[XIX]

Jinhyuk masih ingat ucapannya kemarin saat ia berbicara pada Wooseok, betapa beruntungnya ketika membayangkan saat ia bangun tidur dan Kim Wooseok sudah menjadi miliknya.

Realita ucapannya benar terasa saat ini, saat dirinya membuka mata dan menemukan sosok Wooseok yang masih terpejam di pelukannya, Jinhyuk merasakan rasa asing dalam dirinya, bahagianya berbeda.. ah indahnya dunia, indahnya bangun di pagi hari ini. Ini seperti mimpi.

“Selamat pagi.. sayang.” bisiknya sambil mengecup lembut pipi Wooseok. Jinhyuk betah berlama-lama, hanya terdiam sambil memandangi wajah Wooseok. Pagi harinya akan seperti ini terus, ia akan terbiasa.

Tanpa berniat membangunkan sang suami, Jinhyuk dengan perlahan melepaskan pelukannya, beruntung Wooseok tidak terganggu dalam tidurnya, dia tampak nyaman berpindah posisi menjadi tengkurap dengan kepala memiring ke arah kiri. Dibenarkannya lagi selimut yang sempat tersingkap untuk menutupi tubuh Wooseok.

Jinhyuk membuat lengkung indah di wajahnya, tersenyum hingga ke matanya sebelum berlalu ke kamar mandi, ia perlu membasuh muka. Jinhyuk sempat melirik jam dinding di atas tv, masih pukul setengah tujuh pagi.

Setelah Jinhyuk keluar kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar dan rambut bagian depannya sedikit basah, ia berjalan untuk mengambil ponselnya yang berada di atas meja, tergeletak pasrah tidak jauh dari ponsel milik Wooseok.

Jinhyuk mengecek beberapa pesan, kebanyakan ucapan selamat yang kemarin bahkan tidak sempat ia baca, hingga pesan masuk dari Ibu berada di deretan paling atas notifications.

abang gak usah turun buat sarapan, nanti sarapannya di kamar aja.

beberapa keluarga ada yang pulang pagi, tapi gak usah pamit. ibu bilang jangan ganggu pengantin baru.

hari ini ibu mau main, mau jalan-jalan. abang santai aja, gak usah nyariin.

gak keluar kamar seharian juga gapapa. wajar.

Sambil menggelengkan kepalanya, Jinhyuk tertawa pelan, Ibunya itu ada-ada saja, apalagi ditambah beberapa emoticons menggelikan, apa yakin ini ponsel Ibu tidak sedang dibajak oleh adiknya?

Setelah membalas pesan Ibunya, Jinhyuk berjalan ke arah balkon, membuka sedikit pintunya agar ia bisa keluar. Udara dingin Lembang pagi hari membuatnya bergidik namun ini sangat menyegarkan.

Dari lantai lima tempatnya menginap terlihat pemandangan hijau yang menyejukkan mata, oh ia juga baru memperhatikan terlihat pula lapangan golf di ujung sana.

Sebenarnya kamar ini bukan yang ditempati oleh Jinhyuk dan Wooseok di malam sebelumnya, kamar ini benar-benar baru. Setelah beberapa menit menyegarkan badan, Jinhyuk kembali ke dalam kamar dan tidak lama sarapan mereka pun datang, Ibu memang paling pengertian.

Wooseok sedikit terganggu dengan suara tv juga samar-samar suara orang yang sedang berbicara. Serta aroma kopi langsung tercium oleh hidungnya.

Sambil mengucek matanya yang susah sekali terbuka, Wooseok meregangkan tubuhnya. Badannya terasa pegal-pegal karena kecapekan, apalagi pundak dan kakinya.

Wooseok menggumam tidak jelas sambil bangun untuk duduk, tubuhnya bersandar di headboard, tangannya memeluk bantal dengan erat dan menarik selimut semakin tinggi. “Dingin.” katanya.

Kepalanya mengedar, pantas saja dingin, pintu yang menuju ke balkon terbuka walaupun sedikit. Ada Mas Jinhyuk yang sedang berdiri di sana, sedang berbicara lewat telepon.

