[XXI]
“Mas Jinhyuk...”
Jinhyuk hanya bergumam mendengar rengekan Wooseok dengan tangannya yang menyikut pelan perut Jinhyuk. “Bangun.” lanjutnya lagi.
Namun, Jinhyuk seakan tidak perduli. Dia kembali menggumam tanpa berniat membuka matanya, tangannya malah semakin erat memeluk leher Wooseok dari belakang. Kepalanya semakin terbenam di pundak Wooseok dan Wooseok hanya mengerucutkan bibirnya ketika punggungnya semakin rapat dengan tubuh Mas Jinhyuk. Bahkan, dirinya sudah dijadikan guling, kaki Mas Jinhyuk ikut memeluknya.
Mau berbalik pun susah, apalagi untuk bangun.
“Udah siang, udah mau jam tujuh.”
“Masih ngantuk.” balas Jinhyuk dengan suara serak khas bangun tidur. Wooseok kembali merengek, membuat Jinhyuk menghela napas dan membuka matanya yang terasa silau hingga kedua alisnya mengerut karena cahaya matahari yang menerobos dari celah gorden. Namun, tanpa berniat melepaskan pelukannya sama sekali. Tangannya malah menarik selimut yang sudah melorot di pinggangnya untuk kembali ke atas, menutupi hingga bahu Wooseok. “Dingin.” gumamnya lagi.
“Aku matiin AC nya, sebentar bangun dulu.”
“Enggak usah. Mas tahu kamu mau kabur.”
Jinhyuk kembali menutup matanya sambil mengecup pundak Wooseok sekilas sebelum mengulas senyum kecil. Wajahnya kembali dibenamkan di pundak Wooseok.
Sesungguhnya kalau saja ini masih di hotel atau setidaknya masih di Bandung, di rumah orangtuanya, Wooseok akan dengan senang hati ikut memejamkan kembali matanya bersama Mas Jinhyuk. Tidur lagi sampai siang.
Namun, masalahnya mereka sekarang tinggal di rumah Mas Jinhyuk, di rumah MERTUANYA. Mau ditaruh dimana muka Wooseok saat nanti keluar kamar kalau dia bangun siang. Apalagi Mamanya yang selalu mengoceh memberinya wejangan sejak jauh-jauh hari lalu.
Di rumah mertua harus ini lah, itu lah.
Lah ini bagaimana, orang anaknya sendiri yang susah bangun sampai jam segini. Huhu Wooseok tidak mau dicap sebagai menantu tidak tahu diri oleh Ayah dan Ibu Mas Jinhyuk. Pikirannya sudah kemana-mana.
“Mas Jinhyuk, tanggung jawab kalau nanti aku dicap buruk.”
“Iya.”
“Huhu nanti aku yang disalahin.”
“Enggak.”
“Nanti dikira menantu yang males. Padahal baru sehari tinggal disini.”
“Enggak akan, kak.”
“Mas Jinhyuk...”
Kim Wooseok dan rengekan manjanya di pagi hari sangat ramai memenuhi kamar Jinhyuk yang telah resmi sejak kemarin menjadi kamar mereka berdua.
Jinhyuk melonggarkan pelukannya dengan mata masih terpejam. Tangannya memegang pundak Wooseok lalu menariknya agar berbalik.
Jinhyuk memeluknya lagi.
Membenamkan wajah Wooseok di dadanya dan menjadikan lengannya bantal untuk kepala Wooseok. “Tidur.” katanya sambil menaruh dagunya di atas kepala Wooseok.
“Udah gak ngantuk.” balas Wooseok dengan suara yang teredam. Tangannya menarik-narik baju piyama Jinhyuk tepat di bagian punggungnya, sesekali mencolek-colek pinggangnya iseng sambil terkikik geli saat Jinhyuk menggeram kesal.
“Aku mau bangun.. bangun.. bangun..”
“Kamu gak kasihan sama suami kamu ini, kak? Kemarin nyetir dari Bandung terus langsung packing, belum lagi ngangkatin barang pas pindahan naik turun tangga dari lantai dua ke mobil.” Jinhyuk berbicara pelan sambil kembali mengeratkan pelukannya.
