sekyung x yiheon au

Kata Bunda, Choi Sekyung ini punya cara sendiri untuk mendekatinya.

Lewat jalur belakang.

Jadi, mari kita bahas satu persatu.

Dia memang mendekati Yiheon, tapi dia tidak melupakan peran kedua sahabat baiknya itu. Sekyung selalu bersikap baik kepada Sungchan juga Asakara yang kerap kali bersamanya.

Karena Sekyung hanya mengenal dekat dirinya, tidak membuat Sekyung serta merta bersikap tak acuh pada mereka. Yiheon tahu bagaimana dia selalu mencoba ikut mengakrabkan diri kalau dia bertemu kedua sahabatnya.

Dengan Sungchan jelas mereka sering bertemu karena masih satu fakultas, dengan Asa pun Sekyung cukup sering datang ke kosannya untuk menjemput Yiheon, oh juga saat dia perlu mengurusi Yiheon tempo hari saat mengobati lukanya.

Setidaknya Yiheon harap, kedua temannya itu tahu kalau Choi Sekyung adalah orang baik yang pernah ia kenal.

Lalu, Yiheon harus mundur hingga mungkin empat bulan ke belakang kalau mau mengingat bagaimana Choi Sekyung itu mengenal kedua orang tuanya.

Bunda itu ramah juga baik, banyak senyum dengan lesung pipi sama seperti dirinya. Orangnya welcome sekali kalau kata Yiheon, bisa ditanya kepada teman-temannya yang pernah ke rumah, katakanlah Sungchan yang sejak SMA seringkali main karena rumah mereka pun hanya berbeda komplek saja.

Dan Choi Sekyung dengan sikap lembutnya yang sopan, yang baik, yang terbiasa berbicara dengan intonasi tenang akan dengan mudah mengambil hatinya.

Maklum, anak bunda semuanya suka ribut dan berisik apalagi kalau sudah disatukan berdua pasti ramai.

Sepertinya, setiap Sekyung meminta izin saat menjemputnya, Bunda akan dengan mudah memberinya percaya. Kalau sama Sekyung tidak apa-apa. Hingga sekarang, Choi Sekyung itu entah sudah berapa kali masuk ke dalam rumahnya walaupun hanya sekedar untuk makan kue buatan Bunda bahkan dengan sengaja diberi untuk dibawanya pulang.

Begitu pun dengan Ayah. Yiheon tahu Ayah tidak seramah Bunda terhadap orang baru, jelas saja perlu waktu hingga akhirnya di suatu sore hari saat mengantarnya pulang Ayah mengajaknya duduk di teras rumah hanya untuk menemaninya main catur sambil minum kopi. Hari itu Sekyung terlihat tidak sungkan untuk berbaur sama sekali dengan sepasang Ayah dan anak itu selayaknya mereka sudah saling mengenal lama.

Yiheon tahu Sekyung tidak pernah ragu saat meminta izin untuk menjemputnya walaupun tahu ada Ayah karena berbeda dengan Bunda yang sudah jelas seperti memberinya lampu hijau lebih dulu.

Tetapi, kata Ayah, dia kalau izin serius banget, dan Yiheon sepertinya tahu kalau Sekyung tahu bagaimana sikap Ayahnya karena kalau asal sudah jelas tidak akan digubris.

Juga, saat akan liburan beberapa minggu lalu, Yiheon bisa melihat Sekyung yang sudah berkata, “Beres, sudah dapat izin buat kita pergi.” katanya sambil tersenyum lebar padanya yang saat itu kesal karena rencana dadakannya, kan terbukti dia itu sudah bisa ngambil hati orang tuanya.

Satu orang lagi dalam rencana jalur belakang Choi Sekyung adalah bocah kelas sepuluh yang minggu depan akan ulang tahun.

Yiheon tahu betul adiknya itu sedikit lebih pendiam daripada dirinya yang bisa mengoceh panjang lebar, di beberapa kesempatan Woojin bahkan akan terlihat cuek sekali pada orang lain.

