[XVIII]
Kalau tadi sore Wooseok merasa deg-degan sebelum acara pernikahannya, maka malam ini dia beneran terserang demam panggung.
Oh Byungchan dan Sejin sialan! gara-gara mereka, pikiran Wooseok jadi semakin melantur kemana-mana.
Wooseok masih sibuk menggerutu sambil berbalas pesan dengan Sejin, “Main uno katanya? yang benar aja. Masa main uno sih, Sejin! ini lagi Byungchan kenapa ngomong gini segala.”
“Kamu kenapa?”
Kaget yang beneran kaget, Wooseok mengerjap saat tiba-tiba mendengar suara Jinhyuk. Ia tergagap hingga ponsel yang sedang dipegangnya tergelincir jatuh ke pahanya.
Kepalanya diangkat untuk menengadah, menatap sosok Jinhyuk yang baru saja keluar dari kamar mandi. Suaminya itu tampak segar dengan rambut yang masih basah, tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Bisa Wooseok lihat beberapa tetes air yang turun mengenai dahinya, lalu ke lehernya, ada juga yang langsung menetes ke bahu lebarnya yang berbalut piyama lengan panjang berwarna hitam.
“Hah?”
Jinhyuk mengerutkan keningnya saat mendengar respon Wooseok yang bengong sambil menatapnya. “Kamu kenapa? ngedumel kayak tadi, kak?” ulangnya sambil mendekati Wooseok yang duduk di pinggir tempat tidur.
“Oh.. gapapa, mas. Udah kan mandinya?”
“Sudah.”
Tanpa menunggu lama, Wooseok buru-buru bangun sebelum Jinhyuk mendekat. Menyimpan ponselnya begitu saja di atas kasur. Ia lalu berjalan ke arah kopernya yang di letakkan di sisi lain kamar tidur, mengambil piyama kotak-kotak yang berada ditumpukan paling atas tanpa pikir panjang.
Secepat mungkin berjalan ke kamar mandi tanpa menoleh ke arah Jinhyuk yang menatapnya bingung sambil tetap mengeringakan rambutnya dengan santai. Aneh. Kak Ushin kenapa deh?
Di dalam kamar mandi, Wooseok menatap pantulan dirinya di depan kaca wastafel yang cukup lebar. Riasannya sudah dihapus daritadi. Di depannya terlihat sosok dirinya yang terlihat capek namun tampak bahagia, hari ini benar-benar hari terbaik dalam hidupnya, tidak diragukan lagi.
Namun, tiba-tiba wajahnya memanas, pesan Byungchan dan Sejin kembali terbayang.
kalau udah halal ya beda lagi
emang lo mau diterkam kayak singa?
“Heh teman sialan! bikin gue panik aja!!!!” geramnya tanpa sadar. Wooseok menghela napas panjang berusaha tenang, “Calm down, Shin. Inhale... exhale....” gumamnya sambil mempraktikkan apa yang ia ucapkan sendiri.
“Udahlah, mandi dulu aja. Urusan itu belakangan.”
Setelah hampir dua puluh menit Wooseok di kamar mandi-entah sengaja dilama-lamain atau memang mandinya lama-ia sudah tampak jauh lebih segar, air hangat seakan membuat otot tubuhnya yang tadi tegang karena lelah kembali relax.
Tangannya mendadak ragu saat akan membuka pintu kamar mandi, jujur hatinya sungguh dilanda harap-harap cemas. Apa dirinya saja yang terkenan demam panggung seperti ini? kenapa Mas Jinhyuk terlihat santai sejak tadi mereka masuk ke dalam kamar hingga tadi saat dia keluar kamar mandi? Apa disini dirinya saja yang seperti amatir? tapi kan Mas Jinhyuk juga.. pertama kali..
Sialan kan! otaknya semakin melantur.
“Kok lama banget?”
Kepala Wooseok mendadak pening saat mendengar Jinhyuk yang bersuara, Mas Jinhyuk nya terlihat sedang duduk di atas sofa sambil.. makan dan menonton tv? serius? kok bisa santai banget sih! batinnya heran.