Benar-benar menjadikan Wooseok sebagai guling.
“Yaudah mas tidur lagi. Aku nya aja yang bangun.” Wooseok masih keukeuh dengan niatnya dan Jinhyuk yang tetap menolak. “Enggak mau, mas maunya tidur sama kamu, begini.”
Sejujurnya, Jinhyuk masih ingat perkataan Wooseok tadi malam sebelum tidur. Tapi mau bagaimana lagi, dia benar-benar masih ingin tidur, badannya terasa capek.
“Mas aku besok bangun pagi, ya?”
“Ngapain? kan weekend.”
Wooseok menggelengkan kepalanya, menatap Jinhyuk dengan serius. “Harus tetap bangun pagi, malu sama Ayah sama Ibu. Kata Mama gak boleh malu-maluin kalau di rumah mertua.”
Obrolan mereka berakhir dengan Wooseok yang merajuk karena Jinhyuk malah tertawa menanggapinya.
“Mas Jinhyuk-”
“Gak ada. Ibu ngerti.” potong Jinhyuk langsung sebelum Wooseok menyelesaikan ucapannya. Tangannya mengelus pelan kepala Wooseok, menyisir rambutnya juga tidak lupa menciuminya.
“Nanti aku aduin ke Ibu disuruh Mas Jinhyuk bangun siang.”
Jinhyuk mengangguk, “Iya bilangin saja. Nanti bangunnya pas kita mau ke rumah Yohan.”
“Tapi..” kepala Wooseok mendongak untuk menatap Jinhyuk yang ternyata masih terpejam. Sudut bibirnya ditarik otomatis ketika melihatnya.
Haduh ganteng banget sih mas suami, huhu aku gakuat aku lemah, batinnya kembali membucin.
“Tapi?” Jinhyuk membuka matanya perlahan, menunduk sedikit untuk menatap Wooseok. “Tapi apa, hmm?”
“Tapi.. besok. Hari ini kan pertama nginep. Aku mau bantuin Ibu buat sarapan. Aku mau membuat citra yang baik di hari pertama. Ya, Mas Jinhyuk sayang? Please.” rayunya dengan tatapan memelas khas anak kucing. Mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan dan mencebikkan bibirnya ke bawah dengan tangan yang terangkat untuk mengusap lembut pipi Jinhyuk.
“Haduh, sakit, Mas Jinhyuk huhu...” rengekan Wooseok kembali terdengar sambil tangannya sibuk beralih mengusap-ngusap pipinya sendiri. Lagi, Wooseok mengerucutkan bibir mungilnya. “Kok malah dicubit sih? pasti merah pipi aku? iyakan?” tanyanya menuntut sambil menjunjuk pipinya yang barusan dicubit oleh Jinhyuk.
“Habisnya. Kamu ngeselin banget. Masih pagi juga.”
Jinhyuk kemudian menggelengkan kepalanya, yang benar saja. Tangannya hanya menyubit gemas dengan pelan. Memang sudah dasarnya saja Kim Wooseok yang senang merajuk.
“Enggak. Gak merah sama sekali, sayang. Orang mas cuma nyubit pelan, kok.” lanjutnya, tangan Jinhyuk menangkup pipi kiri Wooseok, menggantikan tangan Wooseok untuk mengusapnya lembut menggunakan ibu jarinya.
“Beneran?”
“Hmm.”
Jinhyuk mengangguk, menarik satu sudut bibirnya sambil menatap lekat kedua mata bulat Wooseok yang mengerjap bingung sekaligus penasaran.
Kak Ushin bangun tidur dan suara merajuknya adalah perpaduan yang sangat menggemaskan, bagi Jinhyuk.
Secara perlahan Jinhyuk semakin menundukkan wajahnya untuk mengecup lembut tepat di sudut bibir Wooseok, hanya mengenai bibir atasnya sedikit. Sengaja menahannya sebentar hingga Wooseok kelimpungan, kemudian dia berbisik lirih sambil meledek, “Kalau begini, baru wajah kamu langsung merah, kak.”
“Mas Jinhyuk!”
“Tuh kan! malahan langsung merah sampai ke telinga kamu.” Jinhyuk berkata sambil tertawa kecil melihatnya, “Gitu doang malu.”
