[XV]
“Dasar gak peka! Masa gitu doang gak ngerti sih! Payah banget. Ngeselin!”
Wooseok terus mengulangi apa yang sedang dia gumamkan daritadi. Ponselnya sudah dilemparkan sembarangan ke atas bantal setelah membalas pesan dari Jinhyuk tadi, mengakuinya. Tubuhnya juga dihempaskan di atas tempat tidur, pandanganya sibuk menatap langit-langit kamar yang berwarna putih.
Sebenarnya Wooseok tidak marah, hanya kesal dengan Jinhyuk yang seperti lupa sama dirinya.
Jinhyuk memang sibuk belakangan ini, dia sering pergi dengan Ayahnya. Rupanya si sulung keluarga Lee itu sudah benar-benar mulai membiasakan dirinya dengan peran yang sempat dihindarinnya bertahun-tahun. Bagaimana pun, dia tetap penerus keluarga Lee.
Darah memang tidak bisa berbohong.
Belum lagi kesibukan Jinhyuk di kampus. Tugas akhirnya seperti dikebut, proyek dosennya dikejar target. Dia bersama tiga teman satu dosen pembimbingnya termasuk Hangyul sering kali mengerjakan sampai malam.
Jam makan siang pun lebih sering Jinhyuk habiskan dengan teman-temannya, lagi-lagi Wooseok harus makan dengan yang lain. Paling sering dengan adiknya dan Seobin. Seungwoo pun sama saja dengan Jinhyuk, bahkan sudah sibuk jauh lebih dulu. Seungyoun? entahlah anak sultan itu dalam dua minggu ini hanya beberapa kali Wooseok bertemu dengannya.
“Resort?” gumamnya tanpa sadar, “Nginep lagi gak sih?”
Jinhyuk tidak bilang apapun tadi.
Pikiran Wooseok terganggu dengan ketukan di pintu kamarnya. Dengan cepat dia berdiri dan berjalan untuk membukanya. Dan bibir mungilnya langsung mengerucut begitu melihat sosok Jinhyuk yang terlihat santai memakai kaos pendek berwarna putih dan celana jeans hitam, dia tersenyum lebar, “Hi.” sapanya tanpa dosa.
“Kak Jinhyuk lama banget.”
“Maaf, macet. Lagian kalau kamu gak muter-muter dulu di chat pasti- aduh!”
Jinhyuk mengusap-usap bahunya yang barusan ditabok oleh Wooseok. Maung kalau udah ngamuk-ngamuk begini nih, batinnya.
Langkahnya mengikuti Wooseok yang masuk kembali ke dalam kamar. Sebelumnya tentu saja Jinhyuk langsung menutup pintu, takut-takut ada hal diinginkan yang nanti terlihat oleh orang lain, Yohan lagi mungkin? bisa kacau dunia persilatan jika dia mengoceh lagi di twitter seperti waktu itu.
Kim Wooseok masih mencebikkan bibirnya ketika berbalik dan menatap Jinhyuk. Tangannya dilipat di depan dada dan mata bulatnya menyipit tajam.
“Nyebelin.” katanya dengan nada merajuk.
Oh ayolah, Jinhyuk sudah disini dan tadi Wooseok bilang katanya dia kangen. Memang, pacarnya ini sangat suka sekali menguji kesabaran dan ketabahan seorang Lee Jinhyuk. Untungnya stok sabar dia untuk Wooseok masih menggunung.
Tapi, sekarang rasanya pingin tak hih beneran, sumpah demi Tuhan!
Sambil mendengus kecil Jinhyuk mendekat dan mencubit pipi Wooseok yang mengembung. Diunyel-unyel sama dia.
“Gemes banget gue tuh gakuat. Pangeran kiciw dasar!”
“Sakit, kakak!”
Mendengar protesan Wooseok yang merengek, Jinhyuk semakin gregetan dibuatnya. “Kamu! Udah aku gak ngerti lagi suka banget ngadi-ngadi sampai ngebingungin tahu gak sih.”
“Ya maaf. Kamu juga lupa sama aku.”
“Mana ada lupa sih, sayang. Kan aku selalu ngabarin kalau gak bisa nganterin kamu pulang.”
“Ya tetep aja!”
Wooseok menghentakan kakinya kesal dengan wajah ditekuk. Jinhyuk ini ngerti gak sih. Wooseok sampai sering banget ngode tapi pasti ujung-ujungnya gak ada hasil. Dia cuma mau ketemu. Jadi pajangan saat Jinhyuk sibuk ngedraft pun gapapa, bakal dia temenin. Gak bakal dia gangguin juga, Wooseok ngerti kok.
“Yaudah katanya mau jalan, ayo.”
