The hardest goodbye is when you have to, but you don't want to.
“Nyesel gua gak pake supir. Jauh banget sih rumah Wooseok.”
Jinhyuk menggerutu sambil mengemudikan mobilnya, fokusnya terbagi dari melihat jalan di depan dengan melirik ponselnya yang menunjukkan arah navigasi menuju sebuah alamat, itu alamat rumah Wooseok. Sesekali sebuah suara khas juga akan terdengar menyuruhnya untuk berbelok atau lurus sesuai maps.
Tidak lama setelah tadi Pak Khun mengirim alamat rumah Wooseok padanya, Jinhyuk langsung bersiap dan mandi bahkan sarapan terburu-buru karena dia baru bangun tidur cukup siang.
Butuh empat hari dirinya meyakinkan diri sejak Wooseok pergi dari rumahnya. Dan hari ini Jinhyuk memutuskan untuk bertemu Wooseok, dia benar-benar menyusulnya.
Sudah dua jam lebih Jinhyuk mengemudi dan sudah sejak setengah jam lalu bibirnya sibuk menggerutu alih-alih mengikuti lirik dari sebuah lagu yang sengaja diputar di dalam mobilnya untuk mengisi kesunyian. Pantas saja Jinhyuk menggerutu, selain karena cukup jauh tentu saja karena ini weekend dan sudah dipastikan beberapa kali dia terjebak kemacetan.
Hingga kemudian jemari panjangnya mengetuk-ngetuk ringan di atas kemudi, kepalanya berputar dan melongok ke depan sekedar untuk memastikan sebuah gerbang perumahan yang ada di depannya ini sesuai dengan yang tertera di layar ponsel pintar miliknya.
“Udahlah masuk dulu, awas aja kalau nyasar. Gua balik beneran, sumpah. Demi Wooseok, jauh-jauh juga gua jabanin.”
Gampangnya Jinhyuk bisa bertanya langsung kepada si pemilik rumah mengenai detail alamatnya, namun si tuan muda ini malah mencari repot sendiri. Hidupnya benar-benar dibikin ribet.
Dia memang tidak memberitahu Wooseok bahwa dirinya akan datang. Bahkan, bodohnya dia tidak pernah berbalas pesan lagi dengan Wooseok di Whatsapp sejak pertanyaan mengenai kepulangan Wooseok tempo hari hanya karena “gua gatau mau ngomongin apa.”
Hanya saja semalam pengecualian, terjadi obrolan singkat di direct message Twitter, itu pun karena Wooseok duluan yang seperti membuka jalan.
Mereka benar-benar seakan selesai dan tidak ada lagi yang perlu untuk dibicarakan, hubungan bodyguard dan tuan muda itu seperti kelar sampai disana.
Sesekali Jinhyuk melihat status yang dipasang Wooseok baik di Whatsapp maupun Twitter dan Wooseok terlihat menikmati hari liburnya, oh bonus dua hari ini yang membuatnya panas hati tentang foto seseorang yang diposting oleh Wooseok.
Tentu kepergian Jinhyuk ke sini tidak dalam keadaan mentah begitu saja, sejak kemarin Jinhyuk mencari informasi dari Seungyoun, bodyguard teman karibnya.
Jinhyuk berharap Seungyoun mengetahui sedikit saja sesuatu tentang Wooseok karena setahunya mereka cukup dekat walaupun belum kenal lama, baik Jinhyuk maupun Hangyul memang tidak mengetahui bahwa bodyguard-bodyguard mereka berasal dari intansi yang sama.
“Gue gatau apa-apa soal Wooseok. Tapi kalau lo nanya dia udah taken kontrak sama anak pm atau belum, setahu gue belum.”
Jinhyuk mengingat jelas ucapan Seungyoun kemarin saat mereka bertemu di kampus. Ucapan Seungyoun sedikit banyak membuat harapannya yang sempat berada di titik terendahnya perlahan kembali naik.
Semoga Seungyoun benar, semoga Wooseok belum memutuskan keputusannya dan Jinhyuk masih mempunyai kesempatan.
Rencananya tentu saja Jinhyuk akan meminta Wooseok untuk stay, untuk tetap berada di sisinya, untuk tetap menemaninya. Empat hari ini rasanya begitu sepi, Jinhyuk begitu kerasan ditinggalkan oleh Wooseok.
