Terlihat suasana cafe tampak cukup ramai di sore seperti ini, ditambah berada di kawasan perkantoran dan beberapa kampus. Sebagian anak kuliahan banyak yang hanya sekedar menongkrong sambil membuka laptop dan memakai WiFi yang memang disediakan. Sebagian orang kantor yang berpakaian rapi juga banyak yang duduk-duduk sebelum beranjak pulang setelah jam kerjanya.
Seperti yang lain, di salah satu meja di dekat jendela juga tampak menampilkan dua sosok yang sibuk dengan laptop di depannya masing-masing. Keduanya tampak sibuk mengetik sesuatu dan sesekali membuka lembar demi lempar paper yang berada di atas meja.
Satu helaan napas dihembuskan dengan berat secara tiba-tiba oleh salah satunya sambil menyandarkan punggung di kursi dan kepalanya menoleh ke arah pintu cafe yang tertutup, “Lama, ya? kok jam segini belum pada datang, sih.” katanya dengan bibir mencebik, hal itu menimbulkan tawa pelan dari orang di depannya.
“Sabar, Chan.”
Ia berujar sambil mematikan laptopnya dan memilih dimasukan ke dalam tas ransel yang diletakan di kursi kosong di sampingnya.
“Lho, Wooseok kok udahan? Bukannya besok bimbingan? udah nemu jurnalnya?”
“Udah, nanti aja dilanjut di rumah. Bukan besok, tapi lusa.”
“Oh.. yaudah, gue juga udahan. Mau di rumah aja. Mumet lama-lama, udah mau dua jam kita disini sambil ngedraft.”
“Iya, Byungchan. Besok lagi aja, jangan maksain.”
Wooseok berbicara dengan lembut dan mengulas senyum sambil membenarkan kacamata bulatnya. Byungchan hanya mengangguk mengiyakan sambil memajukan tubuhnya untuk menyubit pipi Wooseok, tidak tahan melihatnya.
“Chan! Apasih, kebiasaan deh.”
Byungchan hanya terkikik mendengar teguran dari bibir mungil Wooseok, kebiasaan yang berlangsung sejak satu tahun lalu saat mereka mulai berteman.
Soalnya Kim Wooseok sangat menggemaskan, begitu setidaknya menurut Byungchan.
“Itu, mereka.”
Wooseok bergumam sambil menatap pintu masuk cafe yang kebetulan tempat duduknya menghadap ke arah sana. Ucapannya membuat Byungchan menoleh cepat dan tersenyum lebar hingga kedua pipinya menampilkan lesung yang sangat dalam, tampak manis di wajahnya.
“Lama sekali, mas-mas pacar ini!”
Byungchan sedikit menggerutu saat kedua orang yang berpakaian rapi ala orang kantoran menghampiri meja mereka. Yang satu memakai kemeja berwarna biru pucat dengan bagian tangan yang sudah di gulung sampai siku dan dasi yang sudah longgar. Satunya lagi yang mempunyai perawakan lebih tinggi melapisi kemejanya dengan sweater berwarna hijau army.
“Maaf lama, ya? agak macet. Ini juga kita gak sengaja ketemu di depan.”
“Gapapa, kak.”
Wooseok menjawab dengan mengulas senyum tipis, kepalanya mendongak menatap pacarnya yang masih berdiri di samping meja mereka, “Kalian pesan makan dulu aja. Aku sama Chan udah makan. Iyakan, Chan?”
“Iya, tapi kalau mau dibeliin ya gapapa sih, aku gak nolak.”
Byungchan menaik turunkan alisnya dan mengerling menatap pacarnya sendiri, dia tertawa saat puncak kepalanya diusak bahkan seperti rambutnya diacak-acak, “Makan terus kamu.”
“Biarin, udah sana. Aku nunggu sama Wooseok. Ini baru beres ngedraft juga.”
“Yaudah. Tunggu, sebentar kok.”
