuh perhatian.

“Bang Sekyung kalau butuh info tanya aku aja nanti aku kasih tau biar pdkt nya sama kakak lancar.”

Sekyung menoleh pada Woojin yang memamerkan cengiran lebarnya, di tepuk-tepuknya pundak anak SMA itu oleh Sekyung tanpa menghilangkan senyumnya.

“Makasih, adek. Menurut kamu gapapa kalau Bang Sekyung makin sering deketin kakak?”

“Gapapa dong. Soalnya kakak sendiri yang bilang kalau Bang Sekyung udah baik banget sama kakak.”

“Masa sih?” tanya Sekyung dengan senyum yang justru terlihat percaya diri, dia melirik Yiheon yang sibuk dengan kucingnya.

Woojin mengangguk tanpa ragu, tangannya membenarkan kacamata bulatnya yang sedikit melorot.

“Ayah sama Bunda juga gapapa kok, mungkin Bang Sekyung udah bisa ngerasain sendiri gimana sikap mereka.” jelas Woojin, dia tahu betul bagaimana orang tuanya selalu bersikap baik pada teman-teman anak mereka, tapi Sekyung jelas punya nilai lebih dalam mengambil hati Ayah dan Bunda dengan caranya sendiri.

Dia menatap Sekyung yang terlihat menampilkan raut wajah keget, sedikit tidak menyangka tentang apa yang diucapkan oleh Woojin, tiba-tiba banget anak itu memberitahunya hal seperti ini.

Sekyung bukannya tidak tahu, dia hanya mencoba untuk tidak berpikir terlalu jauh. Karena dengan sudah selalu diterimanya dia oleh sebuah senyum hangat dari Bunda juga tatapan ramah dari Ayah Yiheon itu sudah lebih dari cukup untuknya.

Namun, jauh di dalam hatinya Sekyung tidak bisa berbohong kalau dia merasa teramat lega sekarang.

“Makasih ya, udah ngasih percaya begitu banyak.”

Keduanya menoleh saat Yiheon yang sudah berdiri di samping mobil putih Sekyung itu memanggil dan menatap dengan mata memincing penasaran.

“Ngomongin apasih serius banget kalian?”

Sekyung melirik Woojin dan keduanya kompak mengangkat bahu sambil saling melemparkan senyum kecil membuat Yiheon menaikan satu alisnya. Aneh banget.

“Kakak gak diajak.” jawab Woojin singkat.

“Parah banget sih, cimol. Awas kakak jitak kamu nanti.”

“Bang Sekyung tuh.....”

Woojin kembali mengadu membuat Yiheon mencibir melihat adiknya itu sudah berdiri di belakang Sekyung dan memasang wajah menang padanya, merasa bangga dia punya tameng yang tidak mungkin Yiheon akan berani.

Ditatapnya Choi Sekyung yang menarik satu sudut bibirnya sebelum kembali menengahi mereka, “Kamu jangan gangguin adek, oke? dia aset penting buat kita.”

Yiheon mengernyit semakin tidak mengerti, apalagi saat Sekyung kali ini merangkul adiknya dan melakukan high five dengan bocah itu yang tampak senang.

Ini yang kakaknya siapa sih, gue atau Choi Sekyung?