Jinhyuk merindukan Wooseok. Tuan muda songong ini merindukan bodyguard kiciw nya.
Mobil Jinhyuk berhenti di depan pagar setinggi hampir dua meter berwarna hitam yang tertutup rapat, dia memastikan nomor rumah yang terpasang di tembok sampingnya sebelum benar-benar mematikan mesin mobilnya.
Jinhyuk tidak bisa menahan dengusan kecil sambil membenarkan rambut dan pakaiannya lewat kaca spion agar penampilannya terlihat rapi. Jujur saja dia sedikit merasa geli dengan kesungguhannya kali ini yang rela jauh-jauh ke rumah Wooseok, bukan Jinhyuk sekali yang berjuang-berjuang seperti ini tuh.
Namun, hatinya tidak bisa berbohong, dia butuh Wooseok dan sudah cukup bergalau-galaunya beberapa hari ini.
Bagaikan pecundang yang selama ini bersembunyi dibalik kata gensi, Jinhyuk akhirnya menelan sendiri akibatnya. Wooseok pergi begitu saja dengan mudah dari hidupnya dan dia merana kehilangan. Maka, kali ini Jinhyuk akan memastikan Wooseok untuk kembali padanya.
Semoga belum terlambat, harapnya sungguh-sungguh.
Jantung Jinhyuk berdegup kencang dan telapak tangannya sedikit berkeringat ketika sudah berdiri di depan gerbang. Tangannya terulur untuk memencet bel dan disetiap detiknya saat menunggu, Jinhyuk seakan bisa mendengar dekat jantungnya sendiri.
Dengan sedikit menahan napas, Jinhyuk melihat gerbang yang dibuka dan menampilkan sosok seorang wanita dewasa, mungkin itu Mamanya Wooseok walaupun Jinhyuk belum pernah melihat fotonya sekalipun.
Bakal malu banget kalau ternyata dia salah rumah.
“Mau cari siapa ya?” tanyanya dengan raut wajah bingung saat melihat sosok jangkung di depannya dan Jinhyuk langsung mengulas senyum sungkan, “Maaf, ini rumah nya Kim Wooseok?” tanyanya sopan.
“Iya, temannya Wooseok?”
Jinhyuk mengangguk semangat dengan hati lega dan langsung mengulurkan tangannya tanpa ragu, “Saya Jinhyuk tante, Lee Jinhyuk.”
Raut wajah wanita di depannya sedikit kaget saat mendengar nama Jinhyuk, rupanya dia tahu, “Oh.. Lee Jinhyuk yang dijagain Wooseok?” tanyanya memastikan sambil menyambut uluran tangan Jinhyuk, yang lebih muda hanya mengangguk kecil.
“Saya Mamanya Wooseok. Masuk dulu, Jinhyuk.” beliau berujar memperkenalkan diri dan mengajak Jinhyuk untuk masuk.
Kemudian gerbang itu dibuka dan Jinhyuk hanya mengekori langkah dari wanita di depannya yang memasuki rumah, ternyata tebakannya memang benar, itu Mamanya Wooseok.
“Tunggu sebentar gapapa ya, nak Jinhyuk? Wooseok lagi di tempat Papanya, sebentar lagi juga pulang.”
Jinhyuk lagi-lagi mengangguk kecilnya dan dia berterimakasih saat dipersilahkan untuk duduk di sofa ruang tamu.
Mama Wooseok ikut duduk di sofa depan Jinhyuk dan menatap si mantan tuan muda putranya dengan senyum ramah, “Wooseok tidak bilang kalau kamu mau datang. Lagian tahu kamu bakal ke sini kok Wooseok malah pergi.” ucapnya heran dan Jinhyuk hanya meringis kecil.
“Wooseok gak tahu saya kesini, tante. Saya memang gak bilang dulu sama Wooseok. Tante juga gak perlu minta Wooseok cepat pulang. Saya nunggu saja.” jelasnya yang membuat kerutan di kening wanita dewasa itu tampak samar, namun rupanya yang bisa dilakukan ibu dua anak itu hanya mengangguk dan tidak bertanya lebih.
Biarkan saja urusan anak muda, batinnya.
“Tante tinggal ambil minum dulu, ya.” pamitnya sambil berjalan ke dalam rumah.
Jinhyuk menghambuskan napas lega saat Mama Wooseok meninggalkannya sendirian, dia langsung menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Kepalanya mengedar untuk menatap keseluruhan ruang tamu rumah ini.
