[XXIII]
Ini malam minggu, tentu saja. Awalnya Jinhyuk akan mengajak Wooseok jalan sepulang menjemputnya bekerja. Mungkin akan menonton film di bioskop atau sekedar nongkrong di sebuah kafe.
Namun, ajakannya itu langsung ditolak halus oleh Wooseok, “Aku mau pulang aja, mas.” katanya tadi saat Jinhyuk bertanya.
Kalau Wooseok nya saja tidak mau, maka Jinhyuk tidak memaksa sama sekali. Toh tujuannya tadi mengajak Wooseok karena ingin menghiburnya agar suaminya itu tidak jenuh setelah seharian bekerja apalagi dengan mood yang sempat kacau tadi pagi.
Baiklah, biar malam minggunya mereka habiskan di rumah saja.
Mereka memasuki rumah sambil berangkulan, Wooseok yang lebih dulu melingarkan tangannya di pinggang Jinhyuk begitu mereka sama-sama turun dari mobil yang di parkir di garasi rumah. Jinhyuk langsung merangkul bahunya dan tersenyum kecil saat Wooseok semakin ndusel.
Gemes banget sih, Kak Ushin nya.
Begitu melewati ruang tengah mereka melihat Ayah, Ibu dan Jinu yang sedang menonton tv dengan dua kotak martabak yang ada di atas meja, yang satu martabak telur dan satunya martabak manis. Jinu yang duduk di atas karpet tampak sibuk mengunyah dengan mulut yang mengembung. Si bungsu keluarga Lee itu memang hobinya ngemil.
“Loh, kok udah pulang. Gak malam mingguan dulu, bang?”
Ibu bertanya tanpa bisa dicegah begitu melihat putra sulung dan menantu kesayangannya itu. Memang biasanya kalau malam minggu seperti ini Jinhyuk dan Wooseok pulang telat untuk menghabiskan waktu berdua.
Quality time, katanya.
Jinhyuk menggelengkan kepalanya dengan tangan masih merangkul bahu Wooseok, “Mau pacaran halal di rumah aja, iya gak sayang?” dia mengerling dengan alis yang di naik turunkan serta senyum-ganteng-pada Wooseok yang sudah memasang wajah malu di depan mertuanya.
Mas Jinhyuk ih! Wooseok menyubit pelan pinggang Jinhyuk yang hanya dibalas tawa kecil.
“Enggak, bu. Aku memang lagi mau di rumah aja.”
Wooseok menjawab dengan senyum yang seperti biasa tampak manis. Tangan Wooseok memegang sebuah kresek dan diberikannya kresek tersebut kepada Jinu, “Buat adek.” katanya.
“Makasih, Kak Ushin.” balas Jinu kesenangan dikasih stok jajanan oleh Wooseok.
Baik Jinhyuk, Ayah, ataupun Ibu hanya menggelengkan kepala melihatnya. Sudah sering sekali Wooseok memanjakan si bungsu. Walaupun Ayah atau Ibu pernah berkata jangan terlalu sering seperti itu, tapi Wooseok tersenyum simpul sambil berkata tidak apa-apa, ia sudah terlanjur menyayangi bocah SMP itu.
“Uhm.. kalau gitu aku ke kamar dulu, ya. Mau bersih-bersih.” Wooseok berpamitan pada semuanya.
“Istirahat, kak.” ujar sang kepala keluarga kepada menantunya itu yang dibalas anggukan oleh Wooseok.
Itu adalah kata yang sangat sering sekali ia dengar bila pulang bekerja. Semua orang di rumah itu begitu perhatian, Wooseok hanya bisa berterimakasih dengan semuanya.
Jinhyuk sempat-sempatnya mengambil sepotong martabak telur yang ada tepat di depan adiknya sebelum dia berlalu ke dalam kamar dengan Wooseok, “Aku juga ke kamar, ya. Ngantuk mau tidur.” pamitnya ikut-ikutan.
Jinu hanya mencibir kecil melihat tingkah abangnya itu, tangannya langsung sibuk membuka-buka kresek dari Wooseok. Banyak banget jajanannya, enaknya punya kakak ipar baik dan pintar masak seperti Kak Ushin, batinnya serseru senang.
Begitu mereka masuk ke dalam kamar, Jinhyuk langsung mengunci pintunya seperti biasa.
Wooseok merebahkan dirinya sambil tengkurap di atas tempat tidur, ia mendesah lega, rasanya enak banget bisa gogoleran seperti ini.
Apalagi kepalanya yang diusap oleh Jinhyuk, “Mandi dulu, sayang.” katanya mengingatkan sebelum Wooseok benar-benar tertidur.
