[XXIV]
⚠️ agak 🔞 anak kecil jangan ke sini
Wooseok tidak tahu kapan tepatnya ia tertidur semalam, yang pasti sejak dibawa pulang oleh Jinhyuk ke rumah, ia langsung ke kamar. Mandi air hangat seperti biasa dan Ibu yang langsung membawakannya bubur ayam sebelum ia disuruh minum obat.
Tidak ada drama saat minum obat seperti ketika dirinya sakit kala dirawat oleh Jinhyuk di rumah Yohan beberapa bulan lalu. Wooseok memang tidak menyukai obat, oke siapa juga yang suka obat. Maksudnya, Wooseok bermusuhan dengan bau dan pahitnya obat, sejak kecil.
Tapi, semalam pengecualian, ia minum dengan cepat karena ingin tidur.
Terakhir yang Wooseok ingat, dirinya dipeluk oleh Mas Jinhyuk setelah suaminya itu memijat kepalanya, pundaknya dan lehernya, sebuah usaha dalam membantu Wooseok mengilangkan pusing, katanya.
Wooseok tahu suaminya itu sangat menghawatirkannya. Bahkan bibirnya terus menggumamkan gerutuan kecil kepada Wooseok walaupun perlakuannya begitu lembut.
“Diajak ke dokter kok enggak mau.”
“Bandel, pasti kamu telat makan, ya.”
“Kamu itu kurang istirahat, badan kamu capek, terlalu diforsir.”
“Pasti habis makan sembarangan, kan?”
“Jangan banyak pikiran, kamu stress kayaknya.”
Dan masih banyak lagi, pokoknya semalam Mas Jinhyuk mendadak cerewet sekali. Sisi barunya yang Wooseok tahu, namun ia menyukainya.
Itu tandanya Mas Jinhyuk perhatian, tandanya Mas Jinhyuk sangat menyayangi dirinya.
Sekarang saat Wooseok terbangun, dirinya masih berada di dalam pelukan Mas Jinhyuk.
Punggungnya menempel pada tubuh Jinhyuk yang memeluknya dari belakang. Kedua tangan Jinhyuk memeluk bahunya dengan kaki panjang yang membelit kakinya di bawah selimut yang sudah melorot sebatas pinggang.
Juga, napas teratur Jinhyuk yang tertidur bisa Wooseok rasakan menerpa tengkuknya.
Perlahan Wooseok mencoba berbalik dengan menjauhkan lengan Jinhyuk yang memeluknya erat, “Mau kemana?” suara Jinhyuk yang serak terdengar sangat dalam berbisik di telinganya membuat Wooseok menggumam pelan.
Rupanya pergerakan dari dirinya barusan berhasil membuat Jinhyuk terjaga. Saat tubuhnya sudah berbalik sempurna, ia bisa melihat Jinhyuk yang masih sangat mengantuk dan menatapnya.
Tangannya mengusap sekilas dahi Wooseok, “Masih pusing, hmm?” tanyanya dengan kembali menghadirkan sorot khawatir seperti semalam, terlihat samar karena suasana tamaram di kamar mereka.
Wooseok menggelengkan kepala dengan senyum tipis sebelum menelusupkan wajahnya di dada Jinhyuk. Mau peluk.
Sebuah helaan napas lega terdengar dari kedua bilah bibir Jinhyuk, syukurlah. Suaminya itu sudah tidak pusing lagi. Entah sekhawatir apa dirinya kemarin saat melihat wajah pucat Wooseok.
Satu tangan Jinhyuk mengelus lembut kepalanya membuat Wooseok kembali memejamkan mata.
“Maaf sudah buat Mas Jinhyuk khawatir...” bisiknya lirih. Jinhyuk hanya bergumam sambil mengeratkan pelukannya.
“Tidur lagi, ya. Masih jam tiga.” ucap Jinhyuk setelah sempat melihat jam di ponselnya yang terletak di atas meja di samping tempat tidur. Pukul tiga lewat lima. Pantas saja di luar sana masih terlihat gelap dan belum ada cahaya matahari yang biasanya menerobos masuk melewati celah gorden.
“Laper..” cicit Wooseok pelan yang membuat Jinhyuk mau tidak mau mengulas senyum sambil mengecup gemas puncak kepala Wooseok, random banget sih.
“Kamu tadi malam makannya sedikit kata Ibu. Ya sudah, mas ambilkan roti dulu di dapur, ya?”
Wooseok melepaskan pelukannya dan ikut duduk saat Jinhyuk bangun sambil meregangkan badan, “Ikut..” katanya manja, ia mengulurkan tangannya pada Jinhyuk yang sudah berdiri di samping tempat tidur.
“Aku gak mau roti, lagi mau nasi goreng sama telor ceplok pakai kecap.”
“Jam segini? Kamu tahu kan mas gak bisa masak, lho.” respon Jinhyuk mengingatkan sambil meringis, dia menyempatkan mengusap lembut pipi Wooseok sebelum menyambut uluran tangannya dan membantunya bangun.