Sebuah foto keluarga cukup besar yang terpasang di dinding berhasil menarik perhatian Jinhyuk. Kalau kebanyakan rumah mungkin akan memasang foto formal keluarga-seperti di rumahnya-, berbeda dengan di rumah Wooseok.
Jinhyuk sedikit menarik kedua sudut bibirnya, foto itu diambil seperti setelah Yohan memenangkan sebuah lomba, dia berdiri masih menggunakan seragam taekwondo sambil memegang sebuah piala dan menggigit medali dengan Wooseok dan kedua orangtuanya yang tersenyum lebar dan merangkulnya, sungguh potret yang begitu hangat dan membanggakan sekaligus.
Serta semua itu terlihat semakin membanggakan saat pandangan Jinhyuk menangkap sebuah lemari kaca di sudut ruangan yang berisi berbagai piala dan medali juga berbagai piagam penghargaan.
Jinhyuk sedikit membatin sambil meringis, kalau nyari masalah sama keluarga Wooseok, bisa-bisa langsung jadi daging cincang. Ayah sama anak-anaknya jago bela diri semua.
Diantara semua kemungkinan yang akan dilakukan oleh seorang Lee Jinhyuk yang dikenalnya, Wooseok tidak menyangka sama sekali kalau dia akan melihat sosok Jinhyuk sedang mengobrol dengan Mamanya dan duduk santai di ruang tamu rumahnya.
Jadi mobil di depan itu mobil Jinhyuk? Wooseok tadi tidak begitu memperhatikan, dia pikir mobil yang hanya numpang diparkir disana.
Gila? mau ngapain? terus Jinhyuk tahu darimana rumahnya?
Berbagai pertanyaan tergambar jelas di wajah manis Wooseok begitu dia memasuki rumahnya.
“Wooseok..” dan suara Jinhyuk seakan memperjelas keterkejutan Wooseok.
“Ngapain?” ujarnya penasaran tanpa bisa ditahan. Mata bulatnya menatap sosok tinggi yang memakai kemeja putih dengan dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka begitu saja sehingga memperlihatkan kaos di dalamnya yang berwarna senada dan penampilannya itu dilengkapi dengan celana jeans hitam yang terlihat begitu kontras.
Saat ini Wooseok bahkan seperti melupakan presensi Mamanya yang masih berada di sana yang kemudian berdiri dari duduknya untuk menghampiri putra sulungnya itu.
“Kak, ini lho Jinhyuk nungguin kamu pulang daritadi. Katanya Mama gak boleh ngasih tahu kamu biar cepat pulang. Mungkin mau ngasih suprise.”
Wooseok hanya meringis mendengar penjelasan Mamanya, dia kemudian melangkah ke arah Jinhyuk yang sudah berdiri sejak melihatnya.
“Mama ke dalam dulu deh. Jinhyuk, tante tinggal, ya.”
Jinhyuk membalas dengan sopan sambil menatap punggung Mama Wooseok yang masuk ke dalam rumah. Netranya kemudian beralih cepat pada sosok mungil yang dirindukannya beberapa hari ini.
“Hi..” sapanya seperti orang bodoh sambil nyengir.
“Kok bisa lo disini? sejak kapan? tahu rumah gue darimana? mau ngapain?”
Jinhyuk memutar bola matanya sambil mendengus kecil mendengar rentetan pertanyaan dari Wooseok untuknya, namun di dalam hatinya dia tersenyum karena begitu merindukan kebawelan Wooseok.
“Gua tamu, oke? Gak bisa apa disuruh duduk lagi?”
Oh, Wooseok langsung menyuruh Jinhyuk duduk lagi dan dia sendiri mendudukkan dirinya di sofa yang tadi ditempati oleh Mamanya.
“Jawab dulu, Jinhyuk.”
Jinhyuk memajukan duduknya dan memasang tampang serius. Pandangan mereka bertubrukan dan Wooseok diam-diam merasa gugup dengan kedatangan Jinhyuk yang terlalu mendadak ini, apa-apaan sih, tadi malam saja dia tidak bilang apa-apa. Sekarang kok tiba-tiba ada di rumahnya.
“Gua tahu alamat rumah lo dari CV yang masih ada di Pak Khun.”
Penjelasan Jinhyuk membuat Wooseok mengangguk paham, wajar saja kalau Jinhyuk tahu.