Sambil mengedikkan bahunya menahan malu dengan wajah memanas, Wooseok bercicit pelan lalu menunduk menghindari tatapan Jinhyuk, pandangannya kembali menatap dada Jinhyuk dan memainkan tangannya disana. “Aku kan belum terbiasa.”
Jinhyuk tersenyum ketika mendengarnya, menatap rona di pipi Wooseok yang tampak menggemaskan. “Iya, baru juga seminggu. Waktu kita masih panjang, sayang.” katanya.
Tangan Jinhyuk mengangkat dagu Wooseok agar kembali mempertemukan pandangan mereka. Begitu melihat senyum hangat Jinhyuk, Wooseok ikut tersenyum tanpa ragu. Tangannya menggenggam tangan Jinhyuk yang kembali berada di pipinya. “Dulu waktu kita gak banyak pas pacaran ya, mas? Sekarang malah bisa seharian sama Mas Jinhyuk. Aku seneng bangetttt!”
Sungguh, Jinhyuk bisa melihat senyum Wooseok sampai hingga ke matanya, berbinar tampak begitu bahagia menatapnya. Dia pun merasakannya, waktu yang dulu susah sekali didapat sekarang seakan berlimpah untuk mereka berdua, seminggu ini dari mulai membuka mata hingga menutup mata di malam hari Jinhyuk bisa menatap sosok Wooseok.
Rasanya melegakan, sangat.
Dengan senyum yang semakin lebar Wooseok berhambur untuk memeluk leher Jinhyuk ketika Jinhyuk beralih untuk menarik pinggang kecilnya semakin merapat.
Bahkan, sekarang Jinhyuk bisa leluasa memeluk tubuh mungil Wooseok, mencium puncak kepalanya, menghirup wangi rambutnya, mengecup pipinya, mendengar suaranya yang begitu dekat.
Jinhyuk tidak kalah bahagia dari Wooseok.
“Mas..”
“Hmm?”
Jinhyuk bisa merasakan hembusan napas hangat Wooseok di ceruk lehernya.
“Gapapa..” Wooseok kembali menarik kedua sudut bibirnya, tangannya mengeratkan pelukan. Ia lalu memejamkan matanya. Rasanya, begitu menenangkan seperti ini. Berada di pelukan Mas Jinhyuk, di rumahnya.
“Ibu gimana?” cicit Wooseok setelah beberapa menit hening. Masih saja!
Jinhyuk berdecak samar tidak tahan, kali ini dia bangun dari tidurnya. “Kamu dengar sendiri, ya!” katanya pada Wooseok yang menatapnya bingung. Jinhyuk mengusak puncak kepalanya gemas sebelum turun dari tempat tidur, berjalan dan membuka pintu kamar mereka yang terkunci. Jinhyuk menyembulkan kepala keluar dan berteriak memanggil Ibunya. Tingkahnya membuat mata Wooseok melebar sepenuhnya.
“Mas Jinhyuk, kamu ngapain?” tanyanya panik.
“Ibu, perlu dibantuin bikin sarapan, enggak? Mantunya malu mau bangun siang, padahal abang masih ngantuk.”
“Gak usah, bang. Ibu sudah masak sendiri.”
“Oke, makasih, bu.”
“Bang, ngapain sih berisik banget!”
“Maaf, dek. Jangan ganggu, ya!”
Wooseok hanya bisa menyembunyikan wajahnya dibalik bantal sambil merengek malu, walaupun suaranya teredam oleh bantal, tapi masih bisa Jinhyuk dengar dengan jelas.
“AKU GAK MAU KETEMU IBU GARA-GARA MAS JINHYUK HUHUHU”
Jinhyuk hanya menggelengkan kepalanya dan tertawa geli sambil kembali menutup pintu serta menguncinya. Tungkainya kembali melangkah ke tempat tidur. Merebahkan dirinya lagi sambil menarik tubuh Wooseok ke dalam pelukannya.
“Makanya nurut atau sekalian saja mas buat gak usah keluar kamar seharian, gimana? Aw! gak usah nyubit kalau mau.”
“Gamau huhu.”