Wooseok mengambil ponselnya yang berada di atas tempat tidur lebih dulu sebelum berjalan ke arah pintu dan memasukkan ke dalam saku celananya. Namun, sebelum tangannya berhasil meraih handle pintu, tangan Jinhyuk lebih dulu terulur untuk menahan pintu dari arah belakangnya.
“Apalagi? katanya keburu siang.” Sambil berbalik Wooseok menatap Jinhyuk yang tangannya masih menahan pintu tepat di samping kepalanya, tampak seperti mengurungnya.
Satu sudut bibir Jinhyuk ditarik samar saat menangkap getar gugup di kedua bola mata Wooseok yang seperti biasa terhalang kacamata bulatnya.
“I hate you.” gumam Wooseok ketika melihat seringai Jinhyuk yang menyebalkan dengan jarak sedekat ini. Dia tidak suka karena segala tingkah Jinhyuk saat ini membuat jantungnya harus bekerja dengan extra.
Tanpa menanggapi ocehan Wooseok. Jinhyuk justru malah tertawa renyah dan membuka tangannya. “Orang kangen harusnya dipeluk bukan diomelin, pangeran.”
Sambil berdecak pelan dan kembali menggerutu, Wooseok langsung berhambur memeluk Jinhyuk. Bahkan hingga ia harus berjinjit agar bisa leluasa memeluk tubuh jangkung pacarnya itu.
“Kesel sama Kak Jinhyuk 20% pokoknya!”
“80% sisanya?”
“Kangen.” bisik Wooseok sambil secepat kilat mengecup pipi kiri Jinhyuk.
Jinhyuk makin tertawa saja dibuatnya. Gemes banget tingkah Wooseok.
“Bisa dangdut juga kamu, seok. Pake persenan segala.”
Mendengarnya Wooseok malah memeluk semakin erat dan memejamkan matanya, kangen Kak Jinhyuk banget.
“Biarin.”
“Iya iya, maaf ya. Aku beneran sibuk banget. Besok-besok kamu temenin aku ngedraft gapapa deh. Biar jadi makin semangat.”
“Huum.”
Jinhyuk tersenyum kecil ketika merasakan kepala Wooseok yang mengangguk di bahunya. Tangannya mengusak lembut kepala Wooseok sambil menciuminya.
Kangen banget sama si kiciw satu ini.
“Ketemu om kamu jam berapa?” Wooseok melepaskan pelukannya setelah beberapa saat dan menatap wajah Jinhyuk. Raut wajahnya terlihat jauh berbeda dari tadi, tampak lebih lembut.
“Jam 3.”
Tangan Jinhyuk masih memeluk pinggangnya, mengelusnya pelan di atas sweater berwarna biru pudar yang sedang dikenakan oleh Wooseok. Tangan Jinhyuk memang terkadang kurang ajar membuat Wooseok tanpa sadar menahan napas.
“Kak Jinhyuk, mau ngapain?” netranya menatap bingung, namun rasa penasarannya tidak bisa ditampik. Menatap lekat pada iris mata Jinhyuk.
Jinhyuk langsung mengunci pintu kamar sebelum menarik tangan Wooseok ke sofa dan menyalakan tv dengan volume dikencangkan.
“Takut digerebek Yohan.” katanya asal.
Wajah Wooseok memerah saat Jinhyuk menarik tangannya lembut agar duduk menyamping di atas pahanya. Pinggangnya sudah kembali dipeluk oleh Jinhyuk hingga membuat jarak mereka semakin sempit. Jinhyuk tersenyum lembut menatapnya. Dengan posisi seperti ini wajah Wooseok lebih tinggi dari Jinhyuk dan ia tanpa susah payah harus mendongak.
“Kenapa duduknya kayak gini?” bisik Wooseok gugup.
Jinhyuk memajukan wajahnya hingga dagunya ditumpu di atas bahu Wooseok. Tercium wangi shampoo Wooseok yang sangat wangi oleh Jinhyuk karena jarak mereka yang sangat dekat.
Puncak hidungnya bahkan hampir menyentuh pipi Wooseok yang menoleh ke arahnya, dikecupnya dengan lembut pipi halus itu.
“Gapapa. Aku kangen banget, serius.”
Jinhyuk bisa melihat Wooseok yang mengangguk kecil. Tengkuknya sedikit meremang karena napas hangat Jinhyuk yang mengenai lehernya. Rona kemerahan di pipinya semakin terlihat nyata.
“Nanti mau nginep, kak?”
Sambil masih tersenyum Jinhyuk menaikan satu alisnya, “Kamu mau, seok?” dia malah balas bertanya tidak yakin. Awalnya Wooseok mengerjap kaget ditanya seperti itu oleh Jinhyuk, lagi-lagi dia menggigit bibirnya untuk berpikir sambil kedua tangannya sibuk memainkan kukunya.