Bibir mungil Wooseok bergumam pelan sambil terbangun dan duduk berhadapan dengan Jinhyuk yang duduk di tepi tempat tidur sedang menatapnya lembut.
Jinhyuk tersenyum begitu hangat padanya, dan Wooseok tanpa ragu membalas sambil mengecup kilat pipi suaminya itu sebelum ia berlalu kabur ke kamar mandi dan bisa mendengar suara tawa renyah Jinhyuk begitu pintunya ditutup, “Jangan lama, sayang.” tambahnya yang masih terdengar jelas oleh Wooseok.
“Iya, Mas Jinhyuk.”
Air hangat memang obat terbaik bagi Wooseok setiap malam, rasanya ia bisa melepaskan lelah setelah bekerja seharian dengan mandi menggunakan air hangat.
Hanya butuh lima belas menit Wooseok di kamar mandi hingga ia keluar dan tampak segar hanya menggunakan bathrobe berwarna dark gray.
Manik matanya menangkap presensi Mas Jinhyuk yang sudah mengganti pakaiannya, celana jeans dan kaos panjang yang dikenakannya tadi sudah berganti menjadi celana pendek dan kaos polos berwarna hitam, setelan tidurnya selain piyama. Dia sedang duduk di sofa dengan laptop di depannya.
Wooseok berjalan ke arah lemari pakaian terlebih dulu untuk mengambil piyamanya sebelum kembali ke kamar mandi dan memakainya.
Rasanya ia masih merasa malu kalau harus memakainya disini bila ada Jinhyuk. Entahlah, dua bulan berlalu setelah pernikahan mereka, Wooseok kerap kali masih bersikap malu-malu.
Dan menurut Jinhyuk hal tersebut jatuhnya malah sangat menggemaskan. Pandangannya hanya memperhatikan Wooseok yang masuk kembali ke kamar mandi sambil menggelengkan kepala tanpa berkomentar apa-apa.
“Sudah, kak?”
Jinhyuk bertanya singkat saat Wooseok akhirnya keluar kamar mandi menggunakan piyama pendek berwarna hijau tua, suaminya itu mengangguk pelan sambil membawa langkah untuk mendekatinya yang duduk di sofa dan mengulurkan tangan padanya yang disambut dengan senang hati oleh Jinhyuk.
“Mas Jinhyuk, lagi apa?”
Tanya Wooseok pelan lalu mendudukkan dirinya di samping Jinhyuk yang masih memegang laptop di atas paha dengan kaki yang bersila di atas sofa.
Wooseok bahkan melirik layarnya karena merasa penasaran.
“Ini cek email kantor, sayang. Tadi atasan mas nanyain. Malam minggu begini masa minta kerjaan.” jawab Jinhyuk heran sendiri dengan tingkah bosnya.
Wooseok mengangguk kecil dan menyandarkan kepalanya di lengan Jinhyuk. Ia hanya diam sambil memperhatikan Jinhyuk yang mengurus pekerjaannya tanpa berniat mengganggu sama sekali.
Hanya butuh kurang dari sepuluh menit kemudian Jinhyuk menutup laptopnya dan menyimpannya di meja kecil tepat di samping sofa.
Perhatiannya kali ini tercurah kepada Wooseok yang masih menyandarkan kepala padanya sambil memeluk lengannya posesif.
“Capek? mau tidur sekarang?” Jinhyuk bertanya pelan sambil mengusap lembut kepala Wooseok dengan sayang.
Ini sudah pukul sepuluh malam.
Namun, Wooseok tidak menjawab pertanyaannya sama sekali. Melihat Mas Jinhyuk nya yang sudah tidak sibuk, ia malah mengubah pelukannya.
Wooseok melepaskan pelukannya di lengan Jinhyuk dan mengganti menjadi memeluk lehernya. Kepalanya bersandar di bahu Jinhyuk yang langsung membenarkan duduknya agar Wooseok merasa nyaman.
Dia menurunkan kedua kakinya yang awalnya bersila di atas sofa. Tangannya memegang pinggang kecil Wooseok dan kemudian memeluknya, kadua kaki Wooseok diangkat hingga berada di atas pahanya.
“Pindah ke tempat tidur, mau? biar kamu lebih nyaman istirahat sambil tidur.” tawar Jinhyuk setelah beberapa saat.
Wooseok menggelengkan kepalanya di ceruk leher Jinhyuk tanpa bersuara sedikit pun. Jinhyuk mengecup sekilas bahu Wooseok dan tersenyum kecil dengan tingkah manja suaminya ini.
