[XX]
⚠️ mature content! 🔞 read on your own risk
Sudah tidak bisa Wooseok bayangkan sendiri, entah semerah apa wajahnya saat ini. Ini bukan ciuman pertama mereka tentu saja, Wooseok masih ingat ciuman memabukkan yang ia terima terakhir kali ditengah-tengah last dance kemarin hingga mereka menjadi pusat perhatian semua orang yang ada disana.
Namun kali ini berbeda, sangat berbeda.. sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan ini. Hanya ada dirinya dan Mas Jinhyuk di atas tempat tidur. Dan pertautan ini akan menuju ke hal yang lebih intim lagi, sungguh baru memikirkannya saja Wooseok sudah pening.
Wooseok mengetahui prinsip Jinhyuk yang tidak pernah melewati batas ketika mereka masih berpacaran, hanya sebatas ciuman singkat tanpa berlanjut ke tahap yang lebih.
Kali ini berbeda, status mereka sudah jelas, dirinya sudah menjadi milik Jinhyuk, begitu pun sebaliknya. Tidak ada lagi yang perlu diragukan, tidak ada lagi yang perlu dibatasi dan ditahan, mereka berhak memiliki satu sama lain.
Jinhyuk yang pertama memutuskan pertautan mereka, menjauhkan bibirnya dari bilah bibir Wooseok yang tampak basah dan memerah, membuat satu benang saliva terbentang dari mulut keduanya. Jinhyuk mengusapnya pelan sambil tersenyum dan dia memberikan waktu bagi Wooseok untuk mengambil napas.
Tangan Jinhyuk memegang pinggang Wooseok yang masih duduk di pangkuannya, dirinya sendiri masih bersandar di headboard. Tubuh mungil Wooseok begitu ringan bagi Jinhyuk, dengan posisinya sekarang, wajah Wooseok berada beberapa senti di atasnya dengan tangan yang masih setia melingkar di lehernya.
Mereka tidak ada yang bicara, hanya saling menatap dengan senyum yang tidak bisa disembunyikan. Wooseok menggelengkan kepalanya, tertawa kecil sambil menyatukan kening mereka saat melihat alis menyebalkan Jinhyuk yang naik turun mencoba untuk menggodanya dan tatapan itu.. yang sialnya membuat dia berkali-kali lebih tampan.
Wooseok pusing, Mas Jinhyuk nya benar-benar tidak berahlak!
“Stop it! Mas Jinhyuk kayak om-om mesum!”
Jinhyuk tergelak dibuatnya. “I love you too, Kak Ushin.” balasnya tidak nyambung membuat Wooseok memutar bola matanya jengah sebagai bentuk pertahanan diri dari salah tingkahnya. Jinhyuk tidak tahu saja di dalam hati Wooseok sibuk membucin sambil meneriakan template andalannya.
Tangan Jinhyuk perlahan mengusap pinggang Wooseok dengan seduktif, naik ke punggungnya, ke lengan atasnya hingga kembali ke tengkuknya dan menangkup kedua pipinya. Mencumbunya kembali, Jinhyuk membuat Wooseok melenguh panjang dengan tangan yang meremas rambutnya penuh frustasi.
Kecupan-kecupan kecil Jinhyuk hadiahkan di seluruh wajah Wooseok, dari mulai dahi, kedua matanya yang tepejam rapat, puncak hidungnya, pipi yang merona indah, dagu, tulang rahang, hingga ke titik sensitif di telinganya. Disana ia berulangkali membisikkan kata cinta, berjuta kali memuja.
Jinhyuk menelusupkan hidungnya di leher Wooseok, terpejam, menghirup dengan rakus, menikmati feromon milik Wooseok yang membuatnya semakin tidak berdaya, ini manis dan memabukkan.
Kepala Wooseok menengadah, merasakan gelenyar aneh yang terasa panas di pusat tubuhnya, memberikan akses pada Jinhyuk untuk mengecup di sepanjang leher hingga collarbone bahkan ke bahunya, menyingkap bagian atas sweater yang mulai dirasa mengganggu.
Keduanya memang masih berpakaian lengkap.
Dengan kembali memagut ranum milik Wooseok, tangan Jinhyuk secara perlahan menyusup ke dalam sweater kebesaran milik Wooseok, mengusap perut ratanya dengan pelan membuat Wooseok sedikit terkesiap disela ciumannya, ia bisa merasakan tangan dingin Jinhyuk di kulitnya.