Senyum Wooseok perlahan terbit, yang kemarin bukan mimpi, ia benar-benar sudah menikah.. dengan Mas Jinhyuk.

“Selamat pagi.. Mas Jinhyuk.”

Jinhyuk tersenyum begitu kembali masuk ke dalam kamar. Menyimpan ponselnya begitu saja di meja kecil di samping tempat tidur.

“Sudah bangun? Selamat pagi, sayang.” balasnya sambil mengecup kening Wooseok yang masih duduk bersandar di headboard.

“Maaf aku kesiangan, ya?” cicit Wooseok malu, Jinhyuk mengusak puncak kepalanya lalu duduk di tepi tempat tidur. “Gapapa, masih jam tujuh. Cuci muka dulu. Habis itu sarapan.”

“Wow, gak perlu turun ke bawah? Hehe.” Wooseok melirik meja di depan sofa, sudah ada makanan disana.

Jinhyuk berdiri, menarik tangan Wooseok untuk bangun, “Gak perlu, kata Ibu gak usah keluar kamar juga gapapa.”

Namun, rupanya ucapan Jinhyuk langsung membuat wajah Wooseok kembali memerah dan tentu saja Jinhyuk langsung tertawa melihatnya, ia hanya menggelengkan kepala lalu mendorong tubuh Wooseok untuk masuk ke kamar mandi.

“Jangan lama, ya. Mas lapar.”

“Siap, bos.” sahut Wooseok dibalik pintu kamar mandi.

Hanya butuh lima menit, Wooseok sudah tampak segar, muka bantalnya sudah lebih cerah setelah terkena air. Wooseok langsung menghampiri Jinhyuk yang sudah duduk di sofa sambil meminum kopinya.

“Dingin banget.” gumam Wooseok, ia menaikan kedua kakinya ke atas sofa. Tangannya langsung mengambil secangkir teh hangat yang ada di atas meja. Memasukan gula kemasan sedikit yang disediakan dan meminumnya secara perlahan.

Jinhyuk hanya memperhatikan sambil mengulas senyum.

Keduanya lalu sarapan dengan berbagai topik obrolan yang mengisi, kebanyak tentang hari bahagia mereka kemarin.

Sangat berbeda dengan tadi malam, suasana pagi ini tampak santai dengan berbagi tawa dihiasi wajah memerah Wooseok sesekali yang kembali terlihat dan gombalan Jinhyuk yang membuat Wooseok sakit perut dan meleleh sekaligus.

“Aku ini minum teh manis, gulanya pakai gombalan Mas Jinhyuk udah cukup. Giung banget.”

Jinhyuk hanya tertawa mendengar ocehan Wooseok, tangannya terulur untuk mengusak gemas kepala yang lebih muda.

“Yang lain pada ngiri tahu kak, kamu harusnya bersyukur.”

Wooseok mengangkat bahunya sambil terkikik, “Iyaaaaa.. Mas Jinhyuk kan cuma punya aku.” katanya sambil memeluk lengan Jinhyuk dengan manja. Lalu kepalanya bersandar di bahu Jinhyuk, senyumnya kembali terlihat saat tangan Jinhyuk merangkulnya, mengusap lengannya dengan sayang.

“Aku udahan makannya. Kenyang.”

Mengiyakan, Jinhyuk mengangguk pelan, dia sendiri memang yang lebih dulu selesai makan. Tubuhnya bersandar di sofa dengan Wooseok di rangkulannya. Menonton acara tv di pagi hari.

Wooseok menggigit bibirnya, ia melirik jam dinding, masih jam delapan lewat sepuluh menit. Mereka belum mandi, perut sudah kenyang. Ia mau tidur lagi saja, masih ngantuk. Lagipula ini hari Minggu, waktunya untuk malas-malasan, kan?

Ah, orangtuanya barusan memberi tahu akan pulang ke rumah. Sedangkan, orangtua Jinhyuk baru akan pulang nanti sore karena memilih untuk liburan terlebih dulu. Kalau teman-teman Jinhyuk katanya pulang nanti siang.

