sekyung x yiheon au

Song Yiheon akhirnya memutuskan untuk keluar kamar sambil berpusing-pusing mikir bagaimana cara menghadapi Sekyung dan menyiapkan mental takut seniornya itu beneran kesal akibat ucapan asalnya tadi. Belum lagi ucapan kedua temannya yang jelas-jelas ikut merutuki kebodohannya hari ini membuat ia semakin bingung, iya tahu salah kok gak usah diperjelas juga.

Gimana coba biar mood Bang Sekyung bagus lagi. Gue gak bisa mikir.

Apa gue pura-pura gak nyadar kalau dia kesel. Bodo amat pasang wajah tanpa dosa.

Atau ribut aja lah kita biar cepet.

Yaelah puyeng banget tinggal minta maaf doang juga beres! batinnya sibuk merutuk sambil mengetuk-ngetuk kepalanya menggunakan kepalan tangan.

Di tengah ruangan itu Choi Sekyung terlihat sedang sibuk dengan bungkusan makanan, berdiri membelakanginya menghadap ke meja kayu setinggi hampir satu meter.

Yiheon harus menghembuskan napas berkali-kali karena ia mendadak gugup. Belum lagi teringat perlakuan Sekyung tadi saat ia tertidur. Makin lengkap sudah rasa lemasnya kali ini.

“Bang Sekyung....”

Panggilnya pelan begitu ia sampai di samping kiri Sekyung. Berdiri dengan jarak satu langkah besar, nggak mau deket-deket takut makin gugup kasihan jantungnya.

Yiheon mendesah kecil saat yang dipanggil itu tidak menjawab seperti biasa, Sekyung hanya berdehem kecil bahkan tanpa meliriknya.

Ini kesel doang kan? bukan sampai marah?

Yiheon yang terbiasa mendapatkan perlakuan hangat dari Sekyung tentu tidak suka.

Ditariknya ujung kaos hitam milik Sekyung itu guna meminta atensi yang lebih dewasa.

“Abang, gue minta maaf...”

Ucapannya itu membuat Sekyung menghentikan kegiatannya hanya lima detik sebelum dia kembali mengeluarkan satu bungkus biskuit kesukaan Yiheon yang tadi sempat dia beli itu dari dalam kantong kresek, “Buat apa?” tanyanya dengan kening berkerut.

“Udah ngira lu setan.”

Sumpah! Yiheon kali ini memang harus menepuk mulutnya sendiri, bisa-bisanya berkata asbun seperti tadi. Berpikir Sekyung yang senyata—dan tampan itu adalah makhluk jadi-jadian. Emang agak bego tapi mau gimana lagi, udah kejadian.

“Oh, ok.”

Udah? Gitu doang responnya?

Yang bener saja!

Bahkan Choi Sekyung itu tidak menatapnya sama sekali.

Yiheon menatap sebal kantong kresek beserta isinya—walaupun itu kebanyakan makanan kesukaannya karena mereka lebih diperhatikan oleh Sekyung daripada dirinya.

Ingin rasanya mengumpat tapi otaknya sekarang masih bekerja dengan baik untuk mengerem kata-kata yang akan ia keluarkan. Jangan sampai bikin masalah baru lagi, Yiheon.

Berpikir bagaimana agar Choi Sekyung itu kembali seperti semula.

Sekyung yang lembut, yang ramah, yang selalu tersenyum, yang perhatian, yang baik, yang good mood, dan yang tidak pernah mengabaikannya seperti ini.

Mau Bang Sekyung yang selalu Yiheon sukai karena jujur saja ia tidak kenal dengan Sekyung yang seperti ini.

Yiheon mengigit bibir bawahnya dengan gusar, masih belum melepaskan tangannya dari ujung kaos milik Sekyung itu, menghela napas panjang seperti sudah berlari bermeter-meter, sibuk dengan pikirannya sendiri.

Choi Sekyung yang jelas menyadarinya hanya menggelengkan kepala. Biarin aja dulu, ingin tahu apa lagi yang mau dikatakan Yiheon. Dia sejujurnya cukup kaget saat Yiheon meminta maaf toh dia tidak marah sama sekali apalagi karena alasan yang menurutnya tidak terlalu penting.

“Abang...”

Sekyung kembali berdehem, menahan gemas saat Yiheon menarik-narik ujung kaosnya. Kayak bocil minta jajan.

Tidak tega, Sekyung akhirnya menatap Yiheon yang kali ini memasang wajah cemberut, “Apalagi, Yiheon?” tanyanya dengan kedua alis terangkat penasaran menunggu Yiheon yang hanya menatapnya hingga beberapa detik.

“Jangan kayak gini... gue gak suka.”

Yiheon akhirnya menjawab pelan, berkata dengan sejujurnya yang justru membuat kening Sekyung mengerut dalam tidak paham.