“Rumah lo jauh banget anjir. Gua capek banget nyetir sendirian. Nyesel gua gapake supir.”
Lee Jinhyuk tetap saja Lee Jinhyuk yang songong dan menyebalkan, Wooseok mendelik tajam menatapnya, “Ya udah tahu jauh. Ngapain kesini.” balasnya tajam.
Jinhyuk memajukan bibirnya mendengar ucapan tajam Wooseok kepadanya. Sambil mengembusakan napas pelan dia menatap Wooseok yang menatapnya penasaran, Jinhyuk bisa melihat jelas di paras manisnya.
“Gua mau aja kesini. Emang gak boleh?”
Sungguh, Wooseok dibuat bingung dengan ucapan Jinhyuk barusan, “Bukannya gak boleh, Jinhyuk. Tapi ngapain lo jauh-jauh ke rumah gue?” tanyanya dengan sabar, pandangannya mencoba menelisik untuk membaca maksud kedatangan -mantan- tuan mudanya itu dan dia mendapati sebuah keraguan saat Jinhyuk akan berbicara.
Wooseok jadi kembali mengingat pesan dari Seungyoun semalam, “tuan muda lo itu cupunya udah gak ketaker, Wooseok.” Dan Wooseok kemudian sedikit menarik sudut bibirnya, dia mengakui memang gengsi manusia di depannya ini setinggi Himalaya.
“Ikut gue.”
Wooseok berdecak melihat Jinhyuk yang diam saja, dia menarik tangan kurus Jinhyuk agar berdiri dari duduknya dan kemudian menariknya masuk ke dalam rumah untuk menaiki tangga, “Eh lo mau bawa gua kemana ini? Lo jangan macem-macem ya mentang-mentang ini di wilayah kekuasaan lo.” Jinhyuk menggerutu dan memperhatikan tangannya yang di genggaman oleh Wooseok.
“Berisik, diem aja deh.”
Kepala Wooseok menoleh ke balakang sambil memasang wajah galak menatap Jinhyuk, “Di dalam rumah gue memang gak ada cctv kayak di rumah lo, tuan muda yang terhormat. Tapi, biar lebih aman kita ke kamar gue aja.”
Gila, Jinhyuk melotot sempurna mendengar perkataan Wooseok dan protesannya hanya sampai di tenggorokan saat Wooseok membuka sebuah pintu berwarna cokelat kayu dan manariknya masuk tanpa menutup seluruh pintunya lagi.
Pandangan Jinhyuk menatap sekelilingnya begitu dia masuk. Kamar Wooseok tampak nyaman dengan cat tembok berwarna ungu pastel walaupun berukuran tidak terlalu luas seperti kamarnya yang mewah.. juga wanginya lembut dan manis khas Wooseok sekali. Tidak ada sofa panjang seperti miliknya yang biasa digunakan untuk menonton tv, disini hanya ada sebuah kursi di depan meja yang terdapat beberapa buku disusun rapi dan jantung Jinhyuk berdegup saat melihat sebuah lampu berbentuk anjing pemberian darinya ada di sana.
Wooseok masih menyimpannya dan hati Jinhyuk menghangat.
Suara berdecit dari pintu balkon yang dibuka membuat Jinhyuk mengalihkan tatapannya kembali pada sosok mungil yang kali ini menatapnya tidak segalak tadi.
“Kita ngobrol disini aja, Jinhyuk.” ucapnya pelan, Jinhyuk kemudian melangkahkan tungkainya untuk mendekat ke arah Wooseok yang sudah berdiri di balkon sambil punggungnya bersandar di jendela.
Beberapa menit pandangan mereka hanya saling menatap, Wooseok menatap sambil menunggu Jinhyuk berbicara sedangkan Jinhyuk menatap sambil mencoba menyusun apa yang akan diucapkannya. Apa yang beberapa hari ini sangat mengganjal di perasaan dan pikirannya. Semuanya karena satu nama dan satu orang, dia yang berdiri di depannya saat ini.
“Jinhyuk?”
Wooseok memanggil lembut dan Jinhyuk mendesah frustasi sambil mengacak rambutnya, dia melangkah ke tepi balkon sambil bersandar di besi balkon kamar Wooseok yang hanya setinggi pinggangnya. Kali ini mereka berdiri berhadapan dengan jarak kurang dari dua meter.