“Maaf...” cicit Wooseok pelan. Jinhyuk hanya mengangguk.
“Mas makan apa?” tanya Wooseok kemudian.
“Oh iya ini karena kamu lama, mas keluar dulu. Eh, di depan ketemu anak-anak, jadinya beli martabak. Enak kak, martabak Bandung. Kamu mau? sini.” katanya sambil menepuk-nepuk sampingnya, menyuruh Wooseok mendekat.
Wooseok melirik jam dinding yang berada di atas tv. Hampir tengah malam, boro-boro dia bisa makan saat perasaannya tidak karuan seperti ini.
Dengan langkah pelan, Wooseok mendekati Jinhyuk dan duduk di sampingnya, tangannya mengecek ponselnya sebentar yang sempat ia ambil tadi di atas kasur dan Wooseok bisa melihat notifications dari Sejin dan teman-temannya.
Tanpa dibuka, ponselnya langsung disimpan di atas meja di depannya. Pasti pikirannya akan semakin terkontaminasi yang tidak-tidak kalau nekat dibaca.
“Enggak, makasih. Aku gak lapar.”
“Padahal enak, sedikit aja. Nih..” Jinhyuk menyodorkan sepotong martabak manis dengan tumpukan keju dan kismis diatasnya ke depan mulut Wooseok, “A...”
Melihat Jinhyuk yang menyuapinya, jiwa bucin Wooseok sedikit tergugah, dengan senyum tipis ia kemudian membuka mulutnya, hanya satu gigitan kecil ia mencicip. Enak sih.
“Kenapa makan martabak?”
“Adanya martabak...” jawab Jinhyuk sedikit menggantung sambil menyuap sisa martabak hasil gigitan Wooseok yang masih dia pegang. Dia menarik satu sudut bibirnya lalu berbisik dengan tidak tahu malu.
”...makan kamu juga boleh sih.”
Uhuk
Wooseok yang masih mengunyah langsung terbatuk mendengar celetukan Jinhyuk.
“Hei, hati-hati dong, sayang.” Jinhyuk langsung membuka air mineral yang ada di atas meja, memberikannya pada Wooseok yang masih terbatuk. Tangannya dengan pelan menepuk-nepuk punggung Wooseok.
“Kamu tuh, makan martabak aja bisa keselek begini, gimana sih, kak.”
Ingin rasanya Wooseok menampol wajah tampan Mas Jinhyuk nya. SALAH SIAPA KALAU NGOMONG SUKA ASAL HUHU BIKIN PANIK AJA, batinnya menjerit.
“Sudah?” Jinhyuk bertanya khawatir saat Wooseok memberikan botol minum tadi kepadanya. Dengan pelan Wooseok mengangguk, “Udah.” bisiknya lirih.
Terdengar helaan napas lega Jinhyuk sambil menutup kembali air minum yang dia terima dari Wooseok, lalu disimpan lagi di atas meja.
Tubuhnya sedikit miring untuk duduk menghadap Wooseok, kakinya dibuat bersila di atas sofa. “Beneran?” tanyanya memastikan, tangannya kembali ke punggung Wooseok dan mengusap-ngusap dengan lembut.
Wooseok mengangguk, tapi langsung memukul paha Jinhyuk cukup keras hingga Jinhyuk mengaduh, “Kamu sih! kalau ngomong tuh dipikir dulu makanya, Mas Jinhyuk!” Wooseok berkata dengan nada merajuk sekaligus kesal.
“Apanya? Kamu keselek gara-gara ucapan mas?”
Ditanya seperti itu malah membuat Wooseok terdiam, wajahnya kembali terasa panas, skak mat. Jinhyuk ini paling bisa membuatnya mati kutu. Memangnya Wooseok makanan hingga dia mau “makan” Wooseok segala!
“Enggak, enggak tau! Udah ah aku mau tidur. Ngantuk.”
Wooseok merenggut, ia berdiri dari duduknya sambil menghentakan kaki kesal, mirip anak kecil. Jinhyuk hanya terkekeh sambil mengangkat wajahnya, menatap Wooseok.