Sekyung selalu bertanya lebih dulu bila bertemu dengannya di rumah. Tanpa segan akan menyapanya, mendekatinya yang selalu terlihat membawa kucing mereka, atau berbicara tentang mainan lego yang Woojin punya.

Lalu, di pertemuan-pertemuan mereka berikutnya, adiknya itu sudah tampak bercakap tanpa canggung, sampai sekarang Sekyung bahkan tahu betul bagaimana si bungsu itu sering merajuk dan bersikap manja bila di rumah.

Rasanya begitu panjang yang sudah dilakukan Choi Sekyung hanya untuk mendekati dirinya. Dia bahkan mencoba mengenal Yiheon dari orang-orang terdekatnya.

Mendekat tanpa terburu-buru, tanpa memaksa, dibiarkan mengalir begitu saja namun usahanya terlihat pasti.

Hasilnya sekarang, bagaimana semua orang di sekitarnya mengenal sosok Sekyung itu terasa begitu menyenangkan bagi Yiheon.

Mereka harus tahu kalau Choi Sekyung begitu baik padanya.

Seperti hari ini yang sudah dilewatinya.

Hari ini Choi Sekyung itu baik sekali, mau berepot-repot untuk datang ke rumahnya, mau berepot-repot mengantarnya pergi malam-malam, mau berepot-repot pulang telat karena harus bicara dulu dengannya.

Tidak ada hari esok lagi seperti yang dia rencanakan, di dekapannya saat ini tubuh Yiheon sedikit membeku dan terpaku seperti meragukan telinganya sendiri, seperti apa yang barusan ia dengar tidak nyata dan menyangka kalau itu hanyalah suara dari pikirannya sendiri.

Sayangku, hari ini baiknya kita langsung pacaran saja gak sih. Soalnya abang tahu kamu nggak sabaran.

Choi Sekyung sedikit terkekeh saat tidak mendapati respon apapun dari Yiheon, “Yiheon, kamu dengar abang nggak?” tanyanya sambil melepaskan pelukannya.

Dia memegang kedua pundaknya, menatap Yiheon yang memasang wajah kaget sekaligus bingung sendiri seakan berkata ini seriusan nggak sih abang? Kamu ngajakin aku pacaran sekarang?

“Mending kita masuk dulu deh, ngobrol di dalam.”

Dirangkulnya pundak Yiheon yang belum mengeluarkan suara itu untuk masuk melewati gerbang berwarna putih yang ada di depan mereka, berjalan di halaman rumahnya yang cukup banyak terdapat pot-pot bunga hias milik Bunda yang terawat rapi lalu hingga akhirnya mereka sampai di teras rumah dengan pintu yang tertutup.

Sekyung mengambil barang-barang yang ada di tangan Yiheon lalu ditaruh di atas kursi yang ada di sana. Dia berdiri hanya dengan jarak satu langkah kecil di depan Yiheon yang sibuk menatapnya dari tadi.

Di netranya sekarang, ia tidak bisa bohong kalau sedang berbinar penuh harap namun juga terselip ragu di sana. Menatap Sekyung yang kali ini sudah kembali menampilkan senyum meyakinkannya dengan anggukan kecil kalau apa yang ia dengar adalah betul, kalau apa yang ia dengar adalah apa yang sesungguhnya Sekyung mau untuk mereka.

“Tentang abang sama kamu, tentang kita baiknya diperjelas saja sekarang, ya.”

Maka, ada satu pertanyaan yang sejak tadi ingin diucap oleh Yiheon, namun terlalu takut bila ia dianggap menuntut karena sejujurnya dengan Sekyung, Yiheon tidak pernah merasa kurang apa pun.

Akhirnya ia bawa sekarang, ditanyakan secara langsung kepada Sekyung, tidak mau ditunda lagi karena Sekyung sendiri yang memulai semuanya barusan.