“Lo ngapain kesini gue tanya.” ulang Wooseok sambil menatap lekat pada Jinhyuk yang rambutnya tidak serapi tadi akibat tingkahnya barusan, beberapa helai anak rambutnya jatuh di dahi membuat Wooseok gregetan ingin membenarkannya.
“Gua mau ketemu sama lo...”
Jinhyuk akhirnya membuka suara dengan nada berat, dia menghembusakan napas dalam sambil mengusap wajahnya. Pandangannya membalas tatapan lekat dari kedua bola mata bulat milik Wooseok yang tidak terhalang kacamata.
“Gua kangen sama lo, Kim Wooseok.”
Sebaris kalimat yang diucapkan oleh Jinhyuk berhasil membuat Wooseok berdebar, kalau dia tidak menyangka akan kedatangan Jinhyuk ke rumahnya. Maka, kalimat tersebut lebih lebih sangat tidak disangka olehnya bisa keluar dari bibir Jinhyuk.
Mereka memang baru berpisah empat hari, namun rutinitas dan kebiasaan selama tiga bulan ini yang membuat mereka bersama setiap hari sedikit banyak membuat keduanya merasa hampa dan kehilangan.
Bagi Jinhyuk, tidak ada lagi Wooseok yang membangunkan paginya dan mengurus segalanya hingga menemaninya makan dan segala perhatian kecilnya. Dan bagi Wooseok, tidak ada lagi ocehan tuan muda yang menyebalkan atau tingkah kekanakannya, namun hal itu membuatnya merasa senang dengan hanya berada di sisinya.
“Kenapa?” bisik Wooseok lirih.
Jinhyuk mengangkat bahunya ringan sambil menarik kedua sudut bibirnya untuk membuat senyum simpul, “Gua kangen sama lo, Wooseok. Makanya gua datang kesini. Gua mau lihat lo dan... gua nyesel banget kehilangan lo.” katanya.
“Wooseok.. maaf udah buat lo pergi gitu aja.”
Sebelum melanjutkan ucapannya Jinhyuk berdehem kecil, kemudian tungkainya melangkah pelan mendekati Wooseok, menatap lebih dekat sosok mungil itu yang sedang manatapnya tidak mengerti.
Jinhyuk menunduk sedikit dan manatap lurus pada kedua bola mata Wooseok yang sangat indah menurutnya.
“Kalau gua minta lo buat stay, apa lo bisa? Karena sekarang gua mau lo stay. Jangan pergi, Wooseok.”
Pertanyaan dan permintaan itu diucapnya dengan pelan, dia melembutkan tatapannya yang mungkin baru pertama kali Wooseok lihat dari seorang Lee Jinhyuk.
Sungguh, tidak ada nada dan tatapan menyebalkan khas Jinhyuk sama sekali, sedikitpun. Mirisnya justru terdengar sedikit putus asa.
Jinhyuk meminta dengan serius, Jinhyuk meminta dengan paling tulus kepada Wooseok.
Jangan pergi Wooseok, jangan pergi dari sisinya.
Setiap helanya seperti meminta kepada Wooseok yang masih terdiam tidak percaya dan belum memberikan respon.
Tidak sampai dua menit kemudian tubuh Jinhyuk sedikit terhuyung ke belakang saat Wooseok memeluknya dan menyembunyikan wajahnya di dada Jinhyuk. Kedua tangannya memeluk erat tubuh jangkung Jinhyuk dan meremas bagian belakang kemejanya. Jujur saja Jinhyuk kaget dengan tingkah Wooseok, namun dia langsung membalas pelukannya.
Jinhyuk membawa tubuh Wooseok kembali ke dalam rengkuhannya untuk yang kedua kali.
Sebuah isakan berhasil terdengar oleh Jinhyuk dan otomatis membuatnya panik, “Kenapa malah nangis?” tanyanya sambil mengusap-ngusap punggung sempit Wooseok yang dibalut kemeja berwarna pastel yang tampak begitu menggemaskan sejak tadi pertama Jinhyuk melihatnya di ruang tamu.
Sebuah gelengan pelan dari Wooseok dan remasan di punggungnya membuat Jinhyuk menghela napas kecil dan mengulas senyum tipis. Dia mengecup lama puncak kepala Wooseok dan mengelusnya dengan sangat lembut tanpa berkata apapun.