“Ya sudah, istirahat. Pasti hari ini kamu capek banget.”
Wooseok menundukkan wajahnya menatap Jinhyuk penasaran. “Mas, gak tidur?” tanyanya pelan.
Haduh, ini malam pertama bukan sih. Kok santai banget. Wooseok langsung menggelengkan kepalanya, lagi-lagi terbayang pesan Sejin dan Byungchan.
“Iya, ayo tidur. Mas ke kamar mandi dulu, cuci tangan.” Jinhyuk ikut berdiri, tubuh jangkungnya menjulang di samping Wooseok. Tangannya merangkul Wooseok menuju tempat tidur lalu dia berlalu ke kamar mandi.
Lagi, Wooseok merasa demam panggung. Habis ini apa? habis Jinhyuk keluar kamar mandi nanti ngapain? Astaga Kim Wooseok! Tanpa sadar Wooseok memukul-memukul kepalanya sendiri, “Bego bego bego..” gerutunya.
“Kenapa lagi?”
Tuh kan, dua kali dia tidak sadar akan kedatangan Jinhyuk.
“Gapapa. Uhm.. aku ngantuk mau tidur.” Wooseok buru-buru naik ke tempat tidur, membenahi bantal di sisi sebelah kanan.
“Itu lampu tidur di meja samping kamu dinyalakan, sayang. Mas matiin lampu ini, ya.”
Lagi-lagi Wooseok merasa tidak karuan saat Jinhyuk mematikan lampu utama hingga sekarang suasana kamar hotel ini tampak tamaram.
Haduh, kenapa suasananya begitu mendukung sih!
Dasar Kim Wooseok , jelas-jelas ini kamar pengantin, apalagi tercium harum bunga dan lilin aromatherapi yang entah kenapa saking gugupnya semakin terasa tajam baunya. Double sialan.
Jinhyuk sudah berbaring di sisi kiri tempat tidur begitupun Wooseok di sisi kanan. Mereka sama-sama terdiam menatap langit-langit kamar. Tangan Wooseok saling bertautan di atas perutnya, lewat ekor matanya ia bisa melihat Jinhyuk yang menggunakan tangannya yang dilipat menjadi bantal di bawah kepalanya sendiri.
Hingga beberapa menit belum ada yang membuka suara, suasana kelewat sepi tiba-tiba membuat mereka merasa canggung. Biar bagaimana pun ini pertama kalinya mereka tidur satu ranjang dengan status baru. Bahkan Wooseok takut detak jantungnya bisa terdengar oleh Mas Jinhyuk.
Kemana perginya Wooseok yang selalu clingy dan merengek manja bila berdekatan dengan Mas Jinhyuk kesayangannya? Sejak masuk ke kamar ini, Wooseok mendadak diam sibuk dengan pikiran-pikirannya sendiri.
“Kak..”
Wooseok merasakan telapak tangan milik Jinhyuk yang mengusap lembut kepalanya.
Haduh, Mas Jinhyuk mau ngapain? huhu, batinnya ketar-ketir. Demi Tuhan, lo baru diusap-usap doang Kim Wooseok!!!
Wooseok memiringkan kepalanya ke samping, dilihatnya Mas Jinhyuk yang sudah tidur menyamping ke arahnya. Tangannya masih betah mengusap kepala Wooseok dengan sayang, jangan lupakan senyum tipisnya. Walaupun suasana tamaram, tapi Wooseok masih bisa melihatnya dengan jelas.
“Ke-kenapa mas?”
Tawa Jinhyuk langsung terdengar, dalam dan geli. Tangannya dari kepala Wooseok berpindah untuk menjawil hidung Wooseok gemas.
“Tidur, gak usah mikir aneh-aneh. Mas tahu nih..” kali ini ujung telunjuk Jinhyuk mengetuk kening Wooseok pelan, “..disini pasti sudah numpuk pikiran macam-macam, sampai bikin kamu ruwet sendiri.”