Tentang kita.

“Abang.... memang kita ini apa?” tanya Yiheon pelan.

Choi Sekyung melebarkan senyumnya, menyentuh anak rambut Yiheon yang menutupi pelipisnya, tempat tadi dia mendaratkan sebuah kecupan di sana.

Kemudian tatapannya bergulir, menatap Yiheon dengan begitu lembut, dengan penuh sayang, dengan tatapan kagum untuk yang paling dicintainya.

Juga secara perlahan dipegang kedua tangannya dan ibu jari Sekyung mengusap pelan di sana, menyalurkan hangat membuat tenang di punggung tangan yang terasa dingin entah karena udara malam atau karena terlalu gugup.

Ditanyanya ia pakai nada serius namun tidak menakuti, karena Sekyung tahu Yiheon tidak suka, karena Sekyung tahu Yiheon sudah terbiasa dengan nada penuh sayang yang selalu dia berikan.

“Yiheon, maunya apa, hmm? Kalau abang sekarang mau kita punya status yang jelas dan mau menjalin hubungan lebih serius sama kamu. Kamu nya mau?”

Tentu saja. Yiheon tidak akan menolak kalau hubungan tanpa status mereka yang sudah berjalan itu menjadi semakin jelas.

“Yiheon... jadi pacar abang, mau ya?”

Sekyung bertanya pelan, senyumnya begitu tulus, meminta hal yang sudah lama sekali dia pikirkan tentang Yiheon, “Soalnya abang mau banget kalau jadi pacarnya, Yiheon.”

Demi Tuhan, Song Yiheon saat ini tersenyum lebar begitu manis, memperlihatkan lesung pipinya untuk Sekyung yang menunggu dengan debar yang cukup menggila.

Akhirnya saat Yiheon menyambut uluran tangannya datang juga, saat mereka sudah sama-sama bisa berjalan bersisian. Saat mereka tidak lagi harus menunggu satu sama lain tanpa kejelasan.

Ia mengangguk cepat, seperti ini adalah mimpi yang entah sejak kapan mampir di pikirannya. Genggaman di tangannya oleh Sekyung sedikit mengerat membuat ia semakin yakin karena tidak ada alasan untuknya berkata tidak.

“Mau, aku juga mau jadi pacarnya abang!”

Song Yiheon berkata sungguh-sungguh, sorot matanya terlihat semakin berbinar menatap Sekyung yang kemudian mengangguk pelan, memberinya tawa yang terdengar amat dalam melihat jawaban semangatnya itu.

Maka, Sekyung membawa lagi Yiheon pada sebuah pelukan hangat dan mengeratkannya membuat Yiheon mendusel padanya tanpa ragu, mengikis jarak yang bahkan dari tadi pun sudah cukup tipis diantara mereka.

“Terimakasih banyak, Yiheon...” bisiknya begitu lirih membuat Yiheon semakin mengeratkan pelukannya, untung tas belajaan sama bunganya sudah Sekyung simpankan dulu jadi ia bisa membalas sepuasnya pelukan Sekyung itu.

“Sama-sama...” jawabnya pelan, merasakan begitu penuh hatinya sama senang yang membuncah, sama rasa hangat yang bisa ia dapat dari pelukan penuh sayang dari Sekyung saat ini.

Senyumnya berkali-kali lebih membahagiakan saat mengingat kalau pemuda yang sedang memeluknya ini sekarang bisa disebut miliknya, Choi Sekyung nya, pacarnya Yiheon. Utuh. Jelas.

Dengan Sekyung, ia tidak akan kurang apa pun. Baiknya, perhatiannya, sayangnya, semuanya seperti dia beri banyak-banyak untuk Yiheon nya seorang.

“Aku sayang banget sama abang. Sayangggggg banget sama pacarku!”

Sekyung tidak bisa menahan tawa kecilnya, lucu banget sudah bisa manggil pacar.