“Kayak gini gimana, hmm?”

Kedua netra Yiheon menatap Sekyung dengan memohon, perduli setan dengan istilah gengsi, karena sekarang ia benar-benar tahu bagaimana rasanya dihadapkan dengan sikap asing Sekyung yang ternyata sangat tidak disukainya.

Pertanyaan Sekyung membuat Yiheon mengulum senyum yang justru terlihat sedih, “Bang Sekyung kayak nggak mau liat gue dan nggak perduli.” jelasnya.

Yiheon mungkin terheran karena Sekyung tidak pernah marah bahkan saat ia muncul dengan berbagai luka di wajahnya. Namun, saat sekarang ia melihat sedikit saja sikap tak acuh Sekyung padanya, itu sangat membuatnya terganggu.

Entah mengapa hal tersebut membuatnya merasa sesak.

Dan Yiheon diam-diam harus bersyukur dengan tidak pernah melihat marahnya Choi Sekyung selama ini karena ia tidak akan bisa membayangkan kalau suatu saat nanti hal itu benar-benar terjadi.

“Maaf kalau gue tadi udah menyinggung Bang Sekyung.” ucapnya tulus.

Oke, ini mungkin masalah sepele bagi sebagian orang, namun Yiheon tidak mau berlarut-larut. Ia tidak mau hal kecil ini malah membuatnya frustasi sendiri terlebih jika itu menyangkut Choi Sekyung, orang yang disukainya.

Dihadapkan dengan Song Yiheon yang seperti ini membuat Sekyung tidak bisa menahan senyumnya, kalau yang minta maafnya begini mana bisa dia diemin lama-lama.

Sepertinya pemuda di depannya ini sudah mikir kemana-mana, bahkan Sekyung tertegun dengan apa yang dia dengar dari mulut Yiheon juga lengkap dengan tatapannya yang mungkin pertama kali ia perlihatkan padanya.

Tidak mau membuatnya lebih khawatir, Sekyung membuka kedua lengannya membuat Yiheon menatap tidak percaya, namun di hitungan detik ke enam pemuda itu memajukan tubuhnya.

Yiheon memeluk Sekyung yang tertawa kecil.

“Iya, dimaafin. Jangan sedih gitu deh gak cocok sama kamu.”

Kedua tangan Yiheon memeluk pundak Sekyung, menaruh dagunya di perpotongan leher sang senior sambil bersandar dengan nyaman.

Memejamkan matanya.

Merasakan usapan serta tepukan lembut Sekyung di punggung dan di belakang kepalanya.

Menghirup napas dalam dengan wangi Sekyung yang memenuhinya.

Kenapa sebuah pelukan dari Sekyung bisa begitu menenangkan, kemana gusar yang sedari tadi mengusiknya.

Yiheon tidak mau ambil pusing, sekarang ia bisa mengehela napas dengan lega karena Bang Sekyung nya yang sudah kembali sejak dia tersenyum menatapanya, sejak dia membuka kedua lengannya, sejak dia tertawa, dan sejak dia bisa memberinya nyaman yang menenangkan.

Ditariknya kedua sudut bibirnya itu tanpa ragu.

Yiheon merasa senang, entah tentang upayanya dalam mengembalikan mood Sekyung atau tentang dirinya sendiri yang berharap momen ini tidak cepat berlalu.

Tanpa sadar, tidak. Dengan sadar ia mengeratkan pelukannya, “Makasih udah selalu baik sama aku, Bang Sekyung.” ucapnya pelan nyaris seperti bisikan.

“Gak ada yang gak perduli sama kamu, Yiheon.” jelas Sekyung, dia kembali menepuk-nepuk pelan punggung tegap pemuda di pelukannya itu mencoba menenangkan sebisanya, “Jangan suka mikir aneh-aneh.” lanjutnya membuat Yiheon menggumam pelan di balik bahuya.

“Mau Bang Sekyung yang kayak biasa aja.”

Sekyung kembali melepaskan tawa kecil yang terdengar renyah di pendengaran Yiheon.

Dia yang lebih dulu melepaskan pelukan mereka, kedua irisnya menatap Yiheon yang mengulas senyum tipis.

“Kok kamu bisa soft banget gini sih.” komentarnya membuat Yiheon memutar bola matanya sambil mendengus kecil, “Udah ah gue laper. Mau makan.” katanya mengalihkan pembicaraan.

Malu. Mukanya merah. Jantungnya udah gak usah ditanya lagi.

Namun, Choi Sekyung itu bukannya melepaskan, dia malah menangkup pipi kanan Yiheon yang tadi tidak sempat dia pegang saat anaknya tertidur.

Ajaib, tidak ada protesan apapun dari Yiheon, ia hanya membiarkannya sambil menatap Sekyung yang terlihat senang.