Jinhyuk dan Wooseok sendiri rencananya akan menginap sampai besok, walaupun kata orangtua disuruh tiga hari. Sungguh alasannya membuat wajah Wooseok seperti kepiting rebus, biar cepat punya cucu katanya.

Namun, keduanya sepakat menolak, mereka memilih untuk tinggal di rumah Wooseok selama tinggal di Bandung sebelum nanti pulang ke rumah Jinhyuk.

“Mas Jinhyuk..”

“Hmm?”

“Pintu balkonnya gak ditutup? dingin.” rengek Wooseok sambil menggoyangkan lengan Jinhyuk yang sedang merangkulnya. Jinhyuk bangun dari duduknya, berjalan ke arah pintu balkon yang terbuka sedikit dan langsung menutupnya. “AC nya mau dimatikan sekalian?”

“Gak usah, mas. Gapapa.”

“Sudah? Apalagi?” Jinhyuk bertanya sambil kembali duduk di sofa. Wooseok menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, “Udah. Aku mau tidur lagi aja.”

“Habis makan tidur?”

“Ya terus ngapain lagi? Ke bawah juga mau ngapain, Mas Jinhyuk...”

“Olahraga misalnya, kak.”

Wooseok terdiam sebentar. Oh Tuhan, sejak kapan Mas Jinhyuk begitu menyebalkan, lihat itu alisnya yang naik turun sambil tersenyum. Hah, tidak mempan, cukup tadi malam Wooseok terbatuk dengan godaan Mas Jinhyuk nya.

“Mas Jinhyuk kayak om-om, sumpah.”

Jinhyuk tergelak tanpa tersinggung melihat Wooseok yang langsung berdiri dan kabur ke tempat tidur. “Ngajak olahraga kok disebut kayak om-om sih?” tanyanya sambil masih tertawa.

Bodoamat. Mas Jinhyuk sedang mengerjainya seperti semalam, Wooseok tahu itu. Ia menutup tubuhnya sendiri dengan selimut untuk bersembuyi. Dipastikan wajahnya sudah memerah di dalam sana.

“Ya sudah, mas mau mandi duluan, ya.”

Wajah Wooseok menyembul untuk mengintip, melihat Jinhyuk yang sedang berjongkok di depan koper sedang mengambil baju.

Gak ada ahlak, Mas Jinhyuk sempat tersenyum miring padanya tepat sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.

“Argh...!!!”

Wooseok sibuk menendang-nendang selimut menggunakan kakinya, belum ada dua hari dia menikah dengan Mas Jinhyuk, kesehatan jantungnya sudah diragukan. Sialan!


“Mas Jinhyuk...”

“Hmm.”

Saat ini Mas Jinhyuk kesayangannya sedang tidur di pahanya, Wooseok sendiri duduk bersandar di headboard.

Tadi, setelah Jinhyuk selesai mandi, Wooseok juga langsung mandi. Malu sendiri, masa dia belum mandi padahal Mas Jinhyuk sudah wangi walaupun hanya memakai baju santai, kaos hitam polos dan celana jeans pendek. Wooseok sendiri seperti biasa memakai sweater oversize andalannya kali ini berwarna ungu dan juga celana pendek.

Niat awalnya untuk tidur lagi sepertinya harus ditunda, lebih baik ia menikmati waktu berdua seperti ini. Tangan lentiknya menyisir dengan lembut setiap helai rambut Jinhyuk.

Jinhyuk terdengar mendengus lalu melempar sembarangan ponselnya di atas tempat tidur. Dia memilih memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan Wooseok di kepalanya yang sangat menenangkan.

“Kenapa, mas?”

“Biasa, habis lihat Byungchan dan ocehannya di grup.”

Wooseok menggigit bibirnya mendengar nama Byungchan, ia kembali teringat pesan yang semalam. Mana tadi Sejin juga mengirimnya pesan sekaligus memberitahu dirinya pulang dan diantarkan oleh Yein ke stasiun.

