[XXV]
Senin pagi, Wooseok memakan sarapannya dengan malas-malasan, nasi di piringnya hanya diaduk asal. Menyuap sedikit lalu ia berlama-lama. Bibir mungilnya mengerucut dan raut wajahnya mendung sekali, sungguh bertolak belakang dengan cuaca cerah pagi hari ini yang menampilkan cahaya cukup terik menerobos dari kaca yang membatasi ruang tengah dan halaman belakang.
Semalam, ia sudah membantu Jinhyuk packing, memilihkan setel pakaiannya untuk seminggu. Dari setelan kerja, kaos, hingga baju tidur. Ini adalah hal baru tentu saja bagi Jinhyuk, dia biasa menyiapkannya sendirian, namun kali ini ada yang membantunya. Malahan terkesan semuanya Wooseok yang mengurus sambil sesekali bertanya, seperti berapa jumlah kemeja yang harus dibawa atau mau bawa sepatu yang mana saja, bahkan sampai pisau cukur.
Wooseok memang tipe orang yang teliti dan Jinhyuk teramat bersyukur karenanya, biasanya ya sesuka hati kalau malas paling menganut prinsip bawa sedikit beli di sana saja.
Iya, hari ini Mas Jinhyuk pergi ke luar kota.
Kata Jinhyuk, penerbangannya nanti jam 10. Jadi, dia bisa mengantarkan Wooseok bekerja terlebih dahulu. Namun, rasanya sekarang Wooseok sudah malas-malasan memikirkan akan ditinggalkan oleh Mas Jinhyuk.
Seminggu? huhu yang benar saja!!!
Meja makan keluarga Lee saat ini hanya diisi oleh dirinya, Ayah dan Jinu sudah pergi dari tadi, jelas saja ini sudah pukul tujuh lebih sepuluh menit. Ibu tadi sedang di ruang laundry dan Mas Jinhyuk yang baru selesai mandi menyuruhnya untuk sarapan duluan.
Tidak lama sebuah kecupan di pelipisnya membuat Wooseok menghela napas panjang dan menatap Mas Jinhyuk yang baru datang, dia sudah rapi menggunakan kemeja panjang berwarna biru dongker-yang tentu saja tadi disiapkan oleh Wooseok-dan langsung duduk di sampingnya.
“Makanannya kok cuma dilihatin, masa gak dimakan, kak.”
Wooseok tidak membalas ucapan Jinhyuk seperti mulutnya terkunci rapat, ia justru menyiapkan terlebih dahulu sarapan untuk suaminya itu. Mengambil piring di depannya dan menuangkan nasi beserta lauknya.
Sejak mereka masih bertunangan pun, Wooseok memang selalu menyiapkan makan untuk Jinhyuk bila di meja makan, baik saat di rumah Yohan ataupun saat berkunjung ke rumahnya. Wooseok tidak canggung sama sekali melakukannya. Hal tersebut tentu saja belajar dari orangtuanya, ah disini Ibu juga bersikap seperti itu kepada Ayah.
“Terimakasih, sayang.” ucapan terimakasih Jinhyuk selalu dibarengi dengan senyum tulus, sehingga kali ini Wooseok menarik kedua sudut bibirnya walaupun tipis.
Disela makannya, Jinhyuk mengusap lembut kepala Wooseok, dia tahu sekali alasan suaminya itu hanya diam saja. Semalam bahkan Wooseok sempat menangis lagi pas selesai membantunya packing.
Wooseok masih belum rela ditinggalkan oleh Jinhyuk.
“Dihabiskan ya, kamu harus sarapan.” katanya yang hanya dibalas gumaman pelan.
Setelah membereskan bekas makan mereka beserta mencuci piring, Wooseok dan Jinhyuk kembali ke kamar.
Wooseok akan mengambil tasnya dan Jinhyuk mengambil ponsel beserta kunci mobil.
Bibir mungil Wooseok kembali mengerucut saat Jinhyuk menunggunya menyiapkan tas. Ia kemudian menatap Jinhyuk yang duduk di sofa dan melirik sekilas pada koper yang berada tidak jauh darinya.