Jauh lebih baik seperti ini, Yiheon membatin berulang kali, rasanya ia tidak akan mau lagi kalau harus berhadapan dengan Choi Sekyung yang dingin seperti tadi.

“Senyum dong biar keliatan.” pintanya yang membuat Yiheon kembali mendengus kecil, paham sekali apa yang diinginkan Choi Sekyung itu.

“Apasi anjir aneh, Bang Sekyung obses banget sama lesung pipi gue, ya?”

“Dibilangin, gue suka liatnya, Yiheon.”

Udahan bisa gak sih. Jantung gue nih kasian!

Saat dirasa puas mengerjai yang lebih muda itu. Sekyung langsung menarik lengan Yiheon agar duduk di sampingnya, lalu diberikannya satu slice pizza padanya yang tampak tidak sabar. Kasian udah lapar.

“Makan yang banyak, ya.”

Yiheon hanya mengangguk patuh lalu sibuk menyuap dengan lahap lengkap dengan Milkshake coklat sebagai pengganti kopi yang dibelikan Sekyung untuknya.

Sungguh kontras apa yang terjadi beberapa waktu kemudian saat yang satu sibuk makan, yang satunya lagi sibuk memangku dagu dengan lengan kanan yang bertumpu pada atas meja, memperhatikan Yiheon yang mulai menyuap slice kedua. Senyumnya seakan tidak ada capek untuk ditampilkan, dia suka melihat Yiheon makan, lucu mirip tupai lagi makan dengan mulut penuhnya.

“Mau?”

Tawar Yiheon merasa salah tingkah diperhatikan sebegitunya sedangkan Sekyung sendiri tidak makan.

Tentu saja tawarannya itu jelas tidak akan disia-siakan membuat Sekyung membuka mulutnya kecil ketika Yiheon mengulurkan tangan untuk menyuapinya pizza yang sedang ia pegang.

“Ih dikit banget jir, makan yang banyak, Bang Sekyung. Biar kuat.” protesnya menatap Sekyung yang sedang mengunyah.

“Suapin.”

“Ribet banget asli.”

Setelah mereka selesai menghabiskan satu box pizza dan tentu saja menyisakan satu box lagi yang utuh untuk Namra dan Lomon.

Keduanya juga memutuskan untuk menonton film—walaupun tidak sampai selesai yang Yiheon pilih secara random.

Jadinya malah kenyang dan ngantuk.

“Sini...”

Yang lebih dewasa itu menggeser duduknya ketika Yiheon menguap, memberi isyarat lewat matanya dan Yiheon yang langsung mengerti lantas beringsut mendekat padanya tanpa banyak bicara.

Mereka hanya menghabiskan waktu duduk malas-malasan di atas sofa di ruang tengah, sesekali ngobrol ngalor-ngidul lalu tertawa, bercanda satu sama lain hingga capek dan diam lagi hanya diisi oleh suara dari televisi serta ombak yang terdengar samar dari luar.

Lengkap dengan Yiheon yang sudah menaruh kepalanya di pundak Sekyung yang sedang duduk memeluk bantal.

Lagi-lagi tentang nyaman dan tenang.

Yiheon bahkan beberapa kali kedapatan melirik Sekyung yang sedang menonton lewat sudut matanya dan secara sadar ia akan tersenyum walaupun adegan film yang mereka tonton jelas-jelas scene sedih mengandung bawang.

Tanpa tahu kalau Choi Sekyung dengan jelas mengetahui tingkahnya itu, ada-ada saja. Dia memilih membiarkannya, sedikit mengatur duduknya kembali agar Yiheon yang bahkan sudah menaikan kedua kakinya ke atas sofa merasa nyaman.

“Yiheon..” panggilnya lembut.

“Iya?”

“Makasih udah mau diajakin kesini.”

Sekyung menarik satu sudut bibirnya saat Yiheon berguman pelan ketika dia balas menyandarkan kepalanya pada Yiheon.

Sungguh itu adalah pemandangan yang jelas mengundang tatapan curiga dari Lomon juga Namra yang baru pulang.

Bahkan keduanya tidak repot-repot untuk mengubah posisi.

Sekyung hanya berucap memberi tahu kalau ada makanan untuk mereka berdua di atas meja dan Song Yiheon, si tukang ribut itu hanya diam seperti anak manis sambil gelendotan di lengan Sekyung. Ia melirik Lomon yang mengerutkan kening dan Namra yang kemudian tersenyum cerah melihatnya sambil mendorong punggung pacarnya itu untuk menjauh.

“Sumpah kayaknya itu bocah kerasukan deh, yang.” ucap Lomon pada Namra yang jelas bisa mereka dengar.

Memberikan dua reaksi berbeda dari Yiheon yang mengumpat kecil dan Sekyung yang hanya tertawa pelan.

“Bacot banget sih.”

“Sttt.. udah biarin aja, jangan didengerin.”