Kedua orang dewasa itu kembali berjalan meninggalkan meja setelah berbicara sebentar dengan pacar mereka masing-masing.
Wooseok memangku dagunya dengan tangan yang ditumpu di atas meja, netranya memperhatikan mereka yang sibuk memesan makan berdiri di depan meja kasir, sesekali terlihat tertawa dan sibuk mengobrol.
“Kak Seungwoo... kalau sama Kak Jinhyuk beda banget ya, Chan?”
Byungchan mengangguk kecil, kepalanya menoleh ikut memperhatikan arah pandang Wooseok, dia mengangkat bahunya ringan, “Iya bener, dulu pertama kenal aku kira dia sombong lho, Seok. Soalnya gak banyak ngomong.” sahutnya.
“Iya. Uhm.. kalau dipikir kok bisa gini, ya? gue sama lo kenal gara-gara pacar kita sahabatan. Terus ternyata kita satu kampus. Kebetulan banget.”
Kepalanya Byungchan menggeleng pelan saat mendengar ucapan Wooseok, dia kembali mengelihkan tatapannya kepada Wooseok yang duduk di depannya dengan pandangan sungguh-sungguh, “Gak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, Wooseok. Ini tuh namanya takdir. Emang kita berempat harus ketemu.”
Wooseok, pemuda dengan perawakan mungil dan memakai kacamata bulat itu hanya bergumam pelan dalam merespon ucapan Byungchan, “Iya, mungkin.” bisiknya.
Pandangannya kembali beralih memperhatikan dua orang yang masih asik mengobrol. Yang satu terlihat dewasa dan pendiam, sedangkan yang satunya lagi cenderung banyak bicara dan bercanda. Keduanya terlihat seperti saling mengisi satu sama lain, mereka memang sudah bersahabat sejak di bangku sekolah menengah atas katanya, Wooseok juga hanya diceritakan.
“Seok, gue mau cerita. Tapi, jangan dulu heboh, ya?”
Suara Byungchan kembali menarik perhatian Wooseok, membuatnya mengalihkan tatapan untuk kembali memandang Byungchan yang kali ini memasang wajah serius.
“Ada apa?”
Saat ini Wooseok bisa melihat sorot yang mulai tampak berbinar bahagia di kedua bola mata Byungchan. Dia memajukan duduknya hingga menggeser kursi agar mendekat ke arah Wooseok yang duduk terhalang meja di depannya.
“Kak Jinhyuk bilang dia mau serius sama gue. Udah bilang sama orangtuanya. Gak lama setelah gue lulus... gue mau diajakin tunangan.”
Walaupun berbisik, suara Byungchan begitu terdengar bahagia, Wooseok bisa merasakannya. Sambil menggenggam tangan Byungchan yang ada di atas meja, Wooseok mengulas senyum lebar dan tidak percaya.
“Serius???? secepat itu?”
Byungchan mengangguk semangat, tangannya membalas genggaman tangan Wooseok untuk meremasnya, “Seribu rius, Wooseok! Gue juga masih gak percaya, sumpah. Kemarin sih dia bilang pas nganterin pulang.”
“Wah.. selamat, ya. Gue ikut senang, Chan.”
Senyum Byungchan kembali melebar hingga lesung pipinya kembali terlihat ketika mendengar ucapan Wooseok.
“Makasih, Seok. Gue harap lo juga nyusul sama Kak Seungwoo.” dia mengucap tulus, menatap Wooseok dengan sangat lembut. Byungchan berbicara dengan sungguh-sungguh, dia ingin berbagai kebahagian dengan Wooseok.
“Semoga. Doain aja, ya.”
“Pasti, Seok. Kita aja pacaran cuma beda dua bulan. Gue harap nikah pun gak lama, ya?”
“Iya, Chan.” Wooseok tersenyum dan mengangguk sambil mengucap semoga di dalam hatinya.
“Ngomongin apasih, serius banget kayaknya?”
“Kepo deh.”
