weishin one-shot
Dunia ini sudah ruwet menurut Lee Jinhyuk, masalah ini itu yang kadangkala datang secara bersamaan sudah cukup membuatnya menghela napas berat berkali-kali tak terhitung. Ia mengurut kening sambil menyandarkan punggung tegangnya di sandaran kursi serta menatap kosong ke arah langit-langit ruang kerjanya yang tampak membosankan.
Di luar dunia pekerjaan, Jinhyuk masih disibukkan dengan desakan kedua orang tuanya mengenai hubungan jangka panjang yang kerap kali ditanyakan. Tanpa mengenal waktu setiap ada kesempatan pasti mereka selalu membawa topik tersebut diantara obrolan-obrolan yang terjadi.
Lagi, lagi dan lagi rasanya kepala Lee Jinhyuk akan pecah kalau ingat hal tersebut. Terlalu menumpuk isi pikirannya saat ini untuk tetap bertahan di kantor saat jarum jam sudah menunjuk ke arah angka empat lebih sepuluh.
Sebelum benar-benar bangkit dari kursinya, ia kembali mengeluarkan hela napas panjang.
Menyambar tas kerjanya di atas meja serta jas yang tergelak pasrah serta kusut di sandaran kursi tanpa dipakainya lagi hanya di sampirkan di lengan kirinya, kini Jinhyuk mulai melangkah pergi dengan tergesa ingin meninggalkan kantor berharap keruwetan di kepalanya segera lenyap.
Sebuah bunyi notifikasi terdengar nyaring sesaat sebelum Jinhyuk benar-benar menghidupkan mobilnya. Ada decak samar namun dibarengi dengan gelengan kepala lengkap dengan ujung bibir yang ditarik ketika ia membuka pesan di ponselnya.
Sepersekian detik, raut kusut itu berubah menjadi cerah.
Rupanya, tanpa berpikir dua kali arah pulang Lee Jinhyuk berhasil dirubah, bukan rumah melainkan sebuah kafe yang berada di lingkungan kampus.
Jam pulang kantor memang memusingkan, macet tentu saja resmi masuk ke dalam daftar keruwetan yang dirasakan oleh Jinhyuk hari ini hingga akhirnya ia bisa bernapas lega setelah menghentikan mobil di sebuah halaman parkir yang tidak begitu luas di samping taman.
Kemeja putihnya tampak kusut di bagian lengan yang digulung, namun pria dua puluh sembilan tahun itu tampak tidak terlalu perduli karena saat ini ia justru sibuk melangkahkan kaki panjangnya melintasi taman dan menyebrangi jalan menuju sebuah kafe yang tampak jelas di sebrang.
Suara decit kaca terdengar saat Jinhyuk mendorong pintu membuat beberapa pasang mata yang kebanyakan anak muda meliriknya sekilas. Namun, ia tidak terlalu menanggapi karena sekarang kedua netranya sibuk memindai seisi kafe mencari seseorang yang menjadi alasannya mengubah arah pulang.
“Mas Wooseok di atas.”
Jinhyuk menoleh saat mendengar suara dari arah samping, ia lantas tersenyum sambil menepuk pundak anak tersebut yang terlihat memakai seragam kafe berwarna coklat tua.
“Tahu aja kamu, Han.”
“Iya nyari siapa lagi coba Mas nya celingukan gitu.” balas Yohan sambil mengedikan kepalanya ke arah tangga, di tangannya ada nampan berisi gelas kosong yang baru saja dia bawa dari meja di dekat jendela.
“Suruh naik aja, tadi udah nitip pesan.”
“Oke, Saya ke atas ya.” pamitanya melanjutkan langkah menaiki tangga yang berada tepat di samping meja kasir, ia juga sempat mengangguk pada anak yang menyapanya di belakang meja.
“Halo juga, Minkyu. Semangat ya rame tuh.” ujarnya yang langsung dibalas acungan jempol, “Siap, Mas Jinhyuk!”
Di lantai dua terdapat satu lorong yang terdiri dari dua ruangan saling bersebrangan, satu dijadikan ruang staff yang tertulis di pintu dan satu lagi milik Wooseok selaku Manajer.
Di ketukan ke-dua kali pada pintu yang tertutup, Jinhyuk akhirnya mendapat jawaban dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk.
Ada sosok yang tampak sibuk dengan laptop di balik meja kerjanya yang kemudian mengangkat wajah untuk menatap sang tamu, senyumnya terlihat tipis ketika bersitatap dengan Jinhyuk yang berjalan mendekat ke arah mejanya.
“Kusut banget muka kamu.” bukan sapaan mengenakan, Jinhyuk justru langsung mendengar kalimat tersebut yang membuatnya terkekeh pelan lalu duduk di kursi depan meja.
“Iya nih, biasalah kerjaan. Masih sibuk kamunya, Seok?”
Wooseok menggelengkan kepala lalu bersandar di kursinya, “Enggak kok, sebentar lagi beres cuma lagi ngecek sesuatu aja buat laporan ke Kakakku.” katanya, dan Jinhyuk mengangguk paham, ia tahu kakak Wooseok adalah owner kafe ini dan sudah sejak tahun lalu Wooseok yang mengambil alih untuk mengurus semuanya.
“Kamu belum makan?” tanya Wooseok sambil melepas kacamatanya dan di letakan di atas meja. Menatap Jinhyuk yang terlihat menimbang sebelum menjawab.
“Kelihatan banget, ya? Memang belum sih tadi nggak sempat.” Jinhyuk tertawa, “Bukannya kamu nyuruh aku kesini memang buat traktir makan di bawah atau aku yang kepedean nih?”
Wooseok ikut tertawa, “Enggak kok, sekalian ada perlu aja.”
Kim Wooseok ini adalah salah satu teman semasa kuliah Jinhyuk dulu yang masih sering bertemu hingga sekarang karena hubungan mereka terbilang sangat dekat.