“Sudah?” tanya Jinhyuk pelan, dia mengulas senyum tipis saat Wooseok tidak menjawab, mata bulat itu malah menatapnya sendu tanpa beranjak sedikitpun.
Sambil menghela napas kecil, Jinhyuk berdiri dari duduknya dan mendekati Wooseok.
“Mas cuma sebentar, kak. Sudah ya, jangan sedih. Kalau kamu kayak gini, mas jadi enggak tega ninggalin kamu nya.” ucap Jinhyuk sambil menarik Wooseok ke dalam dekapannya. Mengusap bahunya dengan lembut serta menempuk-nepuknya.
Wooseok balas memeluknya dengan erat dan wajahnya disembunyikan di dada bidang Jinhyuk. Ia memejamkan mata saat merasakan kecupan-kecupan kecil di puncak kepalanya.
“Kalau aku kangen gimana?” cicitnya kemudian dengan suara yang teredam, pasti bakal kangen wangi Mas Jinhyuk yang menenangkan seperti ini, yang membuatnya betah berlama-lama dipeluk.
“Nanti kan bisa telpon atau video call, kak.”
Jinhyuk merenggangkan pelukan mereka lalu menarik tangan Wooseok dan dia duduk di tepi tempat tidur. Wooseok sendiri berdiri tepat di depannya dengan wajah sesendu tadi, Jinhyuk meremas tangannya sambil mengulas senyum samar.
“Gak apa-apa ya mas pergi?” tanyanya pelan, kedua alisnya diangkat tinggi dan pandangannya melembut, “Hmm?”
Butuh beberapa detik hingga Wooseok mengangguk sekilas dengan mata bulatnya yang sudah berkaca-kaca menatap Jinhyuk.
“Nanti gak ada yang nyiapin Mas Jinhyuk makan.” katanya pelan, kedua sudut bibir Jinhyuk berhasil ditarik tipis saat mendengarnya.
“Enggak perlu disiapin. Mas makan sendiri, sayang.” entahlah Jinhyuk antara terharu atau harus meringis, Wooseok menggemaskan, sungguh.
“Nanti gak ada yang nyiapin baju, gak ada yang masangin dasi.” katanya lagi yang kali ini membuatnya senyum Jinhyuk melebar tanpa ragu, tangannya tanpa bisa ditahan menyubit gemas pipi kanan Wooseok.
“Mas bisa pasang dasi sendiri, kalau baju kan kamu sudah nyiapin semalam. Mas tinggal pakai, kak.”
Wooseok tidak tersenyum seperti Jinhyuk, dia malah mengambil napas panjang dan menghembusakannya pelan. Bibirnya semakin maju saat Jinhyuk mempunyai alasan disetiap ucapannya.
“Nanti, mas gak bisa peluk aku kalau kangen...”
“Mas bisa peluk guling.”
Dan Wooseok langsung mendengus kecil mendengarnya, kakinya menghentak sedikit, ia merajuk. Kok malah bercanda sih.
Jinhyuk memang sejak tadi perlu mendongak sedikit agar bisa menatap wajah Wooseok karena posisinya yang sedang duduk dan Wooseok masih berdiri. Sedikit meringis saat melihat Wooseok yang menatapnya kesal.
“Maaf maaf, kak. Sudah ya, jangan melow begini. Masa mas mau pergi lihatnya awan mendung terus.”
“Seminggu? gak bisa dikurangin, ya?”
Tawar Wooseok kemudian tanpa mengindahkan ucapan Jinhyuk barusan. Ia menggigit bibir bawahnya, menatap Jinhyuk berharap jawaban suaminya itu bisa berubah dari sebelum-sebelumnya.
“Seminggu, enggak bakal lebih.”
“Ih tuh kan! aku tanyanya dikurangi, bukan dilebihin. Kalau dilebihin aku gatau lagi. Huhu kelamaan, Mas Jinhyuk!”