Jinhyuk bertanya begitu dia mendudukkan dirinya di kursi samping Byungchan sambil membawa nampan berisi makanan. Begitupun Seungwoo yang akan duduk di samping Wooseok, tangan Wooseok dengan sigap mengambil tas yang tadi ada di atas kursi itu dan memindahkannya ke bawah, diletakan begitu saja di samping kaki kursinya.
“Terimakasih, sayang.” ucap Seungwoo setelah dia duduk dan menyimpan nampannya di atas meja, tangannya tanpa ragu langsung mengusap puncak kepala Wooseok yang kemudian dibalas oleh senyum simpul khas Wooseok.
Dua orang di depan mereka hanya sibuk saling menyikut, “Manis banget emang kalian.” Byungchan bercicit dengan tatapan gemas dan Jinhyuk hanya mencibir, “Mau juga kayak gitu? Kayaknya gak cocok kita manis-manisan kayak mereka. Kita tuh berisik, gak bisa yang diem-dieman saling pandang doang.” Jinhyuk mengakhiri kalimatnya sambil bergidik melebih-lebihkan.
“Kayak anak SMA.” timpal Seungwoo ikut berkomentar.
“Bisa tahu, tapi sikap Kak Jinhyuk yang gak bisa diajak diam, pecicilan.” Byungchan berucap dan kemudian mengaduh karena pipinya dicubit oleh Jinhyuk. “Gak sadar ya? kamu juga gak bisa diam, anak ayam.”
Wooseok hanya bisa menggelengkan kepalanya, sudah biasa memang seperti ini bila mereka jalan berempat. Ia dan Seungwoo yang selalu tenang dan Byungchan dan Jinhyuk yang terlalu berisik.
Semuanya bermula sejak lebih dari setahun lalu.
Wooseok bertemu dengan Seungwoo di salah satu toko buku. Tidak ada yang spesial memang, malah cenderung sangat biasa. Di pertemuan mereka secara tidak sengaja yang ke tiga kalinya, akhirnya Seungwoo mengajaknya berkenalan dan hanya seperti itu. Empat bulan kemudian setelah mereka saling kenal Seungwoo menyatakan perasaannya dan mereka akhirnya berpacaran hingga sekarang.
Beda cerita dengan Byungchan dan Jinhyuk.
Byungchan dan Jinhyuk justru bertemu saat mobil Byungchan mogok dan dia tanpa tahu malu menebeng pada Jinhyuk yang baru saja keluar dari minimarket tepat di tempat mobilnya mogok. Saat itu Byungchan ingat dia ada ujian dan buru-buru, dia rela membayar kepada Jinhyuk sambil memohon untuk diantar ke kampus. Karena kasihan akhirnya Jinhyuk mengiyakan dan begitulah, mereka bertukar nomor ponsel hingga akhirnya dekat selama kurang lebih tiga bulan dan memutuskan untuk berpacaran.
Wooseok baru mengenal Jinhyuk saat dia sudah berpacaran hampir dua bulan, Seungwoo mengenalkan Jinhyuk sebagai sahabat karibnya. Saat itu Jinhyuk sudah lebih dulu berpacaran dengan Byungchan dan dipertemuan berikutnya mereka memutuskan untuk jalan berempat.
Kebiasaan itu berlangsung hingga sekarang.
Seungwoo dan Jinhyuk berbeda tempat kerja sehingga kesibukannya pun berbeda. Kadang dalam sebulan mereka bisa dua kali jalan berempat atau tidak sama sekali. Wooseok dan Byungchan pun juga jarang bertemu karena mereka berbeda fakultas.
Namun, setiap minggunya tentu saja mereka menyempatkan waktu dengan pacar masing-masing, dalam catatan kalau tidak sibuk. Tapi sebisa mungkin bertemu walaupun hanya menjemput ke kampus dan mengantarkan pulang.