Wooseok wangi sekali setelah mandi, dan Jinhyuk selalu menyukainya.
Bermenit-menit suasana kamar mereka hanya diisi keheningan, baik Jinhyuk maupun Wooseok tidak ada yang memecah keheningan tersebut.
Mereka hanya menikmatinya.
Saling memeluk satu sama lain.
Wooseok merasakan usapan lembut tangan Jinhyuk di pinggangnya dan sesekali naik ke punggungnya. Rasanya menenangkan, ia bahkan sampai menutup matanya dan semakin erat memeluk Mas Jinhyuk nya ini.
“Kenapa, hmm?” Jinhyuk berbisik pelan saat dia merasakan Wooseok menghela napas. Tumben sekali suaminya ini diam saja. Biasanya sibuk merengek, atau mengoceh bercerita apa saja, “Kak?”
“Gapapa, mas.” Wooseok akhirnya bersuara belum mengubah sedikitpun posisinya, “Mau kayak gini terus, sama Mas Jinhyuk.” lanjutannya dengan nada lirih.
“Tidur juga? di sofa?” tanya Jinhyuk dengan nada geli, sedikit heran dengan perkataan Wooseok yang tiba-tiba. Namun, dia langsung mendengar rengekan dari bibir Wooseok yang membuatnya meloloskan tawa ringan. Akhirnya.
“Ya enggak. Nanti pegel-pegel badan aku.”
“Haha, iya mas ngerti kok maksudnya. Mau pindah ke tempat tidur?” balas Jinhyuk sambil kembali bertanya yang juga kembali mendapatkan penolakan, “Nanti.”
Ya sudah. Jinhyuk kembali mengecup pundaknya sambil menumpu dagu disana. Tangannya masih bergerak pelan mengusap punggung Wooseok.
“Belum ngantuk memangnya?”
“Belum.”
Wooseok melonggarkan pelukannya kali ini hingga akhirnya ia bisa menatap wajah Jinhyuk dengan jarak teramat dekat karena posisinya yang duduk seperti ini. Kakinya masih ditumpu berada di atas paha Jinhyuk dan pinggangnya masih dipeluk.
Senyum teduh Jinhyuk membuatnya kembali berdebar, rasanya setiap afeksi yang ia terima dari Mas Jinhyuk selalu membuatnya seperti ini.
Wooseok merasa sangat istimewa.
Bahkan saat tangan Jinhyuk kali ini menangkup pipinya dan mengusapnya pelan dengan senyum yang masih diulas di paras tampannya.
Jantung Wooseok berdetak cepat juga perutnya yang merasa tergelitik, sensasi yang membuatnya malu-malu.
Setiap harinya, Kim Wooseok seperti dibuat jatuh cinta, dibuat jatuh semakin dalam terhadap pesona seorang Lee Jinhyuk yang berstatus suaminya.
Segala sikap baiknya, sabarnya, pengertiannya. Semuanya benar-benar membuat Wooseok merasa sangat beruntung dipertemukan dengan Jinhyuk.
“Aku gatau kalau nikahnya sama yang bukan Mas Jinhyuk. Gak kebayang, sama sekali.” ujar Wooseok tiba-tiba dengan mata sendu menatap Jinhyuk yang mengerutkan keningnya tidak mengerti.
“Gimana, kak?” tanyanya.
Wooseok menggelengkan kepala, satu tangannya yang melingkar di leher Jinhyuk dilepaskan untuk mengusap lembut rahang suaminya itu.
“Aku sayang pake banget banget banget sama Mas Jinhyuk.” bisiknya sambil kembali mencuri kecupan di pipi seperti tadi sebelum ia kabur ke kamar mandi.
Kali ini Wooseok menahannya cukup lama sebelum ia menarik kembali wajahnya.
Jinhyuk melebarkan senyumnya lalu tekekeh dan ngusak ujung hidung Wooseok menggunakan hidung mancungnya.
“Gemes banget sih kamu.” ujarnya kemudian yang ditanggapi hehe oleh Wooseok lengkap dengan rona malu-malu di pipinya.
Tangan Jinhyuk merapikan rambut Wooseok dengan pandangan yang tidak dilepaskan sedikitpun dari kedua manik mata cokelat milik Wooseok yang juga menatapnya dengan berbinar.
Quality time seperti ini terkadang memang yang paling dibutuhkan. Hanya berdua di kamar alih-alih di tempat ramai dengan banyak orang disekitar mereka.
“Aku manja banget ya, mas?”