Sejujurnya Wooseok menghela napas lega saat semalam Jinhyuk menyuruhnya tidur karena dia memang lelah sekaligus demam panggung. Mas Jinhyuk seakan mengerti ketakutannya, beruntung sekali Wooseok punya suami yang sangat pengertian.

”..Mas.”

Jinhyuk memiringkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya ke perut Wooseok masih sambil memejamkan matanya, pergerakannya membuat Wooseok menahan napas sesaat. Wooseok mendadak menjadi bak anak polos yang tidak tahu apa-apa. Dirinya dilanda gugup.

“Kenapa, kak?” tanya Jinhyuk saat merasakan tangan Wooseok yang tidak lagi bergerak mengusap kepalanya.

“Biasakan, kalau ada apa-apa tolong dibicarakan. Komunikasi adalah kunci.”

Wooseok meringis lalu mengangguk pelan mendengar perkataan Jinhyuk. Dia menggigit bibirnya lagi, “..yang semalam.” mulainya.

Masih memejamkan matanya, Jinhyuk menikmati kembali usapan tangan Wooseok sambil mendengarkan.

“Maaf.” cicit Wooseok sangat pelan.

Tidak langsung memberikan balasan, Jinhyuk malah menelusupkan wajahnya ke perut Wooseok, tangannya sudah melingkari pinggang kecil Wooseok dengan mudah.

“Gak perlu minta maaf-”

“Gak tahu kenapa aku gugup banget semalam. Makasih Mas Jinhyuk udah ngerti.” potong Wooseok cepat membuat Jinhyuk terkekeh di perutnya.

“Jangan terlalu dibuat pusing. Kita sama-sama asing dalam hal ini, sayang.” Jinhyuk perlahan membuka matanya dan bangun untuk duduk, tepat berhadapan dengan Wooseok.

Helaan napas pendek dengan tawa geli terdengar dari bibir Jinhyuk, tangannya mengusap pipi Wooseok dengan lembut. Dia memajukan wajahnya hingga tepat di samping Wooseok. “Asal tahu aja. Mas juga aslinya gugup, cuma lihat kamu malah lucu, kentara banget demam panggungnya.” bisiknya.

Wooseok menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil merajuk, sumpah dia merasa seperti abg baru mengenal cinta, malu sama deretan mantan-mantannya yang cukup banyak. Tapi, dia juga tidak bisa bohong pada dirinya sendiri, ia memang gugup semalam, pikirannya sudah menjalar kemana-mana.

Wooseok bisa mendengar sisa tawa Jinhyuk sambil menarik tubuhnya untuk direngkuh. Wooseok hanya menurut, tangannya langsung membalas pelukan Mas Jinhyuk tanpa ragu. Menyandarkan kepalanya di dada bidang Mas Jinhyuk dengan nyaman.

Pagi ini, dirinya sudah jauh lebih santai, kecanggungannya dengan Jinhyuk perlahan mulai berangsur menghilang berkat candaan-candaan Jinhyuk sejak tadi sarapan, seakan sengaja begitu cara Jinhyuk untuk menyairkan suasana. Wooseok kembali menjadi dirinya yang apa adanya, yang tanpa sungkan akan merengek manja pada Mas Jinhyuk nya.

Jinhyuk merubah posisi duduknya, sekarang ia yang bersandar di headboard dengan Wooseok yang berada dalam pelukannya.

“Mas..”

Jinhyuk merespon dengan memberikan ciuman di puncak kepala Wooseok.

Wooseok tersenyum malu, wajahnya menengadah untuk menatap Jinhyuk. Mata indah tanpa kacamata bulat andalannya itu menatap Jinhyuk sambil mengerjap lucu membuat Jinhyuk mengerang gemas dan mengusakkan hidungnya dengan dengan hidung Wooseok.

“Jangan lucu-lucu kayak gini, kamu gak kasihan sama hati mas? meleleh nih lama-lama, kak.”

Wooseok tertawa lagi, tuh kan gombalan Mas Jinhyuk membuatnya sakit perut!

“Mas Jinhyuk...” tangan Wooseok perlahan mengusap pipi Jinhyuk lalu menciumnya dengan lembut. Jinhyuk hanya terdiam sambil menarik kedua sudut bibirnya, sungguh manis sekali suaminya ini.