“Woo, minggu depan reuni SMA. Gue kemarin dikasih tahu Seungyoun. Lo mau datang? Gue sih mau, kayaknya. Tapi gak tahu juga deng, belum jelas.”
Seungwoo yang sedang mengunyah makanannya tidak langsung menjawab, dia minum terlebih dahulu air putih dan menatap Jinhyuk yang duduk di depannya.
“Gak bisa, gue ada acara.”
“Acara apa?”
“Mau jalan sama Wooseok.” jawabnya sambil menoleh ke arah Wooseok yang memasang wajah bingung dan menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. “Aku? jalan kemana, kak?” tanyanya pelan.
“Ada, pokoknya kamu tinggal ikut aja, nanti aku jemput ke rumah, ya.”
Jinhyuk hanya mendengus dan memutar bola matanya malas, “Najis, sok romantis pakai rahasia-rahasian segala.” katanya yang langsung dihadiahi lemparan kentang goreng oleh Seungwoo.
“Brisik lo.”
Sedangkan yang lebih muda tampak tidak perduli seakan sudah biasa dengan tingkah mereka.
Wooseok sendiri sibuk dengan pikirannya, sibuk menebak kemana kiranya Seungwoo mengajak, belakangan ini memang Seungwoo sibuk dengan pekerjaannya dan mereka hanya sempat bertemu beberapa kali dalam dua minggu.
Sedangkan kaki Byungchan sejak tadi menendang-nendang kaki Wooseok yang berada di bawah meja dengan pelan sambil tersenyum penuh arti saat Wooseok menatapnya bingung, tatapan Byungchan seakan berkata, kan! lo juga pasti mau diseriusin sama kayak gue, Seok!!!!
Setelah makan mereka sibuk mengobrol, kebanyakan Byungchan dan Jinhyuk sih yang mengoceh. Seungwoo dan Wooseok lebih banyak menyimak dan sesekali menimpali.
Memang perbedaan diantara dua pasang muda mudi ini terlihat sangat mencolok kalau diperhatikan.
Seungwoo, seringkali memanggil dengan lembut, dengan panggilan sayang yang mampu melelehkan untuk Wooseok, begitu pun Wooseok yang selalu membalas dengan senyum manis.
Sedangkan Jinhyuk banyak mempunyai panggilan nyeleneh untuk Byungchan, mereka sudah terbiasa seperti itu. Anak ayam lah, pipi bolong lah, si bawel dan cerewet tukan ngomel lah atau apapun itu yang membuat Byungchan merengek dan merajuk padanya. Byungchan juga tidak segan dalam membalas setiap tingkah Jinhyuk. Hubungan mereka terlihat seru dan penuh gelak tawa.
“Sebentar, ada telpon.”
Seungwoo berujar di tengah obrolan mereka, dia merogoh saku celananya saat merasakan getar dari ponselnya, “Dari Mama, sebentar ya, sayang.” lanjutnya setelah melihat nama yang tertera jelas di layar ponsel. Tangannya mengusap bahu Wooseok pelan untuk pamit sebelum beranjak keluar cafe dan menerima telpon tersebut.
“Mamanya mau ke sini kali, lo belum pernah ketemu ya, Seok?”
Wooseok yang sedang mengaduk minumnya langsung mengangkat wajah untuk menatap Jinhyuk yang mengajaknya bicara, “..belum.” jawabnya singkat
“Oh..” Jinhyuk tidak berkomentar banyak, dia hanya membulatkan mulut. Namun, tidak lama Byungchan langsung menyubit pinggangnya membuat Jinhyuk mengaduh dan mengusap-usap pinggangnya yang terasa perih.
Byungchan mendadak merasa tidak enak dengan Wooseok telah memberitahu kabar bahagianya secepat ini.
Seungwoo memang belum pernah membawa Wooseok bertemu keluarganya karena mereka pindah ke luar kota beberapa tahun lalu. Berbeda dengan Byungchan yang sering kali main ke rumah Jinhyuk, bahkan sudah mengenal baik orangtuanya.