“Mas..”
Jinhyuk berhenti, netranya memandang Wooseok seakan meminta izin. “Boleh?” dan sambil menggigit bibirnya gugup Wooseok mengangguk.
Jinhyuk menelan ludah tanpa sadar, anggukan Wooseok bagai lampu hijau untuknya, bagai izin kalau Wooseok sudah seutuhnya menyerahkan, mempercayakan bukan hanya tubuhnya tapi seluruh hidupnya kepada Jinhyuk.
Begitu sweater itu terlepas dari tubuhnya, bonus dilempar sembarangan oleh oknum yang berstatus suaminya, Wooseok semakin merasakan wajahnya yang berkali-kali memanas di bawah tatapan Jinhyuk, mengingat tubuh bagian atasnya sudah tidak ditutupi apapun.
“Kim Wooseok..” bisik Jinhyuk dengan suara parau yang dalam, perlahan dengan hati-hati Jinhyuk merebahkan Wooseok di tempat tidur.
Sepasang netra itu sibuk menatap betapa indahnya Kim Wooseok saat ini, ah tidak, Kim Wooseok selalu indah di mata Jinhyuk. Kulit putih dan halusnya bagai candu baru, keindahan sempura bagi Jinhyuk.
Kim Wooseok miliknya.
Kepala Wooseok berpaling saat Jinhyuk juga menanggalkan kaos hitamnya, dilempar tidak kalah sembarangan bernasib sama seperti sweater Wooseok sebelumnya yang sudah tergeletak di lantai yang dingin.
Sungguh ini memalukan, ini adalah prilaku dan posisi paling intim yang pernah Wooseok lakukan dalam dua puluh enam tahun hidupnya. Tangannya bahkan tanpa sadar meremas sprei yang tidak luput dari perhatian Jinhyuk.
“Sayang...” usapan lembut Jinhyuk di pipi Wooseok seakan memberikan ultimatum agar Wooseok tidak berpaling, Jinhyuk ingin Wooseok hanya menatapnya.
Wooseok lagi-lagi menggigit bibirnya sambil membalas tatapan lekat Jinhyuk yang sudah menunduk, membuat tubuh kecilnya berada di bawah kukungan sempurna milik Jinhyuk.
Jangan sekarang, demam panggungnya tolong jangan datang lagi, sialan!
Seakan mengerti keresahan yang tergambar di wajah Wooseok, Jinhyuk tersenyum lembut, mengusap kerutan di kening Wooseok lalu mengecupnya lama, dan berakhir dengan menyatukan kening mereka lagi. Berbagi napas hangat dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bibir mereka nyaris bersentuhan.
“Aku malu.”
Jinhyuk terkekeh dengan suara serak saat mendengar bisikan lirih menggunakan nada merajuk khas Wooseok, “Takut?” tanyanya memperjelas sambil mencuri kecupan tepat di sudut bibir mungil Wooseok.
Wooseok mengangguk pelan tanpa malu, ia mencoba jujur.
“Bukan hanya kamu yang pertama, mas juga.”
Jinhyuk menatap sungguh-sungguh ke dalam mata Wooseok, jemarinya menyentuh anak rambut Wooseok yang terlihat berantakan, merapikannya walaupun hal itu percuma sesungguhnya.
Jinhyuk akan bertindak secara perlahan, membuat Wooseok merasa nyaman terlebih dulu, tentu saja.
Dia melirik jemari Wooseok yang masih meremas sprei, tangan Jinhyuk bergerak secara perlahan untuk mengambilnya, menautkan jemari mereka lalu dibawa ke bibirnya. Dikecupnya dengan sangat lembut penuh perasaan setiap buku jari lentik milik Wooseok, dengan mata dan tatapan lekat yang tidak pernah berpaling darinya.
Tahukah Jinhyuk? Jantung Wooseok sudah dibuat berdetak tidak terkendali akibat perlakuannya, jutaan kupu-kupu di perut Wooseok seakan berterbangan, sangat menggelitik hingga wajahnya kembali terasa memanas.
Kiss him thoroughly. It's not about making him scream, it's about making him forget to breath. Laugh into his mouth, inhale his sighs. Make these minutes and moments matter. Make him remember.
Dengan tempo ciuman yang diperlambat, Wooseok dibuat meleleh, ia semakin erat memeluk leher Jinhyuk yang berada di atasnya, permintaannya disambut baik, dikabulkan dengan sebuah senyuman yang Jinhyuk hadirkan disela ciuman mereka.