“Jinhyuk...” bisik Wooseok sambil terisak pelan dengan suara yang teredam di dada bidang Jinhyuk. “Hmm?” tangan Jinhyuk masih mengelus rambut Wooseok yang memang begitu halus dan wangi.
“Makasih udah minta gue buat stay. Gue... jadi punya alasannya buat tetap sama lo. Lo gak tahu sulitnya gue yang harus pamit buat pergi...” lanjutnya susah payah dengan suara tercekat di tenggorokan dan kembali terisak pelan dengan bahu yang bergetar.
Hati Jinhyuk mencelos mendengarnya. Dia merasa sedikit sesak, dia sangat tidak menyangka Wooseok ternyata sama sepertinya. Pemuda mungil ini juga sama merasa sulit mengucap perpisahan yang tidak dinginkannya, bisakah Jinhyuk simpulkan begitu?
Jinhyuk mengangguk cepat dan mengeratkan pelukannya, berkali-kali menggumamkan kata maaf karena sudah terlambat untuk meminta.
“Gua gak mau lo pergi, seok. Jangan pergi, gue mau sama lo, dengan waktu yang lama. Gak sesingkat ini.”
Kalau ditelaah, baik perkataan Jinhyuk ataupun Wooseok bukan sewajarnya hubungan dari seorang bodyguard dan tuan mudanya, tentu saja siapa pun tahu hati mereka seakan meminta lebih, tanpa sadar.
Wooseok melonggarkan pelukannya setelah beberapa saat sambil mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air mata serta menyisakan isakan kecil yang keluar dari bibir mungilnya. Di bagian depan kemeja Jinhyuk tercetak jelas basah bekas air matanya.
Saat ini Wooseok tidak bisa membohongi perasaannya, dia sungguh merasa lega saat mendengar langsung dari Jinhyuk yang memintanya untuk tinggal. Itu adalah satu-satunya keinginannya saat ini. Sebaris kalimat yang meyakinkanya untuk tidak pergi karena Wooseok masih ingin tinggal.
Tanpa melangkah sedikitpun dari sisi seorang Lee Jinhyuk.
Tangan Jinhyuk terulur untuk menangkup kedua pipi Wooseok dan menghapus air matanya dengan begitu hati-hati seperti takut sedikit saja dia sembarangan maka bisa membuat Wooseok merasa sakit. Ini pertama kalinya Jinhyuk memegang wajah Wooseok dan pipinya begitu lembut serta halus, “Jangan nangis, please.” bisiknya.
Wooseok tidak malu menangis di depan Jinhyuk karena ini bukan pertama kalinya, dia juga sedang tidak berusaha bersikap tangguh di depan Jinhyuk kali ini, toh Jinhyuk mengetahui cerita dibalik segala sikapnya.
Cerita yang tidak Wooseok bagi ke sembarang orang, jauh di dalam hatinya berarti Wooseok sudah menaruh percaya kepada Jinhyuk.
“Jinhyuk.. makasih.” bisiknya tulus dengan mata yang masih berkaca-kaca menatap Jinhyuk dengan senyum hangat walaupun habis menangis dan tangan Jinhyuk masih berada di kedua pipinya.
“Gua yang harusnya bilang makasih, Wooseok.”
Wooseok merasakan begitu lembutnya kedua ibu jari Jinhyuk yang mengusap kedua pipinya, “Makasih udah mau kembali. Makasih udah mau tetap di sisi gua.” bisiknya kemudian.
“Eh, bentar dulu. Cowok tadi siapa sih? gebetan lo?”
Wooseok sedikit tertawa mendengar nada Jinhyuk yang tiba-tiba berubah ketus sambil menurunkan tangannya dari kedua pipi Wooseok.
“Namanya Jaehyun. Kenapa emangnya, Jinhyuk? kata Uyon lo kemarin kayak cacing kepanasan pas gue upload foto dia.”
Jinhyuk mendecih sebal mendengar perkataan Wooseok, batinnya memaki Seungyoun tanpa tahu malu, “Uyon sialan, ember bocor.” gumamnya yang langsung membuat Wooseok mencubit pinggangnya dan membuat Jinhyuk mengaduh keras.
“Jangan kayak gitu sama Uyon. Lo harusnya berterimakasih sama dia. Dia udah bantuin lo.” katanya dan membuat kening Jinhyuk berkerut dalam, “Bantuin gua gimana?”