“Betul, sekarang Yiheon pacarnya Bang Sekyung, ya.” jelas Sekyung yang membuat wajah Yiheon semakin memerah di pelukannya, “Pacarku sayang, Song Yiheon.” gumamnya yang dibalas pelukan erat serta erangan penuh senang dari bibir Yiheon.

Hari ini, tidak ada lagi hubungan tanpa status yang nggak jelas di antara mereka.

Aku udah jadi pacarnya abang.

Yiheon menjauhkan tubuhnya sedikit tanpa melepaskan tanganya yang memeluk pinggang Sekyung, ia kembali menatap kedua mata Sekyung, menatap setiap inchi wajah kekasihnya itu dengan cukup lama lalu sedikit berkaca-kaca, “Mau nangis dikit...” ujarnya dengan bibir yang mencebik ke bawah membuat Sekyung sedikit panik sambil mengusap pipinya, “Kenapa, nangis? Harusnya senang dong, sayang.”

Yiheon menggigit bibirnya, mengalihkan pandangannya dari Sekyung untuk menatap ke atas, menahan sesuatu yang mendesak keluar di sudut matanya yang sudah menghangat.

“Aku kelewat seneng aja sampai aku gabisa ngomong...” gumamnya serak, “Aku cuma bisa mikir... oh ternyata aku bisa sampai juga yah di titik ini sama kamu. Makasih banyak.” lanjutnya.

Sekyung mengusap pelan sudut mata kanan Yiheon yang sedikit basah itu, ada senyum menenangkan di wajahnya menatap Yiheon yang seperti ini. Hatinya gampang luluh juga, gampang tersentuh walaupun perangainya sedikit galak.

“Dari awal kalau kamu tahu, abang sudah nunggu hari ini. Abang sudah nunggu saat akhirnya abang bisa dengan bangga bilang kalau Yiheon itu pacarku, kalau Yiheon itu milikku, kalau Yiheon yang aku cintai itu juga akhirnya tahu perasaanku. Abang sayang banget sama kamu, Yiheon.”

Digenggamnya tangan Sekyung yang masih berada di pipinya itu, detik ini Yiheon semakin tahu kalau ia ternyata begitu disayang, begitu dicintai oleh seorang Choi Sekyung yang berada di depannya, yang sudah berstatus kekasihnya.

“Abang minta maaf ya, kalau kita harus sedikit lama sampai ke hari ini. Melihat kamu sesenang ini bikin abang ngerasa bersalah kenapa gak lebih awal saja kita bicara.”

Namun, Yiheon menggeleng dengan cepat ketika mendengarnya, ia mengeratkan tangannya yang memegang tangan Sekyung yang masih berada di pipinya.

“Abang... sama kamu aku gak pernah ngerasa kurang apa pun selama ini.” ujarnya meyakinkan.

“Sayangnya kamu, baiknya kamu, perhatiannya kamu sama aku udah banyak banget. Jadi jangan ngomong gitu ya? Aku punya kamu selama ini udah bersyukur banget, udah seneng. Cuma, sekarang makin tambah banyak aja porsi senengnya. Kalau lagi sama kamu aku pasti dibikin bahagia terus.”

Sekyung mungkin sebelumnya tidak akan pernah menyangka kalau ucapan panjang lebar tersebut bisa keluar dari bibir Yiheon yang berbicara dengan lembut padanya, dengan nada penuh perhatian mencoba menghiburnya, dengan tatapan penuh sayang yang coba ia sampaikan padanya.

“Makasih, Yiheon sayang.” bisik Sekyung pada akhirnya.

Mau peluk sepuasnya.

Yiheon tidak tahu berapa kali Sekyung mengucap sayang padanya, yang pasti banyak sekali, dieratkannya lagi pelukannya, disembunyikan wajahnya di ceruk leher Sekyung yang wanginya sangat menenangkan, wangi Sekyung yang paling disukainya.