Masih teringat masakan super asinnya sebelum dia menikah dan diledek oleh Jinu? Jinhyuk tidak yakin untuk membuatnya lagi, apalagi ini untuk Wooseok.
“Aku yang masak, bukan Mas Jinhyuk.” jelas Wooseok sambil menahan tawa saat melihat wajah Jinhyuk yang meringis malu sekaligus lega mendengar penjelasannya, “Ayo ke dapur.” lanjutannya sambil bergelayut manja di lengan Jinhyuk dan berjalan ke luar kamar.
“Mas Jinhyuk.. aku gak bisa gerak.” Wooseok berkata pelan saat Jinhyuk terus mengekori dirinya dari belakang.
Sejak ia membuka kulkas untuk menyiapkan bahan-bahan masakannya sampai sekarang saat ia berdiri di depan kompor. Jinhyuk memeluk pinggangnya dengan tangan bertautan tepat di depan perutnya yang dibalut kaos gombrong berwarna hitam.
Dagu Jinhyuk ditumpu dengan nyaman di atas bahu kanan Wooseok. Dia seakan tidak mendengar protesan yang keluar dari bibir mungil suaminya sejak tadi.
Tangan Wooseok sibuk dengan alat masaknya sendiri, ia melirik Jinhyuk yang memejamkan mata di bahunya, “Mas, kalau ngantuk nunggu di meja makan aja, biar aku beresin masaknya dulu.” ucapnya pelan.
Namun, si sulung keluarga Lee itu malah semakin erat memeluknya, tanpa menjawab apapun. Bahkan malah berkali-kali mencium pipinya dari samping. Manja banget.
Ini yang sedang sakit dirinya apa Mas Jinhyuk sih, batin Wooseok sibuk mengoceh.
Tapi, diam-diam ia suka juga diperlakukan manis seperti ini. Huhu
“Mas masih kesel sama kamu. Soalnya bandel.” bisik Jinhyuk kemudian sambil menghela napas pendek.
Hidungnya bisa mencium harum dari masakan Wooseok, terlihat enak. Terserah, mau jam tiga dini hari seperti sekarang atau kapan pun ia akan merasa ikut lapar kalau disuguhi masakan Wooseok seperti ini.
Tangan Wooseok mengambil sesendok kecil garam di dalam toples dan menamburkan di atas masakannya, “Kan aku udah minta maaf. Aku cuma pusing, gak harus ke dokter.” katanya lalu menyicip masakannya sendiri.
“Hari ini kamu gak boleh kerja. Mas sudah bilang ke Yuvin semalam.” Jinhyuk berkata dengan nada serius dan Wooseok cukup mengerti untuk tahu bahwa suaminya itu tidak mau dibantah.
Ia hanya mengangguk mengiyakan.
Jinhyuk mengeratkan pelukannya lagi, mengecup pipinya dengan lembut saat Wooseok tidak protes.
“Mas Jinhyuk!” bisik Wooseok beberapa saat kemudian dengan nada tertahan ketika Jinhyuk kali ini bermain-main di tengkuknya, iseng. Dia menyeringai saat melihat reaksi Wooseok yang menurutnya lucu.
Haduh! mana bisa fokus masak kalau diperlakukan seperti ini.
Wooseok melepaskan spatula di tangannya dan dibiarkan di atas teflon yang berisi nasi goreng kecap, kesukaannya dan Mas Jinhyuk.
Begitu Wooseok berbalik, ia langsung bisa melihat senyum samar di sudut bibir Jinhyuk yang kemudian menunduk dengan cepat, dan tanpa perlu repot-repot menghitung detik Jinhyuk langsung menciumnya.
Namun, hal tersebut tidak bertahan lama karena tangan Wooseok menahan bahu Jinhyuk agar menjauh, teringat sesuatu, “..kompor..” bisiknya pelan sebelum beralih dan mematikan kompor dengan cepat, untung apinya sejak tadi kecil, jadi masakannya tidak gosong.
Ia kemudian kembali menatap Jinhyuk lagi yang kali ini menyunggingkan senyum miring di wajahnya.
Mau itu wajah baru bangun tidur seperti sekarang, mau itu wajah lelah sepulang bekerja, mau itu wajah segar sehabis mandi atau bahkan saat mengantuk di malam hari, senyum miring Mas Jinhyuk tidak pernah gagal dalam membuat Wooseok berdebar, selalu membuatnya meleleh dengan kaki yang dibuat seperti jelly.
“Sudah matang kak, nasi gorengnya?” tanyanya kelewat santai seakan barusan tidak terjadi apa-apa.
Wooseok mengerang dalam hatinya. Mas Jinhyuk, sialan.
Ia berjinjit dan mengalungkan tangannya di leher Jinhyuk, “Huhu tanggung jawab...” katanya sedikit merengek tepat di depan bibir Jinhyuk.