Setiap Wooseok menyebut namanya, terdengar begitu indah. Seperti candu.

“Mas Jinhyuk, suami aku paling wangi.” bisik Wooseok lirih sambil mencuri kecupan. Jinhyuk hanya membiarkan, toh dia menikmatinya. Toh tidak ada lagi batasan yang dulu selalu ia jaga. Sekarang mereka sudah resmi di mata hukum dan agama. Sekarang, Kim Wooseok miliknya, seutuhnya.

Jinhyuk merapikan anak rambut Wooseok yang mengahalagi dahinya dengan lembut, menatap setiap inci wajah suaminya dengan penuh kekaguman. Tidak pernah ia mencintai seseorang sebegitu dalamnya seperti ini, Kim Wooseok belahan jiwanya.

Jinhyuk megusap bibir ranum Wooseok dengan ringan, seringan kapas tanpa benar-benar menyentuhnya membuat Wooseok merenggut lucu merasa dikerjai dan Jinhyuk hanya terkekeh, tangannya menjawil hidung Wooseok sambil menikmati protesan Wooseok yang menurutnya amat menggemaskan.

“Kim Wooseok...” ucap Jinhyuk menggantung sambil mendekatkan wajahnya, “..kamu yang paling indah.” bisiknya dengan bibir yang nyaris menyentuh bibir Wooseok.

Wooseok tersenyum senang mendengarnya, ia memejamkan matanya sesaat sebelum membalas, tangannya mencengkram erat kaos Jinhyuk di kedua sisi pinggangnya, tatapannya lurus menatap Jinhyuk, “Aku.. sekarang.. mas.” gumamnya tidak jelas membuat Jinhyuk menjauhkan wajahnya bingung.

“Apa?”

Wooseok menggigit bibirnya, kenapa Mas Jinhyuk mendadak bodoh sih, gak peka! kan gue malu huhu.

“Kak?”

Tanpa menjawab, Wooseok langsung memeluk leher Jinhyuk dan menyembunyikan wajahnya yang sudah panas di ceruk leher Jinhyuk, “Huhu, mas aku malu!!!”

“Kenapa malu?”

”...yang semalam.. kita.” cicitnya.

“Tunggu, ini maksudnya kamu sudah gak demam panggung lagi?” tanya Jinhyuk dan ia langsung meraskan anggukan pelan dari Wooseok, “Hum.”

“Haha.. dasar.”

Wooseok semakin merengek malu saat ditertawakan, “Mas Jinhyuk ih!”

Jinhyuk meredakan tawanya sambil menumpu dagunya di pundak Wooseok, Jinhyuk terdiam sesaat sebelum menanggapi, “Mas gak pernah maksa, jangan karena merasa terpaksa ya, kak. Mas mau kita-”

Wooseok langsung menggelengkan kepalanya, tangannya mengusap pelan pundak Jinhyuk. Ia tidak suka mendengar nada suara Jinhyuk yang seperti itu. Ia berbicara dengan sadar, sungguh. “Aku gak merasa terpaksa, Mas Jinhyuk.” potongnya.

Wooseok melepaskan pelukannya, tangannya memegang wajah Jinhyuk dengan lembut agar pandangan mereka bersitatap, meyakinkan dengan pandangan Wooseok tersenyum simpul dan malu-malu. “Aku gak merasa terpaksa, sungguh.” ulangnya.

Jinhyuk membalas tatapan Wooseok, mencari kejujuran di bola mata indahnya. Jinhyuk sungguh menghormati Wooseok, ia tidak menginginkan Wooseok merasa tidak nyaman dengan apa yang barusan diucapkannya. “Kamu serius?”

Wooseok mengangguk.

Jinhyuk menarik kedua sudut bibirnya, mengusap lembut pipi Wooseok. “Kim Wooseok..” bisik Jinhyuk lirih sebelum mengangkat pinggang Wooseok ke pangkuannya dan memulai pertautan mereka, di pagi hari.