“Aku ke toilet dulu, ya.”
Pamit Byungchan sambil berdiri dari duduknya dan Jinhyuk hanya mengangguk saat Byungchan seperti memberinya kode agar dia tidak kembali mengoceh.
Meja itu tampak sepi setelah ditinggalkan oleh Seungwoo dan Byungchan. Wooseok kembali memainkan sedotan dari minumnya yang tidak lebih dari setengah gelas lagi dan Jinhyuk yang hanya sibuk makan kentang goreng.
Kedua orang ini tidak sampai tahap canggung karena mereka sudah mengenal hampir satu tahun, hanya saja saat tidak ada pasangan masing-masing mereka merasa-sedikit-kikuk, terutama Wooseok.
Wooseok cenderung pendiam dan berbicara seperlunya, sebelas dua belas dengan Seungwoo kalau kata Jinhyuk. Bahkan Jinhyuk beberapa kali bertanya, kalau kalian pacaran itu ngomong apasih? selain diem-dieman dan pertanyaannya hanya akan dijawab dengusan oleh Seungwoo.
“Sorry... kalau lo tersinggung dengan pertanyaan gue tadi.”
Wooseok kembali mengangkat wajahnya untuk memandang Jinhyuk, mata bulat dibalik kacamatanya mengerjap lamat-lamat sambil memasang wajah bingung, terkesan innocent membuat Jinhyuk menarik sudut bibirnya dan terkekeh kecil, lucu dan terlihat polos memang selera Seungwoo sekali yang seperti ini, batinnya berbisik.
“Yang tadi Wooseok. Maaf.” ulangnya.
“Oh itu.. iya gapapa. By the way selamat ya. Byungchan udah cerita.” Wooseok tersenyum tipis sambil membenarkan kacamatanya.
Jinhyuk mengerutkan keningnya sebelum mendengus kecil kemudian tertawa saat menyadari apa yang dimaksud oleh Wooseok.
“Emang ya Byungchan gabisa jaga rahasia anaknya. Apa-apa cerita sama lo, kayak kalian yang lebih lama sahabatan daripada gue sama Seungwoo.”
“Gue ikut seneng, kak. Byungchan juga bahagia banget tadi pas cerita.”
Jinhyuk menanggapi dengan kekehan kecil. Namun, raut wajahnya langsung berubah saat memajukan duduknya lalu menumpu kedua sikunya di atas meja dan menatap lurus ke arah Wooseok, dia bahkan berdehem sebentar sebelum berbicara.
“Seungwoo sayang banget sama lo. Jangan pernah berpikir dia gak serius menjalin hubungan selama ini, Seok. Semuanya hanya masalah waktu aja. Gue juga belum cerita sama dia kalau gue udah berniat serius dengan Byungchan.”
Wooseok hanya mendengarkan, jarang sekali dia melihat Jinhyuk yang berbicara serius.
“Paling pas dikasih tahu, dia juga kepanasan langsung ngelamar lo, anaknya gak mau kalah sama gue.” lanjut Jinhyuk sambil tertawa.
Tawa Jinhyuk menular, Wooseok mengulas senyum mendengarnya dengan hati yang lagi-lagi mengucap semoga. “Terimakasih, kak.” ujarnya lembut.
Jinhyuk mengangguk dan menampilkan senyum tipis sambil menatap Wooseok, “Sama-sama.” balasnya.
Wooseok memang teramat lembut dan pendiam, Jinhyuk mengakuinya dari pertama kali dikenalkan oleh Seungwoo. Kata Seungwoo sih manis banget gak ketulungan. Namun, menurut Jinhyuk itu justru tipe yang membosankan, cocoklah dia sama Seungwoo. Dirinya sendiri lebih menyukai yang seperti Byungchan, anaknya banyak bicara, ramai dan tidak kagok diajak bercanda.
Keduanya memang mempunyai definisi manis yang berbeda.