Tanpa diperintah, Jinhyuk langsung melingarkan tangannya di pinggang Wooseok dan menaikan satu alisnya, “Apanya, hmm?” dia bermain-main sambil menatap manik coklat milik Wooseok hingga siempunya menyebikan bibir mungilnya ke bawah, “...lagi.” bisiknya dengan bibir nyaris bersentuhan sebelum Jinhyuk terkekeh pelan dan mengabulkan permintaannya dengan senang hati.
Tangan Jinhyuk menahan punggung Wooseok yang menabrak pintu kulkas, beruntung tidak terlalu keras hingga ia mengaduh.
Tanpa melepaskan ciuman mereka, Jinhyuk membuat punggung Wooseok bersandar di tembok tepat di samping lemari pantry. Wooseok tidak sempat protes saat punggungnya merasakan dingin dari tembok yang menembus kaosnya, ia malah semakin erat memeluk leher Jinhyuk agar tubuh jangkung suaminya itu semakin menunduk.
Mengecap candu, menikmatinya.
Tidak hanya ranumnya.
Bagian atas kaos Wooseok yang menampilkan jelas tulang selangka karena baju gombrongnya itu begitu menggoda, membuat Jinhyuk diserang pening, sejak tadi kalau boleh jujur.
Rasanya tidak mengenal waktu, juga tidak mengenal tempat, kali ini.
Sepinya suasana dapur utama kediaman Lee di jam tiga dini hari membuat mereka melupakan sekiranya satu persen probabilitas bahwa tingkah mereka akan ada yang memergoki. Seperti-
“Abang...”
Wooseok mendorong secepat kilat bahu Jinhyuk yang sedang menghirup rakus feromon di ceruk lehernya dengan tangan yang sudah berada di dalam kaosnya.
Keduanya menoleh dengan wajah memerah saat mendapati sosok Jinu dengan gelas kosong di tangannya yang berdiri kaku menatap ke arah mereka.
”...aku mau ngambil minum.” cicitnya susah payah setelah melihat pemandangan yang tidak seharusnya dilihat bocah SMP.
“Oh..” Jinhyuk hanya bisa mengeluarkan suara singkat yang terdengar serak dan Wooseok mengusap wajahnya menahan malu, ia bersembuyi di balik badan tinggi Jinhyuk yang membuatnya tenggelam dari pandangan Jinu.
Si bungsu berjalan mendekat ke arah dispenser tanpa berkata apa-apa lagi, mengisi gelasnya dengan terburu-buru lalu ngacir ke kamar sambil menggerutu dalam hati.
ABANG PUNYA KAMAR KENAPA MALAH DI DAPUR SIH! AKU KAN MASIH UNDERAGE!!!!!!!
Sepeninggalnya Jinu, Jinhyuk mengeluarkan kekehan ringan dan membenarkan baju Wooseok yang atasnya sudah tersingkap dengan bahu polosnya yang seputih susu terlihat jelas.
Wooseok menatapnya dengan bibir yang memerah dan sedikit mengerucut, “Mas Jinhyuk sih..” katanya malu-malu. Jinhyuk kali ini tertawa dengan suara rendah, mengecup pelipisnya sekilas.
“Sudah gapapa. Isi perut kamu dulu, lebih penting sekarang.”
Jinhyuk menyingkir dari depan Wooseok dan berjalan ke meja makan, menunggu Wooseok yang menuang nasi gorengnya ke dalam satu piring yang sudah terdapat dua telor ceplok mata sapi.
“Makan berdua aja ya. Aku kayaknya enggak habis.” katanya begitu menaruh piring tersebut di atas meja.
Ia duduk di samping Jinhyuk dan menggeserkan kursinya agar merapat. Mengambil satu sendok dan diberikan pada Jinhyuk dengan penuh senyum. Menatap Jinhyuk dengan mata bulatnya yang berkedip-kedip lucu.
“Mau disuapin sama Mas Jinhyuk, boleh?” tanyanya kelewat manja.
“Boleh, sayang.”
Senyum Wooseok kian melebar saat Jinhyuk menjawab sambil mengusak gemas puncak kepalanya.
Yang mintanya kayak gini, mana bisa ditolak, sih!
Jinhyuk kemudian menuang kecap ke atas telor ceploknya sebelum menyuapi Wooseok dan dimakan dengan lahap.
“Lapar banget ya, kak?” tanyanya sedikit meledek, lucu melihat Wooseok yang sedang makan.
Wooseok hanya mengangguk sambil sibuk menguyah, “Mas Jinhyuk.. juga makan...” katanya sedikit tidak jelas karena mulutnya penuh.
Tangan Jinhyuk mengusap sudut bibir Wooseok yang terdapat kecap belepotan dan kemudian dia juga menyuap untuk dirinya sendiri.
Jam tiga dini hari makan nasi goreng buatan suami tercinta, makannya sepiring berdua dan suap-suapan pula.
Ini antara indahnya dunia pernikahan atau menderitanya perut keroncongan, ya? ...atau mungkin hanya sebuah jeda atas apa yang tertunda tadi? entahlah, hanya Mas Jinhyuk yang tahu.