Suara tawa kecil dari bibirnya terdengar saat Choi Sekyung itu sedikit menggerakan badannya hingga pelukannya mengayun pelan ke kanan juga ke kiri. Membawa Yiheon dalam rima yang begitu menyenangkan sambil dipeluk erat pinggangnya, sambil ia harus berjinjit untuk mendekap sempura keseluruhan Choi Sekyung nya.

“Abang...” panggilnya, Sekyung menggumam pelan dengan wajah yang terkubur di pundak Yiheon, wangi manis Song Yiheon itu membuat dia betah berlama-lama sambil memejamkan matanya, karena yang dapat nyaman juga tenang bukan hanya Yiheon, namun juga dirinya.

Suasana rumah Yiheon yang sudah sepi itu membuat mereka betah di sana. Masih berpelukan, masih di depan teras walaupun gerbangnya masih terbuka lebar, lagipula mereka tidak akan perduli karena tidak ada yang akan melihat.

“Abang Sekyung...” panggilnya lagi.

“Apa, sayangku.., cintaku..., kekasihku.., Yiheonku...” bisik Sekyung dengan suara teredam, namun Yiheon bisa dibuat merinding mendengarnya.

Yiheon mengusap punggung Sekyung begitu lembut, menyalurkan rasa yang mungkin ia tahu belum sebesar Sekyung untuknya namun ia akan selalu mencoba, sebanyak apa pun yang Sekyung beri maka akan ia beri juga untuk Sekyung.

Ia kemudian memberi jarak dan membuat Sekyung harus rela membuka matanya serta ikut memberi jarak lagi walau sedikit, walaupun Yiheon masih bisa merasakan deru napas mereka yang teramat dekat dengan kening yang nyaris bersentuhan.

“Makasih banyak abang, sayangku.” ucapnya tiba-tiba, satu tangan Yiheon terangkat untuk menyentuh sisi wajah Choi Sekyung, “Tahu nggak, aku suka, naksir, cinta, kagum, apapun itu sebutannya semua aku kasih buat kamu.” tambahnya nyaris berbisik.

Keberaniannya datang cukup lama untuk akhirnya bisa melakukan hal sederhana ini, ibu jarinya mengusap lembut pipi Sekyung yang dari dulu membuatnya penasaran, menyentuh tulang hidungya yang begitu tinggi dan indah, juga kelopak matanya serta alis yang terkadang naik turun saat memberikan tatapan jahil.

“Ganteng banget ya pacar aku.” gumamnya membuat Sekyung tidak bisa menahan kekehan kecil, haduh ada-ada saja si tukan ribut ini.

Tetapi, Sekyung memilih membiarkan rasa penasaran Yiheon menguasainya, membiarkan Yiheon berbuat sesukanya pada dirinya.

Tugasnya hanya diam, mengulas senyum tampan di wajahnya untuk memanjakan kedua mata Yiheon.

Asal Yiheon senang, asal Yiheon bahagia, asal dia bisa melihat tawanya yang telah menjadi candu baginya lengkap dengan lesung pipi dalam yang begitu cantik sudah lebih dari cukup untuknya.

Yiheon meneguk ludahnya sendiri saat ibu jarinya kini turun, menyentuh dagu kemudian bibir tebal Sekyung yang kerap kali tersenyum, yang kerap kali mengeluarkan candaan, yang kerap kali berkata hal yang bisa membuatnya semakin jatuh cinta pada seorang Choi Sekyung.

Entah keberanian dari mana serta setan apa yang merasukinya, Yiheon memajukan wajahnya untuk mengecup pelan sudut bibir Sekyung dan menahanya dalam hitungan detik membuat Sekyung membulatkan matanya cukup terkejut.

Oh, Song Yiheon.

Jangan pernah membangunkan macan yang sedang tertidur.