Rengekan Wooseok sedikit membuat Jinhyuk terkekeh kecil dan mengusap ujung mata Wooseok yang mulai basah, “Iya, enggak akan dilebihin. Ya sudah jangan nangis begini, sayang. Semalam kamu sudah nangis. Waktu dikasih tahu beberapa hari lalu juga nangis. Mata kamu nanti bengkak lagi, mas ikutan sedih.”
“Huhu habis kok aku nya ditinggal.” ujarnya sambil menggoyangkan tangannya yang kembali digenggam oleh Jinhyuk. Dasar, persis sekali bocah minta jajan.
“Kan mas kerja, waktu kita pacaran juga kamu tahu mas pernah keluar kota, gapapa itu ditinggal.”
“Mas Jinhyuk kok gak ngerti. Aku jadi males sama kamu!”
lho?
Jinhyuk kaget dan langsung berdiri untuk kembali memeluknya. Kemeja bagian belakangannya sudah diremas erat oleh Wooseok, kusut pasti, tapi gapapa. Siapa perduli.
“Kata siapa gak ngerti? Mas tahu kamu enggak mau ditinggal, sayang. Mas juga sama. Apalagi pas tidur nanti, gak ada Kak Ushin yang biasa minta kelon.”
Jinhyuk sedikit menggoyangkan tubuhnya sambil mengeratkan pelukannya dipinggang Wooseok, “Kangen banget pasti nanti sama suami manja ini.” katanya sambil menghirup wangi rambut Wooseok yang begitu lembut dan manis di penciumannya.
Wooseok menengadahkan kepalanya dan menatap Jinhyuk, “Aku bobo sendirian nanti. Aku gak bisa peluk Mas Jinhyuk.” adunya dengan berbisik menggunakan nada sedih.
Jinhyuk mengecup pucuk hidungnya sekilas sebelum mengecup bibir mungil yang kembali mengerucut, “Kan kamu sudah punya tabungan peluk, kak.”
“Gak cukup tahu buat seminggu!”
“Kayaknya Mas yang bakal paling kangen disini, bakal sepi banget gak ada Kak Ushin. Makanya setiap malam nanti telpon biar besoknya mas bisa semangat kerja dan cepat pulang. Cepat ketemu kamu.”
“Seminggu itu lamaaaaaaa.”
Wooseok kembali merengek sambil memajukan bibirnya, mata bulatnya menatap Jinhyuk dengan sorot sedih yang semakin terlihat oleh Jinhyuk.
Detik itu, Jinhyuk merafalkannya dalam hatinya. Hindari LDR, hapus dari kamus hidup rumah tangga lo karena lo gak akan pernah kuat, hyuk! Catat, dibold kalau perlu!
Kaum bucin kayak mereka memang kudu wajib kemana-mana berdua.
Tangan Jinhyuk beralih untuk menangkup kedua pipi tirus Wooseok dan mengusapnya lembut, namun sorot matanya terlihat serius menatap kedua manik cokelat milik Wooseok.
“Dengar ya, jangan telat makan. Mood kamu juga akhir-akhir ini lagi enggak bagus terus, mas dikasih tahu Yohan. Jangan stress, jangan banyak overthinking gak jelas. Kalau capek minta antar pulang ke Yohan, mas sudah nitip kamu sama dia. Jangan maksain kerja. Jangan sampai sakit lagi.”
Wooseok mengangguk kecil dan ia kembali merasakan kalau pelipisnya dikecup lagi, namun kali ini ditahan lebih lama dan yang bisa ia lakukan hanya memejamkan matanya.
“Baik-baik di sini, jangan buat mas khawatir dan gak tenang ninggalin kamu. Kalau ada apa-apa bilang ya, sayang.”
Jinhyuk berujar begitu menjauhkan wajahnya, dan Wooseok mengiyakan dengan kening yang sedikit berkerut dalam sambil menatap Jinhyuk.
“Huhu iya, tapi kok Mas Jinhyuk jadi overprotective, begini?”
“Karena mas sayang kamu, tentu saja. Masa masih nanya..”