“Bantuin dengan cara dia, udah lo gak perlu tahu. Intinya Uyon baik.” Jinhyuk malas berdebat dan dia hanya mengangguk singkat, “Nanti gua bilang makasih.” ujarnya lalu netranya kembali menatap Wooseok sambil menyipit tajam.
“Jadi si Jaehyun itu beneran gebetan lo?”
“Kepo banget. Kenapa? lo cemburu?”
Tangan Jinhyuk diangkat kembali untuk memegang bahu Wooseok dan sedikit meremasnya, “Iya gua cemburu. Lo gak boleh deket-deket sama dia!” katanya tanpa ragu sambil menatap Wooseok sungguh-sungguh. Namun, Wooseok hanya menghela napas terlihat santai sekali mendengar ucapan Jinhyuk.
“Lo inget, kita itu cuma bodyguard dan tuan muda... jadi lo gak berhak ngatur-ngatur kehidupan-”
“Yaudah kita pacaran aja sekalian.” potong Jinhyuk yang berhasil membuat Wooseok mengerjapkan matanya dan merapatkan bibirnya.
“Lo gak nyadar? kita ini kayak pasangan putus yang baru balikan, pake segala nangis-nangisan terus gua mohon-mohon sama lo buat balik ke gua.”
Wooseok menggigit bibirnya dan sedikit membenarkan ucapan Jinhyuk barusan.
“Emang lo suka sama gue?” Wooseok berisik pelan sambil menatap Jinhyuk ragu, “Lo suka sama gua, kan?” Jinhyuk balik bertanya pada Wooseok yang membuat Wooseok menepis tangan Jinhyuk di bahunya. Dia berdecak sebal dan menjauh dari hadapan Jinhyuk untuk berjalan ke tepi balkon, meninggalkan Jinhyuk yang mengekorinya lewat pandangan. Ditanya kok malah nanya balik!
“Gatau.. tapi gue gak mau ninggalin lo. Gue mau jagain lo, Jinhyuk.” jawabnya sambil membelakangi Jinhyuk yang menatap punggungnya.
“Lo pernah bilang, lo mau jagain orang yang lo sayang.” balas Jinhyuk, “Gua terlanjur nyaman sama lo, seok. Gua minta lo balik gak cuma buat jagain gua. Gua mau lo di sisi gua karena gua sayang sama lo.”
Wooseok berbalik dan menatap Jinhyuk dengan senyum tipis tanpa mengatakan apapun, hatinya terasa tersentuh mendengar perkataan Jinhyuk. Perutnya seperti tergelitik penuh kupu-kupu dengan debar yang tidak bisa dihindarinnya.
Jinhyuk kembali melangkah untuk mendekati Wooseok, selama ini dia hanya diam di tempat dan tertinggal jauh oleh ego nya sendiri yang selalu menang. Biar kan kali ini hatinya yang memimpin, untuk kebahagiaannya, untuk perasaannya kepada Wooseok.
Diambilnya tangan lentik Wooseok dan ditautkan jemarinya mereka untuk saling mengisi, sungguh terasa hangat dan pas. Senyum Jinhyuk terlihat saat menatap tangan mereka dan menunjukkan kepada Wooseok.
“Kata orang kalau pas kayak gini tandanya jodoh.”
Tidak bisa ditahan, Wooseok memutar bola matanya mendengar ucapan ngaco Jinhyuk, “Ngawur!” katanya yang dibalas kekehan ringan oleh Jinhyuk. Walaupun berbicara seperti itu, tapi toh Wooseok tidak ada usaha sedikitpun untuk melepaskannya. Dia menikmatinya.
Jinhyuk tersenyum tipis dan memajukan wajahnya untuk mengecup lembut kening Wooseok, “Yang kali ini lo lagi bangun dan gak pura-pura tidur saat gue cium.” katanya sambil menjauhkan wajah dan berhasil membuat Wooseok tersipu dengan pipi yang secara samar menampilkan rona kemerahan.
“I know people are temporary. But please just this once, be my permanent.”
Jinhyuk berucap lirih menatap Wooseok yang terdiam cukup lama sambil membalas tatapannya. Dia seperti sedang mencari kesungguhan di setiap kata dan sorot mata Jinhyuk.
Hingga kemudian lengkungan senyum indah di paras manis Wooseok serta genggaman erat di tangannya berhasil membuat Jinhyuk menarik kedua sudut bibirnya.
In the end, we all just want someone that chooses us. Over everyone else. Under any circumstances.