Selama ini Sekyung tidak pernah macam-macam. Dia hanya sering merangkul Yiheon atau memeluknya bonus menggandengnya, cium pelipis sesekali sih atau pipi juga sekali, sudah.

Tidak lebih.

Karena Sekyung tahu batas yang ada diantara mereka, dia teramat menghargai Yiheon dan menyayanginya, dia bukan brengsek yang akan mengambil kesempatan dengan kurang ajar.

Tetapi, batas itu sudah hilang kan?

Status mereka sudah jelas saat ini.

“Ngapain ya?” tanyanya dengan tenang, Yiheon menjauhkan wajahnya yang Sekyung lihat mulai memerah hingga ke telinga, salah tingkah.

Ia yang memulai, tapi ia juga yang malu. Mengulang hal yang sama, hmm? tadi di pipinya sekarang di sudut bibirnya.

Kalau dilihat-lihat nyalinya mendadak jadi besar sekali ya Song Yiheon itu.

“Gapapa, penasaran aja. Emang nggak boleh?” katanya dengan suara mencicit pelan.

“Oh, boleh sih... memang belum pernah ciuman?” tanya Sekyung frontal membuat Yiheon melotot, anjir bisa gak disaring dulu kalau ngomong!

Ia menepuk lalu mendorong dada Sekyung agar menjauh dan melepaskan pelukan mereka namun, sial. Pelukan Sekyung itu mengunci pinggannya, tangannya bertautan di belakang sana.

“Bacot banget sih.” gumamnya sedikit menggerutu.

Sekyung dibuat tertawa lagi, “Iya, I love you, too.” balasnya sambil mencium pipinya dengan lembut, ditahan, dibikin malu sama salah tingkah kekasihnya tersebut.

Siapa yang lagi bilang cinta sih, bang!

Gemas gak kuat saat melihat perubahan wajah Yiheon itu, hingga dijawilnya hidung Yiheon menggunakan telunjuknya. Ia bisa ngegodain orang, tapi giliran digodain balik malah ngamuk.

Kalau harus dihitung berapa kali Sekyung tersenyum saat ini sepertinya tidak akan cukup untuk menggunakan jari-jari tangannya.

Banyak sekali yang terjadi malam ini biar menjadi cerita manis untuknya dan juga Yiheon.

Cerita dari perjalananya dalam mengenal dan mencintai Song Yiheon si tukang ribut namun ternyata manja ini.

Sekyung perlahan melepaskan pelukannya, tangannya berpindah untuk menangkup kedua pipi Yiheon, memperhatikan setiap apa yang bisa dia lihat dalam jarak sedekat ini.

Indah sekali Yiheon nya, kekasihnya.

Dia mengusap lembut pipi Yiheon dan menatap lurus kepada netra yang balas menatapnya tanpa ragu.

Di sana ada hal yang mencarkan rasa yang sama, yang mencoba saling melengkapi, yang tentu saja bisa menyatukan mereka.

Choi Sekyung mengusap bibir Yiheon seringan kapas, merasakan lembut di ujung jarinya, menatap dalam padanya lalu meminta consent yang terdengar begitu mendebarkan bagi Yiheon.

Boleh abang cium kamu sekarang?

Sekyung mengangguk kecil tersenyum tipis saat Yiheon terkejut lalu tidak lama menjawab permintaannya dengan malu-malu.

Tidak menunggu lama setelah Yiheon memberinya izin, dia lantas mencium keningnya sedikit lama, menyelipkan kata penuh cinta untuk yang terkasih yang praktis membuat Yiheon tersenyum bahagia sekaligus berdebar hebat.

Turun di kedua pipinya juga pucuk hidungnya membuat Yiheon kali ini tertawa kecil merasa geli sekaligus lucu, diciumi sewajah-wajah sama Sekyung.

Sekyung menatap penuh arti tawa bahagia dari Yiheon sekarang, hatinya berkali-kali harus mengucap syukur kalau pemuda di depannya ini adalah miliknya.