Wooseok bertanya pelan sambil menggigit bibir bawahnya, Jinhyuk mengangguk yang langsung membuat Wooseok menghela napas lagi. Ia sedikit menundukkan kepala menghindari tatapan Jinhyuk, “Maaf ya. Terlebih tadi pagi.” ujarnya seperti berbisik.
“Kenapa dibahas lagi, sayang. Yang tadi pagi sudah ya.”
Jinhyuk memegang dagu Wooseok agar kembali menatapnya. Dia mencoba meyakinkan melalui tatapannya saat melihat sedikit gurat sedih di dalam pandangan Wooseok.
Jinhyuk tidak menyukainya.
“Masalah kamu yang manja.. dari awal kan mas memang menerima kamu apa adanya. Manjanya, merengeknya kamu juga punya porsinya masing-masing. Kamu bisa menempatkan diri. Tadi pagi, seperti yang kamu bilang, memang mood kamu saja yang mungkin lagi enggak bagus. Sudah, gapapa ya. Mas mengerti kok, sayang.”
Sebuah senyum menenangkan dihadirkan tanpa ragu oleh Jinhyuk dengan tangan yang mengusap lembut puncak kepala suaminya itu, menyisir rambutnya yang begitu halus.
Jinhyuk berharap Wooseok bisa mengerti. Wooseok tidak semerepotkan itu dengan sikapnya, tidak sampai tahap annoying yang membuatnya pusing karena kesal.
Tidak seperti itu.
Lee Jinhyuk mempunyai definisi pusingnya sendiri saat menghadapi tingkah Wooseok.
Pusing minta disayang dan diunyel-unyel. Dikelonin seharian.
“Lagian, mas juga malah makin gemes sama kamu kalau lagi manja. Jadinya makin sayang sama Kak Ushin, sepi banget kalau sehari gak merengek.” tambahnya sambil menaik turunkan alisnya dan tersenyum semakin lebar.
“Tadi pagi, mungkin tingkatan manja kamu memang kelebihan, sampai gak mau jauh-jauh dari mas.”
Wooseok memajukan bibirnya, ia juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri tadi pagi. Kok bisa-bisanya sampai seperti itu?
Wooseok lalu memeluk Jinhyuk lagi dengan perasaan lega.
“Huhu Mas Jinhyuk baik banget. Suami terbaik sedunia.” kata Wooseok dengan nada khas dirinya.
Hal itu berhasil membuat Jinhyuk tergelak mendengar ucapannya yang kembali aneh-aneh, biasanya paling wangi sedunia.
Lihat kan? kalau Wooseok nya manja begini siapa yang tidak akan luluh. Sejak awal, Kim Wooseok sudah berhasil mencuri hatinya.
“Iya, sedunia ya. Kak Ushin juga paling gemes sedunia kalau begitu.”
Balas Jinhyuk yang membuat Wooseok terkikik geli dan menjauhkan wajahnya, menatap Jinhyuk dengan mata bulatnya yang semakin berbinar teramat bahagia.
Kehadiran Lee Jinhyuk yang begitu mencintainya adalah salah satu hal terbaik di hidup Wooseok.
Kali ini Jinhyuk yang mencuri kecupan di ranum Wooseok yang sedang mengulas senyum manis.
Berkali-kali.
Tangannya bahkan sudah menangkup kedua pipi Wooseok, ia akan mengecupnya ringan ketika Wooseok merengek malu. Tanpa benar-benar menciumnya, hanya menempelkan bibir mereka.
“Enggak mau bilang stop?” bisik Jinhyuk dengan senyum samar di sudut bibirnya.
Demi Tuhan, Wooseok sudah misuh-misuh dalam hatinya.
GANTENG BANGET HUHUHU MANA MAU KALAU DISURUH UDAHAN
“Lagi...” cicitnya kemudian dengan malu-malu saat Jinhyuk menatapnya sambil menunggu dengan satu alisnya yang terangkat.
Lemah. Wooseok terlalu lemah berhadapan dengan sikap suaminya ini.
Dan Mas Jinhyuk nya itu kembali tergelak apalagi melihat pipi Wooseok yang sudah memerah, lucu banget.
Tawa Jinhyuk menular hingga Wooseok ikut tertawa kecil merasa malu sendiri dengan permintaannya.
Namun, tidak lama ia mengulas sebuah senyum yang sangat manis saat merasakan Mas Jinhyuk mencium keningnya sebelum memeluknya erat.
“Mas juga mau terus seperti ini, sampai lama. Sampai kita tua.” bisiknya, “Bahagia sama kamu dan anak-anak kita kelak.”
Dan Wooseok tanpa sadar menahan napas dengan hati yang berdesir saat mendengarnya.