Tangan Jinhyuk kali ini mengusap pipi halus Wooseok, dia memberikan senyumnya yang menenangkan, matanya tidak lepas untuk menatap lurus ke dalam mata Wooseok.
“Kamu tuh kelihatan banget daritadi panik. Kayak mau diapain aja.”
Pipi Wooseok memerah, malu. Kan emang mau diapa-apain, gimana sih Mas Jinhyuk! huhu mati ajalah gue, sungguh malam ini batin Wooseok banyak bicara sekali rasanya.
Usapan lembut Jinhyuk di pipinya secara ajaib membuat dia merasa tenang. Satu tangannya terangkat untuk menggenggam tangan Jinhyuk yang masih mengusap pipinya. Bibirnya mungilnya sedikit mengerucut.
“Ya maaf, habisan...” Wooseok tidak melanjutkan ucapannya, habisan kok aku doang yang panik kamu enggak, lanjutnya dalam hati.
“Peluk..” cicitnya kemudian, tidak nyambung dengan ucapannya barusan.
Jinhyuk terkekeh, mendekatkan tubuhnya untuk merengkuh tubuh Wooseok, “Sini, sayang. Bilang dong daritadi. Mas sampai bingung, kamu kok tumben diam aja.”
Wooseok tersenyum malu mendengarnya, ia menelusupkan wajahnya di dada Jinhyuk dengan nyaman sambil memejamkan matanya, merasakan kecupan-kecupan Jinhyuk di puncak kepalanya, meraskan usapan lembut tangan Jinhyuk di punggungnya, mulai sekarang inilah rumahnya, rumahnya adalah pelukan hangat suaminya, Mas Jinhyuk.
“Tidur, kak.” bisik Jinhyuk sambil mengeratkan pelukannya, satu tangannya dijadikan bantal untuk kepala Wooseok. Wooseok mengangguk pelan, ia juga merapatkan pelukannya. Memeluk dengan leluasa tubuh Mas Jinhyuk nya.
Tidak bisa dipungkiri dirinya teramat lelah hari ini, dan usapan lembut dari tangan Jinhyuk di kepala dan punggungnya membuat kantuknya semakin cepat menjemput.
“Selamat tidur, Mas Jinhyuk.” bisiknya lirih. Jinhyuk menundukkan wajahnya sesaat, mencuri kecupan di bibir mungil Wooseok yang disambut senyum tipis dengan mata sayu yang mulai mengantuk.
“Selamat tidur, sayang. Tidur yang nyenyak.”
“Iya, Mas Jinhyuk... suami aku. Hehe.”
Jinhyuk tertawa rendah mendengar Wooseok yang berucap malu-malu sambil menyembunyikan wajahnya.
“Tidur, mas tahu kamu capek. Mas juga sama capeknya. Jangan mikirin macam-macam. Tubuh kita butuh istirahat.”
Tangan Jinhyuk menarik selimut yang membungkus tubuh mereka hingga sebatas bahu Wooseok, udara khas Lembang ditambah pendingin ruangan seakan berpadu membuat tubuh mereka semakin merapat guna menghalau dingin yang terasa.
“Besok harus bangun pagi.”
“Ngapain? mager ah.” disisa sadarnya yang mulai ditarik kantuk Wooseok bertanya.
“Kelon.”
Jawaban singkat Jinhyuk membuat Wooseok membuka matanya lagi, ia memukul pelan dada suaminya itu, panik. “Diem jangan diomongin! nanti aku malah gabisa tidur huhu..”
“Aku gak kuat, aku lemah besok mau kelon, aw! sakit Kak Ushin. Kok malah dicubit sih.”
“Biarin, Mas Jinhyuk rese banget. Huhuhu.”
“Haha.. iya maaf, lagian kamu tegang banget sih, kak.”
Wooseok tidak menjawab, ia malah semakin ndusel dengan gumaman tidak jelas karena suaranya teredam. Malu sampai ubun-ubun.
Selang beberapa menit, Jinhyuk masih terjaga dari tidurnya, ia hanya ditemani oleh suara jam dinding yang terdengar jelas di kamar mereka.