Hingga kemudian Choi Sekyung itu perlahan menunduk untuk mengecup bibirnya.

Yiheon tidak sempat untuk merasa kaget saat hal itu terjadi, ia hanya bisa perlahan menutup matanya serta meremas ujung sweater Sekyung yang bisa ia pegang saat rasa hangat menyapanya di sana, juga saat kedua tangan Sekyung yang menangkup wajahnya membuat ia harus sedikit mendongak, memberi akses pada apa yang dilakukan mereka selanjutnya.

Pelan dan terlampau lembut, Choi Sekyung membawa Yiheon pada rasa yang membuatnya benar-benar meleleh detik itu juga.

Mau gila rasanya.

Akhirnya diciumnya ia oleh Sekyung, oleh yang berstatus kekasihnya.

Semuanya terasa mendebarkan, terasa asing untuk pertama kali, namun manis, namun menyenangkan, namun penuh makna, seperti memvalidasi perasaan mereka berdua yang memang sejak lama hadir diantara keduanya.

Sekyung mencintainya, dan begitupun Song Yiheon.

Di ciuman pertama mereka itu, tidak ada yang terlalu menuntut baik Sekyung maupun Yiheon.

Mengecap ringan, meraup dengan lembut setiap rasa, membiarkan sensasi penuh dengan kupu-kupu yang menggelitik mengambil alih mereka.

Walaupun tentu saja kita tahu Choi Sekyung yang mendominasi tapi Yiheon tetap diberi peran. Sekyung tersenyum di sela ciumannya saat dia membiarkan Yiheon berlaku sesukanya, membayar rasa penasarannya.

Tentang Yiheon pasti selalu seperti itu, terserah asal Yiheon nya senang.

Setelah melepaskan ciumannya Sekyung mengusap pelan bibir Yiheon yang sedikit basah, juga yang terbuka sibuk untuk mengambil napas, lalu menatap wajah yang sudah begitu memerah malu.

Dia mencuri kecupan ringan lagi di sana saat Yiheon kemudian tidak mau kalah dan melakukan hal yang sama padanya.

Gemas banget si tukang ribut mode bucin begini.

Keduanya hanya saling menatap sambil mengulum senyum dengan kening yang saling bersentuhan, dengan tangan Sekyung yang masih menangkup kedua pipinya, dengan ibu jari yang lagi-lagi membelai lembut penuh afeksi, lalu berbicara lewat pandangan yang penuh arti.

Sama kamu, aku bahagia.

Sebelum Sekyung kembali memberi kecupan ringan di pipi kanan Yiheon yang sedang menampilkan lesung pipi cantiknya itu.

“Yiheon manis, kayak gelato tadi.”

Yiheon tersenyum lebar mendengarnya, sadar betul apa yang telah dilakukan Choi Sekyung padanya, tepatnya apa yang telah mereka lakukan saat ini.

“I love you, Bang Sekyung.”

Bisiknya pelan, suaranya teredam kembali saat ia menaruh wajah di ceruk leher Sekyung. Memeluk seperti memang seharusnya begini saja dari dulu karena memang pelukan Sekyung adalah tempat ternyaman untuk ia bersandar.

Merasakan usapan penuh sayang Sekyung di kepalanya, sambil dibisikin banyak hal yang bisa membuat ia tertawa bahagia.

Lalu, dicium gemas lagi bahu Yiheon saat anak itu tidak mau lepas setelah beberapa saat.

“Sayang... sudah malam. Abang pulang sekarang ya?” Sekyung bertanya setelah milirik jam di pergelangan tangannya.

Namun, yang didapatinya adalah gelengan pelan alih-alih pelukan yang terlepas. “Nggak mau... sebentar lagi aja, boleh?” pacar gemasnya itu kembali bersikap manja membuat Sekyung menarik satu sudut bibirnya.

“Boleh, lima menit ya?”

“BENTAR BANGET!”