Dilema.
Kalau jawab iya nanti terkesan ngebet, kalau enggak tapi gak ada salahnya toh besok hari Minggu. Lagipula mereka sudah lama tidak bertemu.. Wooseok mau menghabiskan waktu dengan Kak Jinhyuk.
Melihat tingkah Wooseok yang seperti itu, Jinhyuk sekarang malah tidak fokus sama obrolan mereka. Matanya malah sibuk liatin bibir Wooseok yang seperti sedang menggodanya.
Wooseok seakan tahu kemana arah pandang Jinhyuk sekarang. Dia memutar bola matanya, “Mesum!” ujarnya.
“Sorry...” Jinhyuk menjauhkan wajahnya dan kembali menatap mata Wooseok dengan mengulas senyum sumbang. “Lagian udah tahu lagi kayak gini malah digigit-gigit begitu bibirnya. Bikin salah fokus aja.”
“Aku kan lagi mikir, Kak Jinhyuk!”
“Iya iya, Your Majesty.” Jinhyuk terkekeh gemas sambil menjawil puncak hidung Wooseok dengan telunjuknya.
“Your Majesty apasih.”
“Jadi, gimana? mau nginep?” Jinhyuk kembali bertanya sambil merapikan anak rambut Wooseok yang berada di samping telinganya. Senyum masih terpatri jelas di wajahnya. Kedua matanya seakan dimanjakan bisa menatap paras Wooseok yang dirindukannya sedekat ini.
Lalu satu alisnya kembali terangkat menunggu jawaban Wooseok. “Mau apa enggak, yang?”
”...boleh.”
“Serius?”
“Iya, Kak Jinhyuk.”
Jinhyuk mengangguk dengan senyum lebar hingga matanya menyipit. “Aku aja yang izin ke Papa kamu nanti.”
“Papa gak ada di rumah. Ke Mama aku aja.”
“Wah, gampang banget, dong.” katanya senang. Mama Wooseok memang lebih bersahabat, tidak setegas Papanya yang pasti akan bertanya dari a sampai z sebelum berangkat nanti.
Wooseok mengangguk, mata bulatnya menatap gugup lagi pada Jinhyuk. “...nanti sekamar lagi?” ia kembali bertanya sangat pelan hingga Jinhyuk harus benar-benar memasang telinganya.
“Waduh.” responnya cepat.
“Bebas sih, aku gimana kamu aja. Tapi, aku janji gak bakal ngapa-ngapain kamu. Aku belum berani ngadep Ayah atau Papa kamu kalau ada apa-apa. Mungkin nanti kalau udah jadi “orang,” sekarang masih belum ada bekal buat apa-apa. Lulus aja belum. Sekali dicoret dari kartu keluarga juga aku langsung jadi gelandangan.”
Wooseok cuma bertanya satu hal tapi jawabnya malah kemana-mana. “Pisah kamar aja!” putusnya dengan nada kesal. Siapa juga yang minta diapa-apain. Orang cuma nanya, cukup jawab iya atau enggak, gitu.
Tangan Jinhyuk menahan pinggangnya saat Wooseok akan berdiri, malah mengeratkan pelukan. Kening Wooseok berkerut bingung menatap Jinhyuk dengan mata mengerjap-ngerjapkan yang begitu menggemaskan.
“Apasih? aku mau bangun. Ayo berang-”
“Seok, aku mau nyium kamu boleh, gak? Aku takut gak fokus sampai nanti kepikiran di jalan.” potong Jinhyuk tanpa basa-basi.
Memang sudah bisa ditebak akal bulus pangeran satu ini. Tukang gas bukan kaleng-kaleng.
Wooseok terdiam sebentar dan Jinhyuk masih menunggu, entah mengapa dia meminta izin dulu, biasanya juga langsung sikat. Yang seperti ini malah membuatnya ragu untuk menjawab.
Jinhyuk memilih melepaskan pelukannya, dan terkekeh melihat Wooseok yang terdiam. “Bercanda, meng. Udah, siapin baju gih. Bawa buat ganti. Aku turun duluan buat minta izin sama Mama kamu.”
Namun, bukannya bangun dari pangkuan Jinhyuk, tangan Wooseok malah memegang bahunya. Dengan wajah yang memerah Wooseok menatap langsung mata si dominan. “...boleh.. tapi sebentar aja..” gumamnya malu-malu.
“Terus nanti pas lihat sunset kamu harus udahan kerjanya. Aku mau ke pantai.”
“Ya ampun, siap. Apapun buat yang terhormat Tuan Pangeran Kim Wooseok.”