Tangannya masih setia mengusap penuh sayang setiap helai rambut halus Wooseok, sesekali ia akan menciuminya, menghirup harumnya yang menenangkan sambil memejamkan matanya.
Ini bukan mimpi. Seseorang tidur dengan tenang di pelukannya, napas teraturnya terasa hangat menerpa dadanya. Jinhyuk sedikit menundukkan wajahnya, mengintip paras Wooseok yang sedang tertidur pulas, tampak kelelahan.
Jinhyuk tidak akan susah payah menahan senyumnya, karena ia detik ini tersenyum sangat lebar walaupun hanya menatap wajah pulas yang menurutnya sangat lucu dengan bibir yang sedikit terbuka.
Ini bukan pertama kalinya Jinhyuk melihat Wooseok tertidur, namun entah mengapa malam ini wajah tenang Wooseok berkali-kali lebih indah. Mungkin karena malam ini si pemilik wajah ini sudah menjadi miliknya seutuhnya.
Jinhyuk akan melihat wajah ini sebelum ia memejamkan mata di malam hari dan setiap ia membuka mata setiap pagi, seumur hidupnya, semoga, itu harapannya.
Selamanya, pemandangan ini adalah kebahagiaannya. Memandang wajah tenang dan damai Wooseok ketika tidur akan menjadi obat lelahnya setiap hari.
Tangan Jinhyuk masih mengelus dengan lembut puncak kepala Wooseok, pikirannya kembali teringat saat tadi bertemu dengan teman-temannya.
“Kak Ushin demam panggung lho, nyuk. Gue tadi dm-an sama dia.”
Jinhyuk mengerutkan keningnya, dengan bodoh bertanya, “Maksud lo, gimana?”
Seungwoo terlihat mendengus pelan, “Noob emang beneran lo, bener kata Kukun!”
“Bro, namanya aja yang pertama. Lo pasti paham lah. Emang lo gak panik?”
Jinhyuk mengangkat bahunya, “Sumpah, kepo banget anjir kalian.”
“Anying!” Hangyul meninju pelan lengan Jinhyuk, “Bukan gitu, beda orang beda pemikiran. Kalau lo siap, belum tentu suami lo begitu.. apalagi kata si Byungchan dia kena demam panggung. Haha”
Byungchan mengangkat telunjuknya, “Heh lo awas main kasar! Lo kan berprinsip, gak akan melewati batas sebelum halal. Nanti mentang-mentang udah halal langsung hajar aja. Kasian Kak Ushin kiciw gitu lo kasarin. Nanti kayak si Bella badannya biru-biru.” Byungchan dan segala ocehan ajaibnya membuat Jinhyuk kesal.
Jinhyuk mendengus kasar, “Lo pikir gue penjahat kelamin? Lo pikir gue vampir? Udahlah vulgar amat anjir ngurusin urusan ranjang gue lo pada!”
Maka, ketika tadi Wooseok terbatuk panik saat Jinhyuk menggodanya, Jinhyuk sudah tahu apa yang dipikirkan Wooseok. Beneran anaknya demam panggung.
Kekehan kecil terdengar dari bibir Jinhyuk, dia menunduk kembali untuk melihat wajah damai Wooseok yang tertidur.
“Ada-ada aja. Kak Ushin dasar.” katanya sambil mengecup gemas kening Wooseok.
Tolong ingat, niat awal Jinhyuk untuk menikah, ia yang begitu tulus menyayangi Wooseok, ingin menjaganya. Walaupun Jinhyuk hanya manusia biasa, lelaki dewasa dengan kebutuhannya, namun itu tentu saja bukan point utamannya disini.
Jinhyuk mengecup pelipis Wooseok sebelum menutup matanya malam ini, menutup hari dengan perasaan lega luar biasa, hari ini niat awalnya sejak memantapkan hati untuk meminang Wooseok terlaksana dengan sangat lancar.
Hari ini, ia tidur dengan senyum dan perasaan sangat bahagia sambil memeluk orang yang begitu dicintainya.