Setiap lumatan dan sentuhan lembut dari bibir Jinhyuk maupun tangannya seakan menyalurkan rasa agar Wooseok percaya. Lee Jinhyuk tidak akan menyakitinya, Lee Jinhyuk begitu mendambanya.
Semuanya berlalu mengikuti naluri, mereka sama-sama amatir. Sama-sama penasaran untuk hal asing yang pertama kali mereka lakukan.
Tubuh keduanya sudah bergelung polos. Sialnya mereka melakukan “kegiatan” ini di pagi hari yang amat cerah. Bukan cahaya tamaram romantis malam hari yang melengkapi, namun justru cahaya hangat matahari yang menerobos di sela gorden berwana broken white. Tapi, siapa perduli. Mereka hanya sibuk satu sama lain.
Kiss him like you've forgotten any other mouth that your mouth has ever touched. Kiss him like he's the brightest thing you've ever seen. Kiss him until he forgets how to count. Come away, ask him what 2+2 is and listen to him say your name in answer.
“Hnng...”
Lambat laun, kecupan dan lumatan halus itu berubah semakin dalam dan intents menjadi bunyi nyaring sebuah kecapan guna meninggalkan jejak kepemilikan di seluruh permukaan yang bisa dijamah.
Erangan, lenguhan bahkan rintihan mereka membuat udara terasa semakin panas, menghalau udara dingin dari pendingin ruangan yang presensinya seakan tidak berguna.
Wooseok sudah tidak sempat memikirkan malu akibat suara aneh yang dia keluarkan tanpa bisa ditahan, menyebut nama Jinhyuk disetiap helanya berulang kali. Semuanya akibat segala bentuk puja kekaguman dari seorang Lee Jinhyuk untuk setiap inci tubuhnya, untuk seluruh hatinya.
Setelah kewalahan dengan jari Jinhyuk yang membuatnya mengerang tidak tahu malu walaupun sudah ditahan dengan menggigit bibir bawahnya, sekarang kepalanya terasa semakin berputar saat merasakan hal baru yang begitu asing, ia meringis dengan napas berat hingga tanpa sadar air matanya ikut meleleh saat Lee Jinhyuk mencoba menyatu dengannya di bawah sana.
You're so tight.
You're so pretty.
You drive me crazy.
Namun, rintihan Wooseok berikutnya tidak terdengar lagi karena bibir Jinhyuk yang kembali menyapanya, membelai lembut mengalihkan perhatian. Membungkamnya, membuat suaranya hanya sampai di tenggorokan. “Maaf..” bisik Jinhyuk disela ciumannya, dengan lembut ibu jarinya mengusap ujung mata Wooseok, “Maaf membuatmu menangis, sayang.”
Wooseok bergumam tidak jelas diantara fokusnya yang sudah mulai menghilang, tubuhnya terangkat memeluk erat bahu Jinhyuk untuk berpegangan, kakinya sudah melingkari pinggang Jinhyuk atas tuntunan si dominan.
Kim Wooseok terengah, menghirup rakus oksigen dengan mulutnya, ia merasakan penuh ketika Jinhyuk sudah berada di dalamnya.
“It's okay... just... breath. I'll take it slow.”
Wooseok mengatur napasnya, mengangguk di balik bahu Jinhyuk, “Hhh... okay.” cicitnya susah payah sambil memejamkan mata. Meraskan tangan Jinhyuk yang mengusap punggung telanjangnya untuk menenangkan hingga telapak tangan lebar itu perlahan bergerak melewati pinggangnya untuk kemudian memegang his inner thigh.
Diantara perasaan menegangkan sekaligus pengalaman pertamanya, Wooseok mengulas lengkung indah di parasnya, menahan napas merasakan pundak polosnya yang dihujani kecupan menenangkan oleh Jinhyuk. “Do it. I believe in you, Lee Jinhyuk.” bisiknya lirih.
Lee Jinhyuk seakan diperintah, dia kembali mencium Wooseok dengan penuh perasaan, mempertemukan bibir mereka, mengecap manisnya yang telah menjadi candu.
“Aku mencintaimu, Kim Wooseok. Dengan seluruh hatiku. Miliku. Suamiku.”
Leave your mark on his body. Leave your mark on his heart and memory. Go deeper. Slower. Longer. Make heat where your body meet. There